GEREJA TANPA TINDAKAN NYATA Mat 7 : 21 – 27

GEREJA TANPA TINDAKAN NYATA  

Matius 7 : 21 – 27

Gereja bisa berdiri tanpa gedung, tapi Gereja tidak bisa berdiri tanpa diakonia, karena jantung dari Gereja bukanlah doktrin atau ibadahnya, tapi aksi nyatanya sebagai wakil Allah di dunia.

Gereja yang berkenan bagi Allah bukanlah juga Gereja yang jago koar – koar tentang Tuhan. Yesus mengajarkan : “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku : Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga” (Mat. 7 : 21).

Apa yang harus kita lakukan agar masuk ke dalam Kerajaan Sorga itu ? Jawab orang itu : “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Luk. 10:27). Ini adalah hukum yang utama dan terutama (Mat. 22:36). Tapi siapakah sesama kita manusia itu ?  Pertanyaan yang sama diajukan ahli Taurat itu kepada Yesus, tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus : “Dan siapakah sesamaku manusia?” (Luk. 10:29). Masihkah gereja bertanya siapa kah yang harus mendapatkan pelayanan sementara di dalam jemaatnya sendiri masih banyak yang tidak merasakan kehadiran gerejanya sendiri bagi kehidupannya ?

Dalam perumpamaan Yesus tenntang orang Samaria yang baik hati. Kita dapat melihat siapa kah yang di maksudkan Yesus dengan siapakah sesamaku manusia. Dalam perumpamaan ini tidak jelas siapa yang kena musibah perampokan itu. Teks itu tidak bicara banyak tentang identitas korban, seperti agamanya, suku bangsanya, sikap politiknya, dsb. Tetapi orang Samaria itu hanya melihat seorang manusia yang setengah mati (Luk. 10:30), dia hanya melihat manusia itu sebagai sesamanya. Yesus juga tak pernah mempedulikan identitas dan agama, apalagi kepakaran doktrin dan segudang pengakuan, untuk layak masuk surga. Tetapi dalam perumpamaan orang Samaria jelas sekali dikatakan bahwa dalam tradisi Yahudi dan dari segi apa pun mereka tidak layak masuk surga dan memperoleh kehidupan kekal. Tetapi dalam perumpamaan ini, Yesus melegitimasinya bahwa yang memperoleh hidup kekal adalah dia mengasihi sesamanya manusia.

Yesus tidak pernah bangga mendengarkan khotbah tentang kasih yang selalu di perdengarkan oleh para rabbi agama yahudi,  tetapi Ia bangga kepada kasih terpraktek dalam seluruh kehidupanNya. Banyak sekarang ini yang pakar berkhotbah tentang kasih, tapi jika tanpa mempraktekkannya maka mereka adalah sekumpulan orang – orang yang tak pernah dikenal Yesus dan sungguh mengerikan sebenarnya mereka dicap Yesus sebagai pelaku kejahatan  (Mat 7 : 22 Bd. Mat 25 : 31 – 46). Mereka yang melihat penderitaan dan mendiamkannya hanyalah sekelompok kawanan Kambing dihadapan Tahta Penghakiman. Hanya satu tempat bagi kawanan Kambing ini, sebuah tempat dimana ratap dan kertak gigi menjadi melodi kesehariannya (Mat. 25:31-46). Neraka menjadi bagiannya!

Gereja yang mematikan keran diakonia adalah gereja yang tak berguna serta Gereja yang hanya memfokuskan diri pada ritual ibadah hanyalah sekumpulan manusia berpenyakit neurositosis atau berpenyakit gila dalam konsepsi Sigmund Freud pada analisa psikoanalisanya terhadap agama.

Gereja yang tak pernah peduli pada penerapan kasih bukanlah ibadah yang benar, oleh itulah maka Yesus  menegur  dengan keras para teolog dizamanNya, dengan berkata ; tidakkah kamu baca dalam kitab Taurat, bahwa pada hari-hari Sabat, imam-imam melanggar hukum Sabat di dalam Bait Allah, namun tidak bersalah ? Aku berkata kepadamu : Di sini ada yang melebihi Bait Allah. Jika memang kamu mengerti maksud firman ini : Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah (Mat. 12 : 5 – 7).

Yesus memberi julukan pada jemaatnya sebagai garam. “Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang  (Mat. 5:13). Demikian juga Gereja yang sudah tak lagi menunjukkan cinta kasihnya dalam wujud nyata kepada sesama manusia adalah garam yang sudah tawar, Maka dia bukanlah gereja yang sesungguhnya di kehendaki Tuhan keberdannya di dunia.

Pdt. Eka darma Putra, berkata sepertinya gereja sekarang “Spech To Much Litle Too Act” adalah suatu ketagihan berbicara tentang Allah. Dan mungkin itu yang terjadi pada saat ini dengan gereja – gereja dan senadainya kita (gereja menyadari akan hal itu !

Pekanbaru. 04 Feb 2019

Tinggalkan komentar