Allah, Ciptaan Dan Manusia
Sumber-sumber teologia Calvin dan Calvinisme
Seperti diketahui bahwa prinsip-prinsip teologi Calvin sudah tertuang dalam buku pengajaran Agama Kristen atau dalam nama aslinya, “Institutio Cristianae Religionis” yang telah mendapat bentuk terakhirnya pada tahun 1559. Calvin sendiri menganggap buku ini sebagai konpendium teologi yaitu yang walaupun terdiri dari banyak bagian tapi merupakan satu kesatuan sebab didasari oleh satu konsep teologi yang utuh yaitu kedaulatan dan kemulian Allah.
Namun ketika berbicara tentang teologi Calvin selain “Institutio Christianae Religionis” juga tulisan-tulisan Calvin lainnya disimak, seperti tafsirannya atas Perjanjian Baru dan Lama, Calvin’s Old Testament Commentaries (Edinburgh : T and T Clark, 1986) dan Calvin’s New Testament Commentaries (Grand Rapids: Eerdmans, 1972). Dan ketika berbicara tentang teologia Calvinisme tulisan karangan teman sekerja Calvin baik yang sezaman dengannya atau sesudahnya, harus disimak.
Latar-belakang Judul
Judul di atas ditetapkan berdasarkan asumsi bahwa pengetahuan tentang Allah adalah dasar dari pengertian kita akan siapa kita sebagai bagian dari ciptaan Allah dan yang tinggal dalam satu komunitas yang disebut masyarakat dalam skalakecil dan dunia dalam skala besar.
Sumber Pengetahuan
Pengetahuan tentang Allah tidak dapat diperoleh melalui pengolahan pikiran manusia, melainkan dari Alkitab yang penulisannya diilhami oleh Roh Kudus dan berisikan pernyataan Allah. Oleh karena itu dalam memahami Alkitab prinsip hermenetika patut diperhatikan, yaitu orang-orang harus memahami isinya secara benar dan cermat dan terbuka kepada kesaksian Roh kudus secara batiniah, sehingga Firman membuktikan dirinya dalam pengalaman dan kepatuhan. Dengan jalan hermenetik menurut Calvin maka Firman yang kita baca dari kitab suci bukan subjektif atau berasal dari perorangan lagi (Institutio I:VII.5). Selanjutnya Calvin memberi petunjuk agar dalam membaca Alkitab kita terarah kepada kesaksian kerugmatik, yaitu Kristus sang Firman yang menjelma menjadi daging (Gruchy, 1991:57).
Allah
Pengetahuan tentang Allah sebagai pencipta dan manusia sebagai ciptaan adalah dialektika. Pengetahuan tentang Allah yang adalah ajaran yang kudus (sacred doctrine) terdiri dari dua bagian yaitu pengetahuan tentang Allah dan pengetahuan tentang manusia (diri sendiri). Kedua pengetahuan ini saling terkait. Dengan mengetahui kesempurnaan Allah, manusia sadar akan keterbatasannya. Manusia tidak akan pernah mengenal dirinya sebelum mempunyai pengenalan akan Tuhan, sebab Tuhanlah satu-satunya pedoman penilaian kita. Sehingga apa yang tampak dalam diri kita sebagai yang sempurna, sama sekali tidak sebanding dengan kemuliaan Allah (Inst 1.1.2).
Pada pihak lain, jika tidak ada pengenalan akan keterbatasan sebagai ciptaan, maka tidak akan ada pengetahuan tentang Allah. Karena tanpa mengetahui kebodohan, kesia-siaan, kemiskinan, kelemahan, kebejatan dan kerusakan kita, maka kita tidak sampai pada pengetahuan bahwa Allah lah benar-benar berhikmat, sempurna kebaikan dan keadilanNya (Inst 1.1.2).
Allah adalah pengasih, penuh anugerah, sabar dan berlimpah kasihnya.
Ajaran Calvin tentang Allah berdasarkan kesaksian Musa. Menurut Musa Allah adalah pengasih, penuh anugerah, sabar dan berlimpah kasihnya (Kel 34:6-7). Keabadian dan kehebatan Allah dinyatakan oleh Tetragrammaton namaNya, YHWH. Nama itu diperkenalkan kepada kita bukan sebagai siapa Dia dalam diriNya, tetapi bagaimana Dia terhadap kita. Dengan demikian pengetahuan kita tentang diriNya adalah pengalaman yang hidup, bukan pengetahuan teoritis yang spekulatif. Bagaimana Dia terhadap kita telah tercakup dalam Mazmur 145:8-9.
“Tuhan itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan benar kasih setianya. Tuhan itu baik kepada semua orang dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikanNya.” Menurut Calvin, kebajikan Allah berseri-seri di langit dan di bumi yaitu kerahiman, kebaikan, kasih sayang, kebenaran dan keadilan (Inst I. X.2).
Allah Yang tidak bisa diduakan.
Calvin mengatakan bahwa cara kita berhubungan dengan Allah haruslah sesuai dengan apa yang telah dikatakan YHWH: “Engkau mendengar suara, engkau tidak melihat suatu tubuh (Ul 4:12). Karena itu jagalah dirimu (Ul 4:15), kalau engkau tertipu dengan membuat sesuatu yang menyerupaiNya.“ Di sini, Allah secara terang menentang segala macam patung. Siapa yang mencari bentuk lahiriah dari Allah kekejianlah kepadanya. Diantara para nabi, cukuplah disebut Yesaya yang sangat tegas melarang perbuatan tersebut. Dia mengajari bahwa mahkota Ilahi ternoda dengan fiksi yang tidak cocok, apabila suatu yang tidak bertubuh dibuat mempunyai yang kelihatan dalam bentuk objek yang tidak bernyawa, seperti sepotong kayu yang sangat lemah, batu atau emas (Yes 40:18-20, 41:7, 29 45:9, 46:5-7). Paulus juga berpikir secara sama, katanya: “Oleh karena kita keturunan Allah, kita tidak boleh membuat Allah sama dengan emas, perak dan batu, diukir oleh seniman” (Inst I.XI.2).
Selanjutnya Calvin berkata bahwa penggambaran segera membangkitkan khayalan bahwa Allah ada dalam patung, lalu menyembahnya. Apabila seorang berlutut dalam pemujaan kepada suatu gambar ilah atau makhluk, maka ia telah terperangkap dalam ketahyulan. Oleh sebab itu Allah tidak saja melarang pembangunan patung, tetapi juga pentahbisan inskripsi apa saja atau batu yang akan mengundang pemujaan (Kel 20:25; lihat Inst I. XI. 9).
Calvin tidak membedakan penyembahan patung dengan penyembahan Allah dalam patung. Adalah pemberhalaan jikalau kemuliaan Allah diberikan kepada patung dengan alasan apapun hal itu diperbuat. Calvin menolak pemberhalaan sebab secara jelas dilarang dalam Alkitab dan diberlakukan sejak awal dalam sejarah gereja.
Calvin berkata bahwa sifat manusia terus-menerus adalah pabrik berhala-berhala (Inst I.II.8). Hal ini dapat terjadi melalui patung-patung seperti yang telah dibicarakan sebelumnya tetapi juga dapat terjadi jika orang menuntut penghormatan yang bersifat lahir atau pengabsolutan sesuatu yang palsu seperti dikatakan oleh Gruchy (Gruchy 1991:103) dalam tafsiran Calvin mengenai Roma 2:2 bahwa orang Kristen telah lepas dari penyembahan patung secara fisik tetapi tidak dalam pengabsolutan diri atau materi.
Karena itu menurut Gruchy tidak sukar mengidentifikasikan berhala pada zaman sekarang dalam bentuk absolutisme ras, bangsa, negara, ideologi, agama dan kebudayaan, teknologi dan materialisme. Tapi berhala yang paling penting dan berkuasa adalah mammon pemberhalaan uang yang menjadi paradigma dari segala bentuk pemberhalaan, seperti yang diajarkan Yesus. Paulus juga menyuguhkan ajaran tersebut ketika ia memasukkan ketidak-bermoralan seksual, nafsu, kehendak jahat dalam daftar keserakahan (Kol 3:5). Tekanan yang sama atas pemberhalaan dari keserakahan terdapat dalam surat Efesus 5:5 dan tafsiran Calvin tentang hal itu sangat penting. Ia mengertikan keserakahan sebagai penyembahan berhala yang bukan sama dengan apa yang sering disalahkan dalam kitab suci tetapi dalam bentuk lain. Menurutnya semua manusia serakah menyangkal Allah dan menempatkan kekayaan ditempatnya.
Pertanyaan mengapa keserakahan sangat disoroti dan tidak dosa yang lain ? Jawab Calvin bahwa penyakit ini bersebar secara luas dan menular di pikiran banyak orang, tapi tidak dimasukkan sebagai suatu penyakit, malah dipuji dalam penilaian sebagai yang biasa. Paulus menyerang dengan hebat supaya mencabik pendapat ini.
Dengan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemberhalaan bukan saja terdapat dalam lapangan ruang ibadah, tapi juga dalam arena kehidupan di dunia dalam bentuk keserakahan manusia (Gruchy 1991, 104). Keserakahan manusia adalah hakekat dari pemberhalaan. Jadi Calvin sama seperti Paulus, menolak keserakahan manusia yang adalah inti dari pemberhalaan. Sebab menempatkan segala sesuatu menjadi absolut pada hakekatnya adalah keserakahan.
Ciptaan
Allah, sang pencipta mengatur pemeliharaan setiap jenis ciptaan sampai hari terakhir dunia ini. Dijelaskan oleh Calvin bahwa Allah dengan kekuatan Firman dan rohNya telah menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan (ex nihilo, pen) menjadi ada: langit, bumi, segala jenis binatang yang bernyawa, dan yang tidak, dalam jenis yang berbeda-beda. Setiap jenis diberiNya sifat, tugas, tempat dan kediaman masing-masing. Walaupun semua itu takluk kepada kebinasaan namun Ia mengatur pemeliharaan setiap jenis sampai hari terakhir dunia ini. (Inst I. XIV. 20).
Tujuan Calvin dalam uraian tentang penciptaan ini adalah agar kita terdorong mempercayakan diri kepadaNya, sang Pencipta. Sebab dengan merenungkan kebajikan, kekuatan dan kebaikan Allah dalam penciptaan dunia ini, maka kita sadar akan tindakan Allah yang besar itu, sehingga tidak ada kata-kata yang dapat mengguncangkannya. Kebajikan Allah itu menurut Calvin harus dipikirkan secara sungguh-sungguh dan setia serta diingat secara berulang-ulang. Dengan memikirkan dan merenungkannya kita memahami bahwa Allah telah mengatur segala sesuatu demi kebaikan dan keselamatan kita (Inst I. XIV. 21).
Kita mengetahui bahwa Allah menetapkan segala sesuatu untuk kebaikan dan keselamatan kita dan serentak dengan itu kita juga merasakan kuasa dan anugerahNya di dalam diri kita, sehingga kita percaya, memohon dan memuliakan Dia. Allah melalui tata penciptaan menjelaskan bahwa Ia telah menciptakan segala sesuatu demi manusia. Hal itu nampak dalam ceritera penciptaan bahwa sebelum Ia membentuk manusia, Dia menyediakan segala sesuatu yang berguna dan bermanfaat bagi manusia. Berapa besar ketidak bersyukuran terjadi, jika kita menyangsikan pemeliharan Allah sekarang kepada kita. Apalagi bagi mereka yang telah melihatnya bahwa Ia memperhatikan kita sebelum kita lahir.
Menyimpulkan uraiannya Calvin berkata bahwa apabila kita memanggil Allah pencipta langit dan Bumi, maka serentak dengan itu, biarlah kita pada waktu itu juga berpikir bahwa tujuan dari semua yang ada, yang telah dibuat oleh tangan Allah sendiri dengan kuasa adalah demi kebaikan kita dan bahwa kita benar-benar anakNya yang telah Ia terima kedalam pemeliharaanNya yang setia untuk dirawat dan dididikNya. Oleh karena itu menunggu kepenuhan dari segala yang baik dari padaNya dan percaya secara penuh bahwa Ia tidak akan meninggalkan kita menjadi berkekurangan dari apa yang perlu untuk keselamatan kita. Karena itu kita menggantungkan harapan kita tidak kepada siapa-siapa selain Dia (Inst. XIV. 22).
Penciptaan Manusia.
Tujuan Allah menciptakan manusia menurut gambarNya adalah untuk mewakili diriNya. Manusia diciptakan menurut gambar Allah (Kej 1:27). Calvin berpendapat bahwa gambar Allah itu nampak dalam tubuh manusia. Tetapi tempat gambar Allah itu secara sempurna ada dalam jiwa manusia. Walaupun bentuk lahiriah manusia mulia berbeda dengan binatang yang posisi tubuhnya menghadap ke tanah, sedang manusia terarah ke langit dan mengarahkan mukanya ke bintang-bintang, namun Calvin tetap berpendapat bahwa gambar Allah itu bersifat rohani (Inst I. XV. 3).
Ada juga pendapat yang membedakan arti kata Gambar dan rupa (Kej 1:27), sebab penafsir penafsir mencari perbedaan yang sebenarnya tidak ada antara dua kata ini. Menurut Calvin kata rupa atau serupa ditambahkan oleh penulis Alkitab sebagai penjelasan kepada kata Gambar. Hal ini terjadi menurut Calvin karena di dalam kebiasaan Ibrani pengulangan kata acap dilakukan jika kedua kata tersebut tidak mengandung dua arti. Dengan ringkas dapat dikatakan bahwa manusia dinamai gambar Allah sebab ia menyerupai Allah. Jadi menurut Calvin kata “tselem” atau gambar Allah tidak boleh disamakan dengan substansi jiwa, dan “demuth” yaitu rupa dengan kwalitas.
Calvin berpendapat bahwa kata rupa ditambahkan ke kata gambar untuk menyatakan keutuhan Adam secara otentik yaitu gerak hatinya berpedoman kepada Allah, dalam arti nafsunya berimbang satu dengan lain. Dan bakat-bakatnya yang luar biasa memancarkan keagungan penciptaNya. Tujuan Allah menciptakan manusia menurut gambarnya adalah untuk mewakili diriNya (Inst I. XV. 3).
Alkitab meriwayatkan tentang kejatuhan manusia yang mengakibatkan manusia terasing dari penciptaanNya, sehingga gambar Allah yang ada pada manusia telah rusak berat. Sungguhpun gambar Allah itu tidak seluruhnya rusak dan dihancurkan dalam dirinya, namun manusia telah jahat. Yang tinggal pada manusia adalah bentuk cacat yang mengerikan. Maka permulaan dari penyembuhan keselamatan kita adalah restorasi keselamatan itu sehingga kita disebut Adam kedua karena Allah telah memugar kita kepada integritas yang benar dan lengkap.
Menurut Calvin tujuan pembaruan itu adalah pembentukan manusia kembali oleh
Kristus sesuai dengan gambar Allah. Pengertian pembaruan, pertama sekali adalah pemberian pengetahuan, kebenaran yang murni dan kesucian. Hal ini berarti bahwa gambar Allah pada mulanya nampak dalam pikiran ketulusan hati dan kebaikan semua bagian-bagiannya. Pendapat ini mengacu kepada Kol 3:10 yang menjelaskan bahwa manusia baru itu mengacu kepada gambar penciptaannya. Karena itu Paulus berkata pakailah manusia baru, yang telah diciptakan menurut Allah (Efes 4:24; Inst I. X V. 4)
Pemeliharaan Allah
Pemeliharaan Allah tidak membuat manusia berpangku tangan. Walaupun putusan Allah telah ditetapkanNya kepada kita, namun itu tidak berarti bahwa manusia tidak bisa melihat ke depan. Walaupun Ia telah menetapkan batas hidup kita tapi pada waktu yang sama Ia mempercayakan kepada kita tentang pemeliharaanNya. Ia menyediakan alat, pertolongan dan memampukan kita sesadar mungkin untuk melihat bahaya-bahaya. Jadi sudah jelas apa tugas kita. Oleh karena Tuhan telah menyerahkan kepada kita perlindungan hidup kita, maka tugas kita adalah menjaganya. Jika ia memberikan sarana pertolongan-pertolongan, kita memakainya. Dan jika Ia memperingati kita tentang bahaya, jangan kita meloncatinya secara mendadak. Jika Ia menyediakan sarana-sarana pencegahan jangan melalaikannya (Inst I..XVII. 4).
Iman
Dalam paham kita tentang iman, tidak hanya berhubungan dengan apa yang kita ketahui tentang Allah tetapi terutama bagaimana kehendak Allah kepada kita. Juga tidak mengenai siapa Dia dalam diriNya, tetapi menjadi apa Dia bagi kita ( Inst III.II.6). Jadi iman adalah pengetahuan tentang kehendak Allah kepada kita yang kita pahami dari FirmanNya. Ini berarti kita tidak boleh menyangsikanNya lagi. Sebab apa saja yang keluar dari Dia adalah suci dan kebenaran yang tidak dapat dilawan.
Selanjutnya Calvin mengatakan bahwa iman adalah suatu pengetahuan yang kokoh dan pasti tentang kebaikan Allah kepada kita, berdasarkan janji yang diberikan secara cuma-cuma didalam Kristus, baik yang dinyatakan kepada akal kita dan dimateraikan dalam hati kita melalui Roh kudus (Inst III. II. 6). Jadi iman adalah kepasrahan kita berteduh dalam kebaikan atau kemurahan Allah.
Predestinasi
Yang dimaksud dengan kata ini adalah keputusan Allah yang kekal yang dengannya Ia memutuskan untuk diriNya, apa yang menurut kehendakNya terjadi atas setiap orang. Masalah ini adalah mengherankan bagi banyak orang, karena menurut anggapan mereka adalah sangat kesewenang-wenangan bila dari khalayak ramai ada yang ditetapkan kepada keselamatan yang lain dari pada kebenaran. Timbullah masalah sulit yang hanya dapat dijelaskan apabila pikiran orang saleh menganggap bahwa apa yang mereka percayai tentang pemilihan dan predestinasi sudah terjawab.
Pertanyaan yang membingungkan mengenai masalah tsb menurut Calvin nampaknya banyak sekali, sebab banyak orang berpikir bahwa tidak ada yang lebih tidak adil apabila dari sejumlah orang, ada yang ditetapkan kepada keselamatan, yang lain kepada kebinasaan. Menurut Calvin hal ini terjadi disebabkan karena kita tidak pernah diyakinkan bahwa keselamatan kita mengalir dari sumber mata air kasih Allah yang bebas. Dan sebelum kita mengetahui bahwa pemilihannya yang kekal itu adalah telah melewati tahap pembedaan yakni bahwa tidak semua orang diterima kepada pengharapan keselamatan. Sebab Ia memberi kepada apa yang Ia tidak mau berikan kepada orang lain (Inst III.XXI.1). Sehingga keselamatan yang juga adalah pemilihan merupakan anugerah semata dan bukan sebagai hasil usaha dan juga bukan jawaban terhadap jeritan mahluk yang menuntut keadilan oleh sebab penderitaannya. Sebab adalah sifat Allah memberi keselamatan kepada seseorang tanpa ada jasanya, hanya semata-mata keluar dari kebebasanNya.
Selanjutnya menurut Troeltsh bahwa pandangan Calvin tentang presdestinasi membuat orang selalu dalam keyakinan bahwa ia tidak akan kehilangan diri dalam hidupnya didunia sebab orang tidak mungkin lagi jatuh dari keadaan anugerah. Ia percaya bahwa panggilan dan pelukan Allah adalah pasti dan karena itu ia bebas untuk berusaha mengembangkan masyarakatnya sesuai dengan kehendak Allah. Dia tidak merasa perlu memegang Allah supaya jangan kehilangan anugerah namun ia sendiri secara absolut bergantung pada dukungan anugerah Allah. Jadi yang utama bagi Calvin bukan melestarikan kehidupan beranugerah, tapi untuk menyatakannya (Troeltsh, 1960 : 589)
Konsep pemilihan itu menurut Calvin bukan hendak membuat manusia menjadi tidak aktif dalam kegembiraan bersyukur, melainkan menjadi daya dorong atau pemicu untuk bertindak. Supaya jiwa yang telah dibebaskan dari kesalahan oleh pembenaran dan keterpilihan dapat menjadi alat bagi Kristus untuk melakukan kehendakNya. Hal itu terjadi sebab mereka yang terpilih atau dibenarkan disusupi oleh Roh aktif dari Kristus, maka mereka menjadi laskar Kristus dan menjadi pemenang dan warga Allah dalam kerajaan-Nya (Troeltsh, 1960 : 584).
Untuk menyokong pendapat ini, Calvin selanjutnya berkata bahwa bukti orang yang telah dibenarkan bukan terdapat didalam batin dan didalam perasaan tapi dalam tindakan sebagai hasil logis dari pembenaran. Dengan itu Calvin tidak membuat tujuan dari kegembiraan adalah kesatuan dalam Kristus (Unio Mystica), tetapi lebih dalam bentuk pengarahan diri kepada kehendak Allah yang memilih dan memperbaharui (ibid).
Teologi Calvin tentang predestinasi ganda banyak ditentang oleh teolog-teolog pada zamannya maupun pada waktu ini atas dasar bahwa Alkitab tidak menetapkannya. Secara umum mereka mengatakan bahwa yang poin yang mendasari predestinasi seperti pengerasan hati Firaun (Kel 4:21) dan pengerasan hati Israel (Yes 6:101; Roma 10:8) bukan suatu keputusan kekal tetapi terjadi dalam sejarah dunia. Apa yang terjadi dalam sejarah ini dapat berobah, seperti seorang anak durhaka dapat berbalik kepada Kristus (Yoh 3:25). Demikian juga perabot yang tidak mulia dalam rumah dapat menjadi mulia, apabila apabila orang yang digambarkan pada awalnya sebagai perabot yang tidak mulia dapat menjadi mulia kalau dia menyucikan dirinya (2:21, Roma 9:21).
Ayat Alkitab yang dekat dengan ide pemilihan kekal antara lain dalam 1 Pet 2:8 yang menyatakan bahwa orang yang mendapatkan batu penjuru, telah menjadi batu sentuhan dan batu sandungan karena mereka tidak taat kepada Firman Allah sebab untuk itu mereka telah ditetapkan. Menurut E. Brunner disinipun penolakan terjadi oleh karena mereka tidak taat . Jadi terjadi sebagai akibat bukan karena pemilihan (E. Bruner, 1949 : 327).
Alkitab mengajarkan : Tuhan membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing, bahkan orang fasik di buatnya untuk hari malapetaka (Amsal 16:4). Menurut Brunner ayat-ayat inipun bermaksud untuk mengatakan bahwa pada hari malapetaka orang fasik pun atau orang tidak bertuhan harus melayani Tuhan, kalau ia bertobat, jadi menurut Brunner ayat-ayat tidak menetapkan predestinasi (E Brunner 1949 : 328).
Fasal 9 dari surat Roma biasanya dianggap sebagai locus classicus dari doktrin predestinasi ganda. Menurut E Brunner uraian ini pun tidak berhubungan dengan keselamatan seorang tapi tentang kekerasan hati Israel. Jadi pandangan surat Roma ini juga berbeda dengan doktrin predestinasi ganda sebab dalam surat ini yang menjadi pokok adalah kendatipun kekerasan hati Israel pada waktu itu dan tentang sikap Israel yang rusak karena membenarkan diri, yang seharusnya mengakui anugerah Allah dalam Kristus, serta suatu penegasan bahwa Allah akan melayani Israel dalam rencana keselamatan yang mencakupi, walaupun sekarang mereka ditolak.
Semuanya itu menurut E Brunner kelihatannya berbeda dari doktrin pilihan ganda dimana sejumlah orang terpilih sejak zaman kekekalan dan sejumlah orang ditolak. Stephen Baugh dalam tulisannya “God’s purpose According to Election : Paul’s argument in Roman 9” menuliskan bahwa Paulus dalam surat ini mau menjawab pertanyaan apakah Allah telah melanggar janjiNya tentang keselamatan Israel sebab ada anggapan bahwa mereka secara bangsa, dengan sendirinya akan selamat. Paulus menjawab bahwa perjanjian itu tetap tetapi Israel juga dibawah penghakiman, bahwa Hukum Taurat dan penyunatan mereka tidak ada gunanya jika mereka kedapatan sebagai pelanggar-pelanggar hukum Taurat. Dengan itu Paulus mengatakan bahwa tidak semua keturunan Israel adalah Israel (Roma 9:6). Ayat ini berarti bahwa Israel yang terpilih tidak sama dengan kebangsaan Israel, sebab manfaat keanggotaan karena pilihan adalah kebenaran, keselamatan dan kehidupan kekal yang tidak diperoleh melalui kewarganegaraan Israel. Jadi Israel yang terpilih dan kebangsaan Israel tidak koektensif. Dengan kata lain keturunan Abraham secara daging tidak menjamin seorang menjadi anak Allah (Roma 9:8). Selanjutnya Paulus mengatakan apakah janji Allah itu batal, jika orang Israel telah bertindak tidak percaya dan tidak patuh ? jawaban Paulus, Allah tidak menghianati janji-Nya dalam program penyelamatan-Nya, sebab keanggotaan didalam Israel yang terpilih adalah semata–mata tergantung atas pemilihan secara individual. Ia tidak menolak secara keseluruhan, terbukti dalam pemilihan Paulus dan strategi Allah dalam penyelamatan orang tersisa (Roma 11:1-19). Perjanjian anugerah selalu terjamin hanya terhadap Dia, Allah yang kekal yang menetapkan kasihNya ( Roma 9:15). Jakub dan bukan Esau sebagai pewaris janji. Dan janji tidak dapat rusak ( Roma 9:12-13).
Kalau begitu cara Allah bekerja, jelas manusia mempertanyakan kebijaksanaan Allah yang tidak mempunyai “kriteria” sebagai dasar pemilihan. Ternyata Paulus menegaskan itu di Roma 9:16 yang menekankan bahwa keberadaan manusia sebelum ia dipilih Allah tidak masuk pertimbangan Allah, sebab pilihan-Nya tidak tergantung atas faktor manusia, namun semata atas keputusan Allah agar tujuannya tercapai. Karena itu Ia memilih siapa saja yang Dia mau, menolak yang mau Ia tolak sebab demikian kehendak-Nya ( Roma 9:15-18).
Selanjutnya doktrin pemilihan ganda itu diuraikan Paulus dalam predestinasi dari benda – benda kemurkaan dan benda – benda belas kasihan ( Roma 9:20-24) Benda–benda kemurkaan sebelumnya sudah ditentukan kearah kebinasaan. Benda–benda kemurkaan Allah adalah mereka yang tidak taat. Keduanya telah dipersiapkan Allah untuk tujuan-Nya. Benda–benda belas kasihan dikatakan telah dipersiapkan-Nya (proetemesen) dan benda–benda kemurkaan telah menjadi patut untuk kebinasaan (katertismena). Jadi yang pertama berarti mempersiapkan sebelumnya sedangkan yang kedua berarti membiarkannya menjadi sudah patut untuk menjadi benda–benda kemurkaan-Nya. Dengan penjelasan itu Paulus hendak menjelaskan tentang hak dan pelaksanaan. Hak Allah tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Haknyalah untuk memilih, menolak atau untuk bersabar ( F. Davidson, Roma, dalam tafsiran masa kini 3 (tiga ), 1976 : 464).
Berpola kepada kedaulatan Allah maka hak–hak Allah tidak dapat digugat dalam memegang kendali sejarah dalam menetapkan garis keturunan Abraham ( Roma 9:7) yang memilih Yakub bukan Esau (Roma 9:13), yang memilih siapa anaknya siapa tidak, untuk memotong suatu cabang dan mencangkokkannya ketempat yang lain (Roma 11:17-21). Dalam semua tindakan Allah itu, Ia adalah adil sungguhpun nampaknya tidak adil.
Uraian Stephen Bought dan Davidson di atas membenarkan doktrin predestinasi sebab ajaran ini memang terkandung dalam Roma 9 yang dikembangkan Paulus melalui pembicaraan mengenai keselamatan Israel.
Argumen lain yang menentang predestinasi adalah seperti yang dikatakan E. Brunner yaitu bahwa pemilihan harus tidak pernah disebut jika tidak atas dasar pernyataan dalam Yesus Kristus, sebab kita hanya mengetahui keputusan Ilahi dalam Yesus Kristus dan kita tidak dapat mempunyai apa–apa untuk diajarkan tentang ketetapan Allah yang tersembunyi mengenai orang–orang yang tidak menerima janji Yesus Kristus (E. Brunner, 1949 : 347.) Maksudnya bahwa masalah predestinasi tidak dapat dibicarakan diluar Kristus. Sebenarnya Calvin telah menghubungkan pemilihan itu dengan Kristus dengan menunjuk ke Efesus
Menurut Calvin Allah tidak lagi mempertimbangkan kebaikan itu dari manusia sebab itu ia seolah–olah berkata bahwa oleh karena Bapa sorgawi tidak menemukan apa–apa pada manusia untuk dipilih, maka Allah mengarahkan pandangan kepada yang Ia telah urapi dan memilih dari tubuhNya, yaitu tubuh Kristus yang adalah orang yang Ia tarik kepada persekutuan itu. Hal itu berarti kita diadopsi dalam Kristus untuk mewarisi kehidupan kekal. Sebab dengan diri kita sendiri kita tidak mempunyai kesanggupan mendapatkan warisan itu. Jadi pemilihan itu berlangsung dalam Kristus oleh kebaikan Allah semata–mata (Kol 1:12; Kol 1:22; Ef 1:5, lihat Inst. III, XXII, 1).
Masyarakat Sipil
Menurut Calvinisme masyarakat mempunyai dua dimensi yaitu spritual dan politis atau sipil. Dimensi spriritual terarah kepada kesalehan dan hormat kepada Allah, sedang dimensi politis atau sipil terarah kepada tugas-tugas kemanusiaan dan kewarganegaraan. Dalam tugas kewargenegaraan manusia mencari hukum agar orang dapat hidup dalam ketertiban, terhormat dan sabar.
Kedua dimensi ini saling mendukung (Int IV, XIX, 5). Sehingga orang Kristen atas alasan kerohanian yang menyatakan bahwa mereka telah bebas dari segala perhambaan tubuh. Paulus menentang pandangan ini dengan menyatakan bahwa hati nurani terikat kepada hukum sipil. Merujuk ke Roma 13:5 tertulis bahwa kita terikat kepada pemerintah bukan saja karena takut dihukum tapi karena hati nurani. Hal itu berarti bahwa hati nurani juga terikat oleh hukum sipil.
Apakah yang dimaksud dengan hati nurani? Pengetahuan menurut Calvin diperoleh apabila pikiran telah menggenggam pengertian sehingga seorang itu mengetahui pengetahuan tentang diri sendiri, yaitu tentang dosa yang diketahui dan tidak melanggar hukum ilahi, dan jika perasaan itu tidak dapat didiamkan maka perasaan itu disebut hati nurani. Jadi pengetahuan dan hati nurani berjalan bersama-sama. Melalui penjelasan ini seperti dikatakan Paulus bahwa hati nurani bekerja atas pengetahuan atau tentang pikiran yang mendakwa atau memaafkan (Roma 2:15-16).
Jadi melalui penjelasan ini, nyatalah bahwa kita tidak salah mengenakan ajaran Injil tentang kebebasan spritual kepada tatanan politik sebab ada hubungan hati nurani dengan kebenaran objektif. Demikian juga Calvin tidak menyetujui pendapat yang menyatakan bahwa orang kristen tidak perlu mengakui raja atau pemerintahan karena berpendapat tidak perlu lagi peradilan sebab semua itu membatasi kebebasan. Ia menegaskan bahwa pemerintah sipil itu bukan perkara yang kotor dan karena itu antara kerajaan Kristus dan pemerintah sipil tidak terdapat pertentangan, bahkan ia menyamakan pemerintah sipil dengan kerajaan Kristus. Ia tidak berbicara tentang perbedaan tingkatan antara keduanya, tapi Ia menegaskan bahwa kerajaan Kristus sekarang telah memberi pengaruhnya atau kerajaan duniawi. Pemerintahan rohani adalah benar-benar telah dimulai dalam diri kita dibumi ini sebagai suatu permulaan dari kerajaan Allah di dalam kehidupan yang fana yang telah menghasilkan suatu gambaran kebahagiaan yang tidak fana dan tidak berobah. Inilah pengaruh gereja terhadap dunia. Padahal hak lain Calvin juga melihat tugas negara kepada gereja, yaitu untuk melindungi pelaksanaan ibadah kepada Allah, mempertahankan doktrin yang sehat dan kedudukan gereja dan menyesuaikan hidup orang Kristen dalam masyarakat manusia, membentuk sikap sosial untuk kehidupan sipil, mendamaikan satu dengan lain dan memajukan kedamaian dan ketentraman umum (Int IV, XX, 2)
Dengan itu Calvin melihat bahwa gereja dapat mempengaruhi pemerintahan sipil kearah kehidupan yang lebih sejahtera dan pada pihak lain pemerintah menyokong gereja dalam pemberitaan Injil. Secara khusus Calvin membicarakan tugas negara dibidang agama : Negara harus menjaga supaya tidak terjadi penyembahan berhala, penghujatan terhadap Allah dan penghinaan terhadap kebenaran dan pemcemohan agama ( Int IV, XX, 3). Karena itu menurut Calvin perlu ada aturan administrasi sipil yang mengusahakan agar Firman Allah tidak dinodai dan dilanggar secara bebas tanpa hukuman.
Menurut Calvin bahwa Tuhan menetapkan wibawa pemerintah dengan memberikan gelar yang paling terhormat dan secara mengagumkan memujinya kepada kita antara lain : Orang yang melayani dalam pemerintahan disebut Ilah-ilah (Kel 22:8, Maz 82:1, 6). Tujuan ayat-ayat ini adalah menyatakan bahwa mereka yang mendapat amanat dari Allah telah dilantik dengan otoritas Ilahi dan menjadi wakil Allah yang nampak dalam cara bertindaknya. Untuk membenarkan pendapat ini, Calvin merujuk Roma 13;12; 13:1; 13:3,4 dimana dikatakan bahwa tugas pemerintah adalah sebagai pelindung dan penjaga hukum, sehingga orang diperintahi oleh hukum-hukum dan mematuhi pemerintah ( Int IV, XX, 4)
Pemerintah harus menyerahkan kuasanya kepada Kristus, supaya ia lebih tinggi dari semuanya seperti dikatakan bahwa Daud menyuruh semua raja-raja dan pemerintah mencium Allah( Mas 2:10-11). Penciuman Anak Allah tidak berarti bahwa pemerintah dapat berpangku tangan, tetapi sebagai tanda penyerahan kekuasaan kepada Kristus supaya Ia Lebih tinggi dari semua. Hal sama dikatakan oleh Yesaya bahwa raja-raja akan menjadi pengasuh gereja dan permaisuri-permaisuri menjadi ibu pengasuhnya (Yes 49:23). Ucapan-ucapan ini mengisyaratkan bahwa pemerintah menurut Calvin adalah pembela penyembah Allah yang saleh yang sama dengan ucapan Paulus yaitu supaya kita memperoleh kehidupan yang penuh damai dalam segala kesalehan dan kehormatan (1 Tim2:2; lihat juga Inst iv:xx.5).
Calvin juga berbicara tentang pedoman kebijaksanaan. Menurut Calvin pemerintah adalah wakil-wakil Allah. Mereka seharusnya menjaga dengan hati-hati, sungguh-sungguh,dan rajin menjalankan pekerjaannya, untuk menggambarkan kepada orang-orang suatu gambaran dari pemeliharaan, perlindungan, kebaikan, kebajikan dan keadilan Allah. Mereka harus secara terus menerus berpikir bahwa jika semua orang dikutuk karena menipu dan lalai dalam menjalankan pekerjaan pembalasan Allah, lebih lagi orang terkutuk yang memberlakukan dirinya scara menipu dalam panggilan kebenaran (Yes 48:10). Untuk menegaskan kebenaran ini Calvin mengutip ayat-ayat berikut :
“ Berilah perhatian kepada perkara-perkara diantara saudara-saudara dan berilah keputusan yang adil didalam perkara-perkara diantara saudara-saudaramu dan berilah keputusan yang adil diantara perkara-perkara seseorang dengan saudaranya atau dengan orang asing yang ada padanya” Mas 82:1 “ Allah berdiri dalam sidang Ilahi, diantara para Allah, ia menghakimi “ Mas 82:1 “Tuhan bertindak sebagai hakim atas tua-tua dan pemimpin umat-Nya, kamulah yang memusnahkan kebun anggur itu, barang rampasan dari orang tertindas, tertumpuk dalam rumahmu. Mengapa kamu menyiksa umatNya dan menganiaya orang – orang tertindas ?. Demikianlah Firmannya Tuhan, Allah semesta alam (Yes 3:14-15)” (Inst IV XX, 6).
Bentuk pemerintah yang diinginkan Calvin adalah pemerintah Aristokrasi bergabung dengan demokrasi. Hal itu berarti ia menolak pemerintahan ditangan seorang. Adalah lebih aman jika sejumlah orang yang menjalankan pemerintahan, supaya mereka dapat saling membantu, mengajar dan memperingati satu dengan lainnya. Jika seorang berbuat tidak benar maka ada beberapa pemeriksa dan yang mengekang keinginannya. Pendapat ini dibenarkan melalui pengalaman seperti yang dilakukan Tuhan pada orang Israel dalam perjalanan di tanah gurun, sewaktu Tuhan menetapkan pemimpin– pemimpin untuk bekerja sama dengan Musa dan para hakim (Kel 18:13-26, Ul 1:9-17; lihat juga Inst III, XX, 8).
Negara menurut Calvin dapat berbentuk monarki yang terbatas atau sebuah republik dan dapat mempunyai bermacam-macam hukum tanpa kehilangan ciri Calvinisnya. Ciri yang utama dan yang paling penting sebagai prinsip dasar dan politik Calvinis adalah kedaulatan Allah dan kepatuhan terhadap Firman Tuhan. Ciri ini tetap dipertahankan sejak dari kota Genewa, Skotlandia, Belanda dan Amerika (Henry Meeter, 1990, 1992).
Calvinis menghargai hak hak komunitas, karena itu menantang individualisme yang menekankan kebebasan dan memecahkan hukum dan ketertiban. Sejalan dengan itu ia menghendaki pemerintahan yang stabil. Sehingga ia menuntut penghormatan terhadap kekuasaan dan kepatuhan warga kepada pemerintahan sebab Allah menuntutnya.
Pada pihak lain ia sadar bahwa tetap ada saling tarik-menarik antara kekuasaan dan kebebasan yang dapat mengakibatkan yang satu menderita demi yang lain. Untuk menjaga keseimbangan antara dua aspek itu, maka Calvinisme membuat lima macam penyangga:
- Menentang pembentukan satu negara dunia atau suatu kerajaan yang sangat besar. Ia menghendaki negara kecil untuk mengimbangi kuasa diktator ditangan beberapa orang, sehingga bisa dikatakan bahwa ia menentang bentuk kerajaan dan Aristokrasi yang absolut. Walaupun ia menyukai koperasi negara–negara yang bertetangga untuk promosi kedamaian dan pengaturan hak–hak negara, namun ia tidak pernah menyenangi unifikasi. Pandangan ini mengacu kepada sikap Allah terhadap motivasi perbuatan menara Babel.
- Ia tidak menyukai pemusatan kekuatan didalam satu negara besar atau kecil pada beberapa orang saja. Ia menentang kerajaan absolut dan aristokrasi tapi menyukai bentuk republik. Ia menaruh kecurigaan kepada raja-raja dan diktator sebab bertendensi untuk menindas. Bentuk pemerintahan yang dikehendakinya adalah yang konstitusional dengan adanya pengawasan terhadap terhadap pemerintah.
Orang–orang Calvinis menuntut pengadaan konstitusi dimana hak-hak hukum dan kewajiban negara di cantumkan secara jelas. Hak–hak kewarganegaraan tidak cukup jika hanya tertulis dalam piagam sebagai pemberian penguasa kepada rakyat
Untuk mempertahankan hal rakyat diadakan sistem pemerintahan parlementer yang bertugas mengawasi pemerintah. Lebih tegas, rakyat mempunyai hak menyuarakan suara tentang persetujuan atau ketidak-setujuan mereka terhadap pemerintahan. Calvinis mendasarkan pemerintahan konstitusional ini atas Alkitab yang mengatakan bahwa sungguhpun Saul dan Daud langsung diminyaki menjadi raja oleh Allah melalui ImamNya, namun keduanya tidak dinobatkan tanpa persetujuan rakyat. Sewaktu Jerobeam dan raja–raja Israel lainnya yang mengikuti jejaknya menyembah anak lembu emas, Israel diberi tugas untuk menentang kepemimpinan yang demikian.
Dari kedua contoh ini nyatalah bahwa rakyat mempunyai hak mengawasi dan kewajiban mempertahankan hukum Allah dan keadilan terhadap otokrasi dari raja. Calvin bertanya Mengapa pengawasan itu tidak diberlakukan bagi negara ? - Calvinis juga menghendaki pembagian kekuasaan dalam negara yang terbagi atas 3 (tiga) cabang yaitu : Legislatif, Eksekutif dan Judikatif tanpa ada subordinasi antara satu dengan lainnya. Calvinis mengadopsi pembagian kekuasaan tsb walaupun berasal dari Aristoteles agar keotokrasian pejabat negara dapat diawasi.
- Calvinis mendasarkan penjagaan dan hak-hak umum dan kebebasan atas teori kedaulatan dari sikap badan sosial yang berbeda, umpamanya rumah, sekolah, gereja dan perdagangan serta organisasi sosial lainnya. Setiap organisasi didirikan atas dasar prinsip masing–masing dan kepada mereka Allah telah memberi tugas khusus dan keberadaan mereka tidak tergantung kepada negara. Karena itu menurut Calvinism, badan–badan itu berdaulat dalam melakukan tugasnya masing–masing. Dengan itu negara kelihatan bahwa pandangan tersebut membatasi campur tangan pemerintah kedalam setiap bagiannya. Hanya apabila muncul dalamnya suatu kondisi yang merusak kebaikan dari negara, mereka campur tangan pemerintah dalam badan – badan itu atau dalam unitnya dikehendaki.
- Juga Calvinis berbicara tentang hak dan kebebasan dari warga negara terhadap pemerintah pusat. Hal itu berhubungan dengan otonomi daerah. Pandangan Calvinis mengenai pokok tersebut berdasarkan pada pandangannya tentang jemaat. Jemaat menurut pandangan ini sebagai jemaat yang utuh. Badan ini mendelegasikan sebagian dari kekuasaannya kepada klasis atau persidangan yang besar. Beranalogi dengan struktur gereja tersebut, maka kuasa pemerintah pusat dalam hal ini, meliputi sejumlah yang diberikan badan konstituen kepadanya, sedang sisanya tetap berada di tangan daerah. Jadi kuasa dibagi, sebagian dalam pemerintah pusat dan sebagian di daerah. Dengan demikian kuasa tidak terpusat dalam struktur tertinggi dalam negara saja ( Henry Meeter, 1990, 93-95).
Calvinisme berbicara tentang hubungan gereja dengan negara dalam konteks masyarakat Kristen di Eropah atau khususnya Genewa. Tujuan negara termasuk pemerintah kafir adalah memajukan kesalehan dan kesusilaan, tentu dengan tugas ini dapat lebih luas dikembangkan dalam negara yang masyarakatnya adalah Kristen atau oleh pemerintah Kristen sebab dalam negara tersebut Dasa Titah dapat dipakai sebagai inti hukum. Namun Calvinisme menolak Dasa Titah diambil langsung menjadi dasar hukum.negara. Dengan demikian Hukum Taurat bukan menjadi hukum positif tapi sebatas mendasar dan mewarnai hukum negara (De Jonge : 271).
Sejalan dengan itu maka dalam menetapkan undang–undang, ketaatan terarah kepada Allah bukan kepada gereja. Dengan demikian gereja tidak berhak untuk menentukan undang–undang. Kepada gereja diberikan kuasa membentuk dan menjalankan Ius in Sacris, hukum yang berlaku dalam hal–hal suci, sedang Ius Circa Sacra atau hukum disekeliling atau dikeliling yang suci adalah wewenang negara (De jonge : 127). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tugas negara kepada masyarakat bukan mengkristenkan masyarakat sebab tugas ini adalah tugas gereja dengan dukungan pemerintah.
Dari uraian Calvin tentang keikutsertaan warga negara dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang didasarkan atas pandangan bahwa walaupun manusia secara kodrat sudah rusak berat (Total deprivity; Bd Yer 17,9; Roma 3:10-18) namun kodratnya juga ia adalah mahkluk sosial yang mempunyai naluri alamiah untuk menjaga dan mendorong persekutuan. Tidak ada seorangpun manusia yang tidak mengerti bahwa kelompok–kelompok yang walaupun perlu diatur oleh undang–undang, tidak ada yang tidak memahami azas undang–undang itu (Inst II, II, 13). Dari sinilah timbul persetujuan yang tetap dari semua bangsa untuk berhubungan dengan hukum–hukum. Oleh karena benih–benih hukum itu telah tertanam di semua orang tidak hanya guru atau pemberi undang–undang.
Alasan untuk menghormati ilmu pengetahuan diacu Calvin ke Keluaran 31:2-11, 35:30-35, yang mengatakan bahwa pengetahuan Bazalel dan Oholiab yang diperlukan untuk membangun Bait Allah ditanamkan kepada mereka oleh Roh Allah.
Calvin juga menampik, kalau dikatakan bahwa Roh Allah hanya bekerja pada orang–orang saleh, tidak didalam orang fasik. Calvin mengatakan bahwa ada perbedaan pekerjaan Roh dalam orang percaya dan orang fasik. Dalam orang saleh, Roh bekerja untuk menyucikanNya menjadi Bait Allah (1 Kor 3:16), tapi Roh yang sama menggerakkan semua benda, dan Ia berbuat demikian menurut kodrat dari setiap benda yang dianugrahkan kepadaNya menurut hukum ciptaan. Hasil pekerjaan orang itu dalam fisika, dialektika, matematika dan disiplin lain biarlah dipakai orang Kristen (Inst II, II, 16).
Dalam keikutsertaan warga negara dalam mengatur kehidupan negara, maka Calvin mengatakan bahwa ada kemungkinan Allah memakai orang tertentu dari rakyat dengan dan mempersenjatainya untuk menghukum pemerintah yang sewenang–wenang dan membebaskan rakyatnya yang tertindas dengan jalan tidak adil. Jadi Calvin menyambut kemungkinan adanya usaha warga negara untuk memperbaiki negaranya dengan kekerasan dan menganggapnya sebagai intervensi Allah ( Inst IV, XX, 30).
Calvin juga berbicara tentang ekonomi. Ia mengetahui keterikatan manusia yang merusak kepada kekayaan dan simbol–simbolnya. Tapi ia tidak menyangkal realitas uang atau kegunaannya untuk pembangunan masyarakat. Tapi Calvin sadar sekali akan keperluan suatu kebijakan ekonomi yang sehat bukan dalam bentuk kapitalisme tapi dalam penggunaan uang secara bertanggung jawab khusus untuk kebaikan orang miskin. Bahkan uang dipandang sebagai pemberian Allah dan karena itu tidak boleh dipandang hina tapi dipakai secara benar melalui jalan tidak menyakiti sipengguna atau siapapun (Inst III, XIX, 9). Calvin tidak mau memuja kemiskinan seperti Alkitab juga tidak, bahkan ia melihatnya sebagai kutuk, sumber percobaan dan karena itu kemiskinan bukan ditetapkan oleh Allah (Gruchy 1991 : 108). Sama dengan kaum teologi pembebasan, ia tidak menyangkal pentingnya uang sebab menurutnya uang bukan berhala. Uang menjadi berhala jika kita tunduk kepada kuasanya, jika ia menentukan hidup kita dan membentuk masyarakat kita (ibid). Hal ini menyatakan bahwa sebagaimana Calvin, begitu juga kita harus mengekang secara giat kekuatan agresif dari uang dan menggunakannya secara bertanggung jawab untuk kepentingan masyarakat dan mereka yang kekurangan. Mengadakan kekayaan adalah penting, tapi juga penggunaannya secara benar adalah sama penting. Kebijakan ekonomi yang demikian telah dilaksanakan Calvin di Geneva pada awal Reformasi (ibid).
Kesimpulan
Dari uraian di atas tentang pandangan Calvin mengenai Allah, ciptaan dan masyarakat dapatlah disimpulkan bahwa pengetahuan Calvin mengenai Allah berdampak atas pengertian Calvin akan keberadaan dan makna ciptaan dan masyarakatnya, sebab kehendak Allahlah yang menjadi dasar keberadaan dan tujuan segala ciptaan. Oleh karena itu dalam pembicaraan tentang Allah, Calvin membicarakan Allah tidak secara ontologis, tetapi tentang siapa Dia bagi dunia dan manusia.
Siapa Dia diungkapkan Alkitab dengan nama YHWH yaitu Tuhan yang hidup yang menciptakan langit dan bumi, segala jenis binatang yang bernyawa, benda–benda yang tidak bernyawa dan manusia. Ia juga memelihara semua yang diciptakanNya; membebaskan umatNya yang tertindas (Kej 1:3-29, 3:16) dan mengarahkan tujuan ciptaanNya sesuai dengan kodratnya masing-masing.
Pengetahuan kita tentang Allah membuat kita sadar bahwa hidup kita berada dalam pemeliharaanNya. Karena itu kita menggantungkan harapan kita kepadanya saja (Inst I, XV, 22). Pengenalan kita tentang Allah berumber dari pernyataan Allah melalui Firman dan perbuatanNya dalam sejarah dunia yang sekarang disebut dengan istilah jalan atas-bawah, yaitu Tuhan yang diatas menyatakan dirinya kepada manusia yang berada dibawah dan mendengarkannya. Tetapi jalan untuk mengenal Allah itu bukan hanya dari garis atas ke bawah saja tapi juga melalui jalan bawah ke atas. Bahwa dengan mengenal diri sendiri dan keberadaan kita, terutama mengenai keprihatinan utama yaitu tentang dosa–dosa, penderitaan, masalah keselamatan yang tidak pernah dapat didiamkan manusia, kita dapat mengenal Allah yang berkepedulian terhadap manusia. Dengan itu penyataan Allah tentang diriNya menjadi lebih jelas karena pengetahuan itu dialami secara eksistensial. Kata mengenal disini identik dengan kata “ginoskein”, yaitu mengenal bukan dalam jarak tetapi dalam kedekatan persekutuan. Dengan pengenalan demikian maka manusia dapat menaruh pikiran dan perasaannya terhadap Kristus (Kel 2:5) sehingga dapat mewujudkan kehendak Allah dalam dunia ini. Ini berarti bahwa Calvanis selalu mengembangkan iman dalam tantangan realitas kehidupan manusia. Berteologi dari pengalaman realitas kehidupan, menjadikan teologi Calvinis sejajar dengan teologi pembebasan, sebab keduanya membicarakan tentang perbudakan manusia oleh berhala–berhala yang dari-padanya manusia harus dibebaskan (Cruchy 1991, 97).
Orang yang beriman memuliakan Allah tidak terbatas pada penghayatan anugerah Allah didalam perasaan dan batin, tapi terutama dalam menyaksikannya melalui perbuatan ditengah –tengah dunia. Menurut ajaran Calvin, Allah itu berdaulat dan mulia. Manusia harus tunduk kepada kedaulatanNya dan bertingkah laku, bekerja untuk kemulianNya. Ajaran tentang kedaulatanNya telah dirumuskan Calvin dalam doktrin predestinasi. Dalam ajaran itu dikatakan bahwa Allah memilih orang tertentu untuk kehidupan dan Ia juga menolak orang untuk kebinasaan. Pemilihan ini semata–mata atas keputusan Allah dan manusia tidak boleh mempersoalkannya. Pilihan itu adalah tetap dan orang terpilih tidak akan pernah jatuh lagi.
Ajaran predestinasi membuat manusia tidak lagi sangsi atas keterpilihannya. Predestinasi tidak berarti bahwa manusia berhenti mengucap syukur atas anugerah yang diterimanya, tetapi oleh keyakinannya ia berani berjuang dalam masyarakat atau di dunia sekular. Dalam perjuangan ini, kalaupun pelayanannya ditolak ia tidak merasa kecil. Ia tidak meninggikan dirinya kalau perannya diterima dan dikagumi orang. Ia juga tidak menimbun kekuasaannya sebab tujuannya hanya demi kemuliaan Tuhan, karena itu semakin banyak ia bekerja maka ia pun semakin mengecilkan diri dihadapan Tuhan.
Uraian atas pandangan Calvin tentang Allah, penciptaan dan masyarakat sangat luas. Pandangan tentang Allah bergerak terus dan menjadi dasar dari pemberi makna terhadap ciptaan, masyarakat dan manusia. Tetapi uraian Calvin mengenai ciptaan, tumbuh–tumbuhan masih antropo centris sebab semuanya dilihat dari segi kepentingan manusia. Masalah keutuhan ciptaan yang menjadi soal pada abad ke XX – XXI ini, belum menjadi pemikiran kaum Calvinis walaupun Calvin telah sejak awal sudah berbicara tentang ekonomi yang adil. Walaupun masih terbatas, namun ia tidak memisahkan wilayah rohani dan duniawi karena tugas gereja adalah membagikan kerohaniannya kepada negara untuk mencapai kehidupan yang sejahtera (Inst IV, XX, 5).
Pdt. Israel H Sembiring. STh.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.