GEREJA TANPA TINDAKAN NYATA Mat 7 : 21 – 27

GEREJA TANPA TINDAKAN NYATA  

Matius 7 : 21 – 27

Gereja bisa berdiri tanpa gedung, tapi Gereja tidak bisa berdiri tanpa diakonia, karena jantung dari Gereja bukanlah doktrin atau ibadahnya, tapi aksi nyatanya sebagai wakil Allah di dunia.

Gereja yang berkenan bagi Allah bukanlah juga Gereja yang jago koar – koar tentang Tuhan. Yesus mengajarkan : “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku : Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga” (Mat. 7 : 21).

Apa yang harus kita lakukan agar masuk ke dalam Kerajaan Sorga itu ? Jawab orang itu : “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Luk. 10:27). Ini adalah hukum yang utama dan terutama (Mat. 22:36). Tapi siapakah sesama kita manusia itu ?  Pertanyaan yang sama diajukan ahli Taurat itu kepada Yesus, tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus : “Dan siapakah sesamaku manusia?” (Luk. 10:29). Masihkah gereja bertanya siapa kah yang harus mendapatkan pelayanan sementara di dalam jemaatnya sendiri masih banyak yang tidak merasakan kehadiran gerejanya sendiri bagi kehidupannya ?

Dalam perumpamaan Yesus tenntang orang Samaria yang baik hati. Kita dapat melihat siapa kah yang di maksudkan Yesus dengan siapakah sesamaku manusia. Dalam perumpamaan ini tidak jelas siapa yang kena musibah perampokan itu. Teks itu tidak bicara banyak tentang identitas korban, seperti agamanya, suku bangsanya, sikap politiknya, dsb. Tetapi orang Samaria itu hanya melihat seorang manusia yang setengah mati (Luk. 10:30), dia hanya melihat manusia itu sebagai sesamanya. Yesus juga tak pernah mempedulikan identitas dan agama, apalagi kepakaran doktrin dan segudang pengakuan, untuk layak masuk surga. Tetapi dalam perumpamaan orang Samaria jelas sekali dikatakan bahwa dalam tradisi Yahudi dan dari segi apa pun mereka tidak layak masuk surga dan memperoleh kehidupan kekal. Tetapi dalam perumpamaan ini, Yesus melegitimasinya bahwa yang memperoleh hidup kekal adalah dia mengasihi sesamanya manusia.

Yesus tidak pernah bangga mendengarkan khotbah tentang kasih yang selalu di perdengarkan oleh para rabbi agama yahudi,  tetapi Ia bangga kepada kasih terpraktek dalam seluruh kehidupanNya. Banyak sekarang ini yang pakar berkhotbah tentang kasih, tapi jika tanpa mempraktekkannya maka mereka adalah sekumpulan orang – orang yang tak pernah dikenal Yesus dan sungguh mengerikan sebenarnya mereka dicap Yesus sebagai pelaku kejahatan  (Mat 7 : 22 Bd. Mat 25 : 31 – 46). Mereka yang melihat penderitaan dan mendiamkannya hanyalah sekelompok kawanan Kambing dihadapan Tahta Penghakiman. Hanya satu tempat bagi kawanan Kambing ini, sebuah tempat dimana ratap dan kertak gigi menjadi melodi kesehariannya (Mat. 25:31-46). Neraka menjadi bagiannya!

Gereja yang mematikan keran diakonia adalah gereja yang tak berguna serta Gereja yang hanya memfokuskan diri pada ritual ibadah hanyalah sekumpulan manusia berpenyakit neurositosis atau berpenyakit gila dalam konsepsi Sigmund Freud pada analisa psikoanalisanya terhadap agama.

Gereja yang tak pernah peduli pada penerapan kasih bukanlah ibadah yang benar, oleh itulah maka Yesus  menegur  dengan keras para teolog dizamanNya, dengan berkata ; tidakkah kamu baca dalam kitab Taurat, bahwa pada hari-hari Sabat, imam-imam melanggar hukum Sabat di dalam Bait Allah, namun tidak bersalah ? Aku berkata kepadamu : Di sini ada yang melebihi Bait Allah. Jika memang kamu mengerti maksud firman ini : Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah (Mat. 12 : 5 – 7).

Yesus memberi julukan pada jemaatnya sebagai garam. “Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang  (Mat. 5:13). Demikian juga Gereja yang sudah tak lagi menunjukkan cinta kasihnya dalam wujud nyata kepada sesama manusia adalah garam yang sudah tawar, Maka dia bukanlah gereja yang sesungguhnya di kehendaki Tuhan keberdannya di dunia.

Pdt. Eka darma Putra, berkata sepertinya gereja sekarang “Spech To Much Litle Too Act” adalah suatu ketagihan berbicara tentang Allah. Dan mungkin itu yang terjadi pada saat ini dengan gereja – gereja dan senadainya kita (gereja menyadari akan hal itu !

Pekanbaru. 04 Feb 2019

SUAMI DAN ISTRI MENURUT PERSPEKTIF KRISTEN

SUAMI DAN ISTRI MENURUT PERSPEKTIF KRISTEN

Pdt. Israel H Sembiring

PENGANTAR

Menjadi suami – istri di hadapan Tuhan adalah suatu perjanjian yang bersifat sangat kudus. Oleh karena itu, di dalamnya ada tanggung jawab yang sangat besar dan serius dimana setiap pihak harus menjaga janji kudus tersebut dan bersikap hormat kepada Tuhan, dengan berusaha untuk hidup berlandaskan prinsip – prinsip kebenaranNya di dalam sebuah ikatan pernikahan. Dan ketika menghadapi berbagai kesulitan, setiap pihak harus berusaha dengan penuh pengharapan kepada Tuhan untuk bisa mengatasinya. Oleh itu sangat pantang bagi orang kristen mengikuti pola hidup anak – anak dunia yang baginya mudah untuk menikah, juga kemudian mudah baginya mencari alasan untuk bercerai dan menikah lagi. Cara sedemikian bukanlah cara hidup keteladanan orang Kristen dalam memahami pernikahan[1].

Tulisan ini tidak memuat fakta dan angka tentang perceraian yang terjadi di jemaat GBKP, karena secara umum gereja kita memang tidak memuat statistik data yang akurat soal angka perceraian yang terjadi di kalangan jemaat GBKP secara Sinodal, tetapi yang pasti bahwa tingginya angka perceraian di kalangan jemaat GBKP juga seharusnya menjadi fokus perhatian kita. Sebagai perbandingan secara umum di dalam masyarakat Indonesia merujuk kepada data yang di keluarkan oleh pemerintah Indonesia bahwa tingkat perceraian keluarga Indonesia dari waktu ke waktu semakin meningkat. Pasca reformasi politik di Indonesia tahun 1998, tingkat perceraian keluarga Indonesia terus mengalami peningkatan. Data tahun 2016 misalnya, angka perceraian mencapai 19,9% dari 1,8 juta peristiwa. Sementara data 2017, angkanya mencapai 18,8% dari 1,9 juta peristiwa. Jika merujuk data 2017, maka ada lebih 357 ribu pasang keluarga yang bercerai dalam setahun. Jumlah yang tidak bisa terbilang sedikit. Apalagi terpapar bukti, perceraian terjadi lebih banyak pada usia perkawinan di bawah 5 tahun. Menurut data banyak kasus perceraian dilakukan oleh pasangan yang berusia di bawah 35 tahun dan selain itu, meningkatnya jumlah pernikahan muda selama sepuluh tahun terakhir berbanding lurus dengan meningkatnya angka perceraian. Dalam hal ini salah satu yang patut kita perhatikan bahwa hilangnya makna dari kesakralan sebuah pernikahan. Dulu pernikahan adalah peristiwa sangat sakral. Dan ini berlaku bagi setiap agama manapun. Saat dua orang melakukan perjanjian atas nama Tuhan. Tapi yang terjadi sekarang terjadi pergeseran nilai dan terjadinyas degradasi dari pemaknan pernikahan yang sakral itu[2].

TUJUAN ALLAH ATAS PERNIKAHAN

Allah berfirman “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia”. Dalam sepanjang sejarah kehidupan manusia inilah kalimat yang pertama sekali Allah mengatakan kalimat“tidak baik”, setelah di dalam Kej 1 : 31a, Allah berkata bahwa semua yang telah Ia ciptakan “Sungguh amat baik”. Pernyataan Allah dengan mengatakan “Tidak baik” tersebut secara fokus mengarah kepada keadaan kehidupan manusia, bahwa keadaan manusia yang hidup sendiri adalah tidak baik. Firman Allah tersebut pada saat ini juga adalah suatu kebenaran, karena ada begitu banyak fakta yang menyatakan bahwa hidup sendiri itu memang tidaklah baik, tetapi sungguhlah amat baik jika seorang laki – laki dan perempuan hidup bersama dalam ikatan pernikahan dan membangun kehidupan keluarga yang diberkati Tuhan. Jadi jelas tujuan Allah atas pernikahan adalah menjawab kebutuhan manusia di dalam kesendirianya dan pernikahan itu sekaligus memenuhi tuntutan firman Allah kepada manusia untuk “Beranak cucu dan bertambah banyak ; lalu memenuhi bumi dan menaklukkannya, yang berkuasa atas ikan – ikan di laut dan burung – burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi”(Kej 1 : 28) [3].

PERNIKAHAN ADALAH RENCANA ALLAH

Pernikahan itu sendiri adalah rencana Allah dan melembagakannya sebagai suatu penyatuan yang kudus (Kej 2 : 22). Penyatuan itu menjadi sejarah yang pertama dimana Allah mengumumkan penyatuan antara laki – laki dan perempuan dalam hubungan suami dan istri  serta menjadi prinsip dasar dari sebuah ikatan pernikahan. Adam yang tercipta merasakan bahwa ada yang tidak lengkap dalam dirinya sendiri, Allah mengetahui itu dan oleh itu Allah menciptakan Hawa sebagai pelengkap di dalam kehidupan Adam dan penciptaan Hawa juga adalah sekaligus menggenapkan kemampuan persahabatan manusiawi (Kej 2 : 18 – 22 Bd. Mat 19 : 5 – 6 ; Mrk 10 : 7 – 8 ; 19 : 9). Adam yang dipertemukan dengan Hawa akhirnya memiliki persahabatan  manusiawinya dan persahaban tersebut semakin kuat dan menjadi hubungan yang eksklusif di dalam ikatan pernikahan (Kej 2 : 24). Hubungan pernikahan itu juga semakin intim dan itu adalah hubungan yang paling intim dari segala hubungan manusia dimana laki – laki dan perempuan itu menjadi satu daging (kej 2 : 24 ; I Kor 6 : 16) dan oleh itu, tidak boleh ada pesaing yang ditoleransi untuk merusak hubungan tersebut, karena sifat dari hubungan itu sendiri seumur hidup (Mat 19 : 6 : Mrk 10 : 9).[4]

MENJADI SUAMI ISTRI

Suami adalah seorang yang identitasnya bergubungan dengan seorang istri dan Adam adalah prototype seorang suami dari seluruh umat manusia. Alkitab juga memberikan kepada kita contoh seorang suami yang juga patut menjadi teladan bagi setiap suami saat ini. Dalam uraian ini hanya akan dikisahkan tentang dua orang suami yang layak mendapat sebutan sebagai seorang suami yang ideal yaitu Boas dan Yusuf, dalam gambaran suami ideal itu, Boas dilukiskan sebagai seorang suami yang saleh, seorang petani yang makmur, seorang yang lemah lembut, murah hati, sangat menghargai Rut sebagai seorang perempuan yang baik, menjadikan dirinya penebus bagi Rut dengan bertindak tegas melindungi kehormatan Rut dan bertanggungjawab menyediakan segala kebutuhan materi yang dibutuhkann oleh Rut dan ibu mertuanya (Rut 3). Alkitab juga memberikan gambaran yang serupa tentang Yusuf sebagai suami ideal yang menjadi suami Maria ibunya Yesus. Diceritakan Yusuf sangat mengasihi Maria dengan tulus hati, sehingga Yusuf tidak mau mencemarkan nama baik Maria dan dengan tindakan yang sangat bijaksana dan berani, Yusuf mengambil semua perannya sebagai seorang suami untuk menyertai dan mengarungi kehidupan sebagai seorang suami yang bertanggungjawab terhadap istrinya Maria (Mat 1 : 19)[5].

Sama seperti yang di gambarkan Boas dan Yusuf, demikianlah seorang suami harus mengambil perannya sebagai seorang suami yang dilakukan atas ketaatan kepada hukum kasih Tuhan (Mzm 131 ; Ams 8 – 9 ; Yer 2 : 2 ;Yes 66 :13). Adapun peran yang harus ada pada diri seorang suami, maka pada level jasmani,Adam adalah penyedia substansi bagi seluruh kehidupan istrinya Hawa. Di dalam PB hal itu disebut sebagai kesadaran akan komitmen moral sebagai seorang suami untuk memenuhi seluruh yang diperlukan oleh istrinya (Kej 2 : 18 – 24 ; Bd : 1 Kor 7 : 1 – 7 ; 2 Kor 6 : 16 ; Ef 5 : 15 – 19, 25, 33 ; Kol 3 : 18). Peran seorang suami juga digambarkan secara explisit bahwa seorang suami adalah kepala bagi istrinya dan istri harus tunduk dalam segala sesuatu terhadap suaminya (Ef 5 : 23 – 24 ; Bd. 1 Kor 11 : 3 ; 14 : 34 ; Kol 3 : 18 ; 1 Ptr 3 : 1 – 6 ; 1 Tim 2 : 11 – 14). Seorang suami juga harus memperlihatkan kepemimpinanya sebagai seorang pemimpin di dalam peribadahan (1 Kor 14 : 34 – 35). Merawat istri juga adalah kebajikan yang harus dilakukan oleh seorang suami (Bd. Mal 2 : 13 – 16 ; Ef 5 : 29), dengan lemah lembut menyertainya di dalam setiap pencobaan (Kol 3 : 19) dan sebagai suami yang baik seorang suami harus selalu hidup secara bijaksana kepada istrinya sebagai kaum yang lebih lemah, sehingga tidak pernah ada pemakaian otoritas yang berkelebihan (1 Ptr 3 : 7 ).[6]

Alkitab menjelaskan peran yang mendasar dari seorang istri adalah mendampingi dan menemani suaminya sama seperti peran mendasar seorang suami terhadap istrinya dan hal itu yang terlihat di dalam diri Hawa sebagai seorang istri dan peran itu disimpulkan ketika Hawa yang dijadikan dari tulang rusuk Adam (Kej 2 : 21 – 25). Hawa di peruntukkan untuk “seorang penolong yang sepadan” bagi Adam yang membuat Adam sangat senang dan berbahagia, karena Adam sendiri merasakan dirinya memang tidaklah lengkap tanpa kehadiran Hawa, sehingga dengan sangat antusias dalam pernyatannya Adam memberikan pujian kepada Hawa dengan berkata “inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku” dan perkataan itu sekaligus memberikan gambaran kesatuan identitas yang mendasar dari hubungan suami dan istri (Kej 2 ; 20 ; 23 : 23 – 24). Dalam hal lain kesatuan itu  juga menunjuk kepada frasa akan kesatuan sexual (Kej 2 : 24 ; bd. Amsal 5 : 15 – 19). Dalam kaitan ini Paulus juga menyinggungnya dengan berkata bahwa suami – istri harus bertanggungjawab memenuhi kebutuhan sexualnya secara bersama (1 Kor 1 : 16 ; 7 : 1 – 7). Tuhan juga memberikan mandate kepada manusia ciptaanNYa untuk berkuasa atas tatanan yang telah  Ia ditetapkan yaitu untuk menguasai dan memenuhi bumi, maka oleh itu seorang istri juga harus memaknai perannya untuk melahirkann anak – anak bagi di dalam keluarganya (Kej 1 : 26 – 28 ; 3 : 16). Dalam membina kehidupan keluarga seorang istri juga harus memberikan kebajikan di dalam seluruh hidupnya dan kebajikannya itulah yang akan menjadi keuntungan yang nyata bagi suami dan anak – anaknya, karena puncak pujian terbaik bagi seorang istri adalah ketika pujian itu datang dari suami dan anak – anaknya (Amsal 31).[7]

MENJADI SUAMI – ISTRI YANG BERKOMITMENT

Tidak ada gambaran yang lebih indah seperti yang di gambarkan Alkitab tentang hubungan suami – istri, bahkan tidak ada satupun ilmu filsafat atau kebudayaan apapun yang dapat menggambarkan keagungan, kemulian yang diberikan Allah kepada manusia ciptaanNya itu. Oleh itu Allah juga menetapkan perintahnya terhadap manusia bahwa gambar dan teladanNya itu  tersebut harus menjadi reflektor Allah dibumi, termasuk di dalam hubungan antara suami istri[8]. namun di dalam prakteknya ada banyak kegagalan suami – istri dalam membina hubungannya yang kemudian di ikuti dengan perceraian dan perceraian adalah salah satu dari sekian banyak realitas yang terjadi dalam kehidupan pernikahan dan sayangnya hal itu juga telah meracuni kehidupan keluarga – keluarga Kristen. Seharusnya pasangan suami  – istri haruslah menerima fakta pernikahan itu dan membangunnya dengan cinta kasih yang tidak berkesudahan (1 Kor. 13:1 – 13).

Di dalam kekristenan, janji suami – istri di hadapan Tuhan adalah suatu perjanjian yang bersifat sangat kudus dan janji yang mengikat seumur hidup yang di barengi dengan tanggung jawab yang sangat besar dan serius dimana suami – istri harus mengimani janji pernikahannya sebagai sikap hormatnya kepada Tuhan dan bobot dari penekanan ini juga harus mendasari ajaran gereja tentang kesetian di dalam hubungan suami – istri (Mrk 10 : 9 ; Bd. Mat 19 : 6b ; Luk 16 : 18a)[9]. Kitab Hosea menggambarkan hubungan antara Allah dan bangsa Israel ibarat hubungan suami dan istri dan yang menjadi kata kunci dalam hubungan Allah dengan umatNya itu adalah kasih setia. Demikian jugalah hubungan suami – istri harus di ikat dalam kasih dan kesetian (Hos 6 : 4 – 6). Dalam hal ini Paulus menggambarkan hubungan  itu seperti hubungan Kristus dengan jemaat-Nya. Kristus telah mengorbankan diri-Nya dan mengasihi umat-Nya tanpa pamrih, serta berjanji untuk selalu menyertai umat-Nya (Ef 5 : 28 – 30 ; 1 Kor 13 : 4 – 7). Sama seperti Yesus Kristus yang telah mengasihi umat-Nya, maka suami  – istri yang bersatu dengan Kristus adalah satu anggota tubuh Kristus (1 Kor 12 : 27), dan sama seperti komitmen total yang telah Yesus lakukan dalam kehidupan dan kematian-Nya, hendaknya juga diterapkan dalam hubungan suami – istri, yang juga berkomitmen untuk saling mengasihi dan memerhatikan pasangannya apa pun yang terjadi. Selamat berbahagia dan selamat memegang teguh komitment sebagai suami – istri yang takut akan Tuhan.

                                                                                                            Pekanbaru. Senin 04 Feb 2019

Daftar Pustaka :

Alkitab, LAI. Jl Salemba Raya12, Jakarta. Thn 2000

Andik Wijaya.MD.MRep.Med. “Sexual Holiness”. Andik Wijaya  – Yada Institute. Gramedia 2002.

Dr. J.L.Ch Abineneno. “Manusia, Suami Dan Istri”. BPK Jl. Kwitang 22 Jakarta Pusat.

Leland Ryken. James C Wilhoit. Tremper Longmab III “Kamus Gambaran Alkitab”. Momentum ChristianLiterature.

Ruth Schafer & Freshia Aprilyn Ross “Bercerai : Boleh Atau Tidak” (BPK Gunung Mulia. Jl Kwitang 22. cet ke 2 : 2013) hal, 185 – 186.

http://antoniusstevenun.blogspot.com/2013/05/pdt-stephen-tong-bahaya-perceraian.html

https://www.era.id/read/lYUMBL-fakta-di-balik-tingginya-angka-perceraian-di-indonesia

[1]http://antoniusstevenun.blogspot.com/2013/05/pdt-stephen-tong-bahaya-perceraian.html

[2]https://www.era.id/read/lYUMBL-fakta-di-balik-tingginya-angka-perceraian-di-indonesia

[3] Andik Wijaya.MD.MRep.Med. “Sexual Holiness” (Andik Wijaya  – Yada Institute. Gramedia 2002) hal, 3 – 4.

[4] Leland Ryken. James C Wilhoit. Tremper Longmab III “Kamus Gambaran Alkitab” (Momentum ChristianLiterature) Hal, 750 – 751

[5]  ibid, 750 – 751

[6] Leland Ryken. James C Wilhoit. Tremper Longmab III “Kamus Gambaran Alkitab” (Momentum ChristianLiterature) Hal,1.035 – 1.037.

[7] Leland Ryken. James C Wilhoit. Tremper Longmab III “Kamus Gambaran Alkitab” (Momentum ChristianLiterature) Hal, 420 – 433.

[8] Dr. J.L.Ch Abineneno. “Manusia, Suami Dan Istri” (BPK Jl. Kwitang 22 Jakarta Pusat) Hal, 6.

[9] Ruth Schafer & Freshia Aprilyn Ross “Bercerai : Boleh Atau Tidak” (BPK Gunung Mulia. Jl Kwitang 22. cet ke 2 : 2013) hal, 185 – 186.

SAYA BAPA KELUARGA

SAYA BAPA KELUARGA

IMG_20140705_212927 - CopySaya Bapa Keluarga. Itu adalah prinsip yang sangat pegang, mengetahui artinya sebagai Bapa Keluarga dan oleh itu sangat mengemban fungsi dan tanggung jawab sebagai Bapa di dalam keluarga. Dan sangat bersyukur kepada Tuhan karena dianugrahi tiga orang anak yang menjadi kebahagian kami di dalam keluarga, dua putra dan satu putri adalah kebahagaian yang tiada taranya dari kasih yang diberikan Tuhan.

Saya dan istri saya bukan lahir dari keuarga yang kaya, sejak menikah saya tau istri saya tidak memiliki pekerjaan dan tidak memiliki banyak keahlian, dia tidak sepandai wanita lainnya yang hebat berkarya, wanita karir, memiliki pekerjaan atau pandai berkerja menambah pendapatan keuangan keluarga. Tetapi saya sangat menaruh hormat kepadanya dengan segala kekurangannya, terlepas apa kata orang lain tentang dirinya, bagiku dia adalah istri yang baik, dia telah menjadi ibu bagi anak – anak kami, melakukan pekerjaanya sebagai seorang ibu rumah tangga dan tidak banyak banyak menuntut ini –  itu. Dia adalah kebahagian kami memiliki seorang ibu yang baik dan juga mengerti akan kelebihan dan kekurangannya.

Jika berkarta tentang anak – anak. Anak – anak saya juga, tidak begitu luar biasa, mereka juga di didik menjadi menjadi orang yang tau diri dan sangat bersyukur mereka mengetahui keberadaan kami sebagai orang tuanya dan bagi kami mereka putra – putri kami dan harta kami yang sesungguhnya, dan untuk mereka kami akan selalu ada dan akan selalu memberikan yang terbaik bagi mereka.

Saya Bapa Keluarga, selalu merasa berhutang jika tidak dapat membahagiakan keluarga, merasa berhutang jika tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga, oleh itu mencukupi kebutuhan keluarga  bagi saya adalah sebuah tanggungjawab yang tidak bisa di lalaikan. Dan tentunya sebagai orang tua dan bagaimana umumnya orang tua yang memiliki harapan besar terhadap anak – anaknya, demikian jugalah harapan besar kami terhadap putra – putri kami, yang berharap emnjadi orang penuh hikmat dan kebijaksanaan, memiliki pengetahuan dan memiliki masa depan yang baik.

Saya sebagai Bapa keluarga akan melakukan apa saja untuk mencukupi kebutuhan keluarga saya, karena memang tidak mau anak – anak saya menjadi orang yang tidak memiliki masa depan yang baik, tidak memiliki pekerjaan, hidup dengan terlunta – lunta, saya mau mereka kelak dapat hidup baik, oleh itu saya memang kerja keras, ya kerja keras buat mereka dan keluargaku.

Dalam kerja keras saya, memang saya melakukan pekerjaan melayani sebagai tuntutan dari pekerjaan saya dan juga menjadi distributor sebagi side job saya. Apakah itu salah, apakah saya tidak memiliki iman, apakah saya tidak percaya kepada Tuhan ? sehingga harus melakukan side job yang lain.  Jangan bertanya soal itu, saya sangat percaya kepada Tuhan dan juga jika ditanya soal iman ? saya sangat beriman kepada Tuhan. Lalu kenapa saya harus memiliki side job ?

Mungkin saya akan menjawab dengan judul tulisan ini ‘Saya Bapa keluarga’. Saya tahu dan sangat mengetahui apa yang dibutuhkan keluargaku, apa yang harus saya berikan bagi mereka. Lalu apakah tidak percaya akan kasih dan anugrah Tuhan ? saya menjawab sangat mempercayainya, tetapi  saya juga tidak hanya mau memanfaatkan kata beriman sehingga tidak melakukan apa – apa dan juga memang sangat tidak mau mengkomersialisasi pelayanan saya.

Tuhan memberi kita kemampuan dalam hidup dalam berbagai kemampuan diri dan sangat bersyukur, Tuhan memberi saya berbagai kemampuan, oleh itu saya mengembangkan diri  dengan tidak hanya bersyukur dan mensyukuri saja, tetapi juga harus mengembangkan dan memberdayakan diri di dalam segala hal. Saya Bapa Keluarga dan sangat mencintai keluarga saya dan tidak mau mereka hidup dengan kekurangan, karena saya memang bisa mencukupkan keperluan mereka dengan segala kemampuan yang Tuhan berikan kepada saya.

Pekanbaru. 10 Des 2017.

PENCARI TUHAN BUKAN RATTING NATAL ….

PENCARI TUHAN BUKAN RATTING NATAL ….

Nimbrung menulis soal Natal dan up date status soal Natal di bulan ini …

Di Media Sosial, melihat ada banyak up date status soal Natal, ada banyak berbicara soal Natal, melapor di status ada banyak Natal ini – itu yang dia ikuti, mengumbar seberapa banyak jadwal Natal, bertanya seberapa banyak jadwal Natal, seberapa banyak pendengar, seberapa meriah pesta Natal, seberapa sukses, dsb.

Sekedar mengingatkan saja soal Natal di tulisan kecil ini, semoga Natal, yang penuh dengan acara dan jadwal itu tidak membuat kita hanya mengumpulkan atau mengejar “RATTING NATAL”, lalu mengira itu semua menjadi tolak ukur bahwa Natal tahun ini sangat berkesan, merasa hebat atau wah … dan itu sangat menyenangkan Tuhan.

Jika seperti, maka hal itu sama saja dengan “ORANG FARISI TUKANG HITUNG”. Dalam bukunya Pdt. Eka Darma Putra (MENGUJI ROH) mengatakan ada 7 Jenis “ORANG FARISI” yang saya sebut satu di tulisan ini adalah “ORANG FARISI TUKANG HITUNG” yang menghitung amal kebaikannya, perbuatannya, jadwal berbuat baik, jadwal ibadah yang ia telah lakukan, dan mengira semua itu hebat di mata Tuhan.

Natal itu bukan mencari “RATTING NATAL” maka dari itu ber – Natal – lah dengan hati yang memang rindu akan kehadiran Tuhan, yang mengubahkan hidup, Dia yang kita peringati kehadiranNya di bulan Natal ini adalah memang JURU SELAMAT yang menginginkan pertobatan dari yang menerimaNya sebagai JURU SELAMAT.

Ketahuilah, bahwa manusia dari dulu bahkan sampai saat ini masih sangat membutuhkan JURU SELAMAT oleh itu yang terpenting PERTOBATANNYA bukan “RATTING NATAL “. Selamat Ber – Natal dan mengikuti Natal sebanyak – banyaknya jika memang harus banyak mengikuti acara kegiatan Natal dan semoga dengan Natal yang kita lakoni di tahun ini, benar membuat kita seperti “ORANG MAJUS PENCARI TUHAN” bukan pencari “RATTING NATAL”.

SALAM SELAMAT NATAL
Pekanbaru. Jumat 08 Des 2017.

SEMINGGU ERCAKAP – CAKAP KERNA DEWASA

SEMINGGU ERCAKAP – CAKAP KERNA DEWASA

Seminggu  ercakap – cakap kerna “dewasa” ibas erbage – bage tema, alu pengarapen reh dewasana kerina kegeluhenta ibas kai – kai pe. Mbue pengertin ntah pe defenisi kata “dewasa”, saja banci simpulken, kalak sidewasa eme kalak si enggo ndatken kematangen ibas kerina kegeluhen, eme kalak singgeluh alu dem hikmat ras kebijaksanaan ibas kerina prilaku, cara berpikir ras bertindak. Ibas pengertin sibage rupana melala ungkapen kerna “dewasa” digen  rusur ibelasken ibas erbage – bage ungkapen ntah ibas aktifitas kegeluhen, umpamana :

“Selamat ulang tahun ya, semoga panjang umur, sehat dan apa yang kamu cita – citakan tercapai, juga tambah dewasa”

 “Lampas kam mbelin janah tambah dewasa kam ibas kerina kegeluhen”,”Adi enggo mbelin ula nai bage anak – anak”

 “Jong nguda e pe adi iparaken metua ka nge dungna”

Lit piga – piga ukuren kedewasaan, banci iktaken dewasa secara Fhisik, Moral, Sosial ras dewasa secara Spiritual, umpamana, secara hukum Perdata kalak dewasa ikataken adi umurna enggo 21 thn, erkiteken ianggap enggo mampu mpertanggungjawabken kerina perbahanenna i mata hukum,  ibas undang – perkawinen ikataken 18 thn  enggo dewasa dingen banci erjabu erkiteken lanai ibawah kekuasan orang tua ras menurut ilmu Psikologi sekalak ahli si tergelar Hurlock ngatakenca lit 3 tingkaten menuju kedewasaan ntah ikataken sekalak enggo dewasa 3 eme :

Masa dewasa awal / Young adult : Masa dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, priode isolasi sosial, priode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Kisaran umurnya antara 21 tahun sampai 40 tahun.

Masa dewasa Madya / Middle adulthood : Masa dewasa madya ini  berlangsung dari umur empat puluh sampai enam puluh tahun. Ciri – ciri yang menyangkut pribadi dan sosial antara lain; masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri – ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya dan memasuki suatu priode dalam kehidupan dengan ciri – ciri jasmani dan prilaku yang baru. Perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang – kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan social.

Masa usia lanjut / masa tua/older adult : Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai mati, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun. Adapun ciri – ciri yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosialnya adalah sebagai berikut ; perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, peruban kekuatan fisik, perubahan dalam fungsi psikologis, perubahan dalam sistem syaraf, perubahan penampilan.

Jadi menurut pakar Psikologi enda maka lit sada perdalanen si nggedang menuju kedewasaan. Ibas gerejanta ungkapen kedewasaan pe situhuna teridah arah kategorial si lit ibas gerejanta KA –  KR, PERMATA, MORIA – MAMRE ras LANSIA (Zaitun). Tapia min bage gia maka la kita banci terlepas ukuren usia enggo ngatakenca sekalak dewasa sebab lit ungkapen ngatakenca nina “Setiap orang pasti akan tua. Tapi dewasa itu pilihan dan tidak semuanya mampu ke sana” ertina maka kedewasaan sekalak jelma labo iukur arah usia, sebab melala ka kel nge si idah sekalak singuda dengan bertindak ras berprilaku sebage kalak sidewasa.

Pustaka Si Badia pe melala ngerana kerna kata “dewasa” umpmana : Kej 34 : 24, II Taw 15 : 13, Neh 10 : 28, Yoh 9 : 21, Rom 2 : 20, IKor 3 : 1 ;  I Kor 13 : 11,  I Kor 14 : 20, Ef 4 : 13, Ef 4 : 12, Heb 5 : 14, rsd. Alu bage maka Pustaka Si Badia pe ngerana kerna dewasa, erkiteken memang penting kel kedewasaan ibas kerina kegeluhen terlebih – lebih ibas kegeluhen spiritualta.

Sada minggu kita ngerana kerna “dewasa” alu pengarapen kita semakin dewasa ibas kerina kegeluhen  ibas kai – kai pe, seh maka arah kedewasannta tuhu ermulia Tuhan, ija kita semakin dewasa secara rohani (Heb 5 : 11 – 14), dewasa ibas kerina perkataan (I Kor 13 : 11, Kuan – kuanen 16 : 24 ; 17 : 27 – 28), deawasa ibas pengertin, pikirien ras tindaken (I Kor 14 : 20), la merasa lebih hebat asangken kalak sideban (Flp 2 : 3 – 4).

Sulitkah ? labo memang menukah jadi kalak sidewasa, ibas melaskenca memang cukup menukah banci jadi mesera kel ibas mpraktekkenca, tapi ngarap kita ibas kita ercakap – cakap kerna dewasa ibas sada minggu enda semakin mengalami pertumbuhen kedewasanta ibas kai – kai pe sehku tingkat kedewasaan si sempurna ibas Kristus, erkiteken persadanta ras kristus (Kol 1 : 1 8 ; 2 : 7)       .

Selamat menjadi kalak si dewasa ibas kerina kegeluhen, Tuhan simasu – masu. Pekanbaru. Selasa 21 November 2017

PAGI INI SAYA BERDOA TENTANG MUJIZAT YANG LAIN

PAGI INI SAYA BERDOA TENTANG MUJIZAT YANG LAIN

Saya memperhatikan banyak orang berdoa, mulai dari jemaat biasa bahkan sampai kepada hamba Tuhan berdoa untuk mendapatkan mendapatkan mukjizat. Doa meminta mukjizat supaya lepas dari berbagai persoalan kehidupan, doa mendapatkan mujizat semoga menjadi orang sukses, doa mendapatkan mujizat semoga sembuh dari segala penyakit, doa mendapatkan mujizat semoga disukai bos dan naik jabatan, doa mujizat supaya dan supaya ….

Pagi ini saya mulai berdoa tentang mujizat yang lain, berdoa memohon mujizat itu nyata pada diriku sendiri, berdoa memohon kepada Tuhan menjadikanku mujizat itu sendiri, kehadiranku di kehidupan ini, seluruh yang ada padaku menjadi sebuah mujizat bagi setiap orang, uangku mejadi mujizat nyata bagi yang mebutuhkannya, talentaku mejadi mujizat bagi orang lain, kiranya selama aku hidup, hidupku benar – benar mujizat bagi setiap orang dan itulah mujizat yang nyata bagiku.

Sedikit tulisan pagiku hari ini merenung kembali tentang arti hidup yang sesungguhnya bersama dengan Dia, Tuhan yang benar – benar mujizat bagi setipa kehidupan manusia.

Pekanbaru. Kamis 16 Nov 2017.

NATAL ITU TELAH MENJADI AJANG TEBAR PESONA

NATAL ITU TELAH MENJADI AJANG TEBAR PESONA

Hari Natal memang menjadi bulan sangat religius bagi umat kristen, telah mulai berbagai gereja, instansi, atau pribadi – pribadi memperiapkan diri untuk menyambut Natal dan saya juga telah melihat simbol religious itu mulai dipersiapkan untuk dekorasi pada saatnya nanti tiba.

Ada kerisauan dalam hati saya pribadi, dari tahun – ketahun sepertinya simbol religious itu sudah bukan menjadi simbol iman tapi telah menjadi sebagai symbol euforia. Lagu – lagu natal bukan lagi sebagai kidung syahdu untuk mengingat kesederhanaan palungan, tetapi sudah berubah menjadi lagu untuk mengundang orang datang dan hanya sebagai hiburan.

Akan ada banyak panitia natal yang akan mempersiapkan Snack atau makanan Natal, semoga hal itu bukan sebagai lambang umat yang konsumerisme. Ketika kita bisa menjaga simbol religius itu di hati, maka kita memang tidak akan terjebak akan iman baru yaitu konsumerisme.

Natal bukanlah arena tukar kado dan mendapat kado gaya santa claus (Lucky Draw) yang tak jelas maunya kemana. Natal adalah menerima kado Tuhan yang terbesar yakni keselamatan telah hadir. Itu sebabnya Natal harus berfokus pada palungan yang artinya pengorbanan dan kesederhaan bukan kemewahan dan ajang tebar pesona dan semoga saja natal – natal yang kita lakukan bukanlah hanya sebagai tebar pesona.

Substansi awal untuk mengerti kesederhanaan ‘palungan’ adalah bahwa Tuhan melawat umatNya melalui pribadi yang altruist sejati seperti Jusuf dan Maria yang mempersembah dirinya dipakai untuk sebuah prakarsa agung ‘Imannuel’ sudah sangat jauh. Oleh itu saya kira keluarga dari Nazareth, tidak memerlukan simbol religious dalam arti fisik, tebar pesona, karena mereka sudah bertemu dengan substansi Juruslamat secara Agung itu sendiri.

Doa saya tahun ini sama seperti doa – doa tahun yang lalu ketika menyambut Natal, semoga Natal itu memang menjadi sebuah natal yang sesungguhnya. Selamat Menyambut Natal dalam arti yang sesungguhnya.

Pekanbaru Selasa 14 Des 2017

LUGU BAK NASRUDIN

LUGU BAK NASRUDIN   
(Ini salah satu ilustrasi yang saya suka dan ilustrasinyasering saya pakai dalam khotbah – khotbah saya)

Nasrudin dikunjungi seorang teman yang membawa seekor bebek. Maka nasrudin pun memasak sop bebek dan menyantapnya berdua. Sekitar sejam setelah temannya pulang, datanglah seorang yang sama sekali tidak di kenal Nasrudin. Orang itu berkata, “Aku adalah teman dari teman yang membawa bebek tadi.” Memang masih ada sisa sop bebek itu, namun hanya sedikit sekali. Cepat – cepat Nasrudin menambah air lalu menyajikannya. Sejam kemudian datang lagi seorang yang tidak dikenal dan berkata, “Aku adalah teman dari teman dari teman yang membawa bebek.” Nasrudin bingung. Sisa kuah sop itu sudah tinggal sedikit sekali. Maka Nasrudin menambah lagi air lalu menyajikannya. Baru saja orang itu mencicipi ujung sendok, ia membentak, “Sop apa ini?” Dengan tenang Nasrudin menjawab, “Ini adalah sop bebek dari sop bebek dari sop bebek.”

Pada kesempatan lain Nasrudin sedang berjalan ke kota. Beberapa anak nakal ingin memperdaya dia dan mencuri sandalnya. Mereka berpura-pura meminta Nasrudin mengajar mereka memanjat pohon. Nasrudin pun melepaskan sandal, memasukkan sandalnya ke dalam saku, lalu mulai memanjat pohon. Anak-anak menjadi bengong dan berteriak, “Kenapa sandalnya dibawa?” Nasrudin menjawab, “Barangkali di puncak pohon ada jalan. Aku ingin belajar berjalan di situ.”

Pada suatu hari Nasrudin meminjam sebuah panci besar dari tetangga yang terkenal licik dan serakah. Ketika ia mengembalikan panci itu, dimasukkannya sebuah panci baru yang kecil. Ia berkata, “Pancimu ternyata hamil dan semalam melahirkan anak.” Tanpa mengucapkan apa-apa tetangga itu mengambil kedua panci itu. Seminggu kemudian Nasrudin meminjam lagi panci besar itu. Esok harinya ketika tetangga itu menagih, Nasrudin berkata, “Pancimu semalam telah meninggal dunia.” Tetangga itu marah, “Mustahil, mana ada panci meninggal dunia!” Nasrudin menjawab, “Ketika pancimu hamil dan melahirkan, kamu tidak bilang apa-apa; sekarang pancimu meninggal dunia kamu bilang mustahil.”

Siapa Nasrudin ? Konon ia adalah seorang sufi di Turki pada abad ke – 14. Ada ratusan anekdot tentang Nasrudin yang merupakan paduan humor dan satire (gaya sastra sindiran). Dalam bahasa Inggris saja, ada hampir seratus buku yang berisi koleksi dan analisis cerita Nasrudin.

Tiap anekdot Nasrudin menyimpan sebuah kebenaran. Kebenaran itu sering kali menusuk, namun dikemas sedemikian rupa sehingga pembaca tidak menjadi gusar, melainkan tertawa bahkan menertawakan diri sendiri.

Bagaimana dengan karakter Nasrudin ? Ia digambarkan sebagai seorang yang meyakini suatu keyakinan yang jelas. Cara meyakininya itu selalu bersifat lugu, artinya wajar dan apa adanya. Dengan demikian keyakinannya terungkap dengan sederhana, singkat-padat dan jelas.

Bukankah begitu sebetulnya hakikat sebuah kesaksian ? Kita bersaksi tentang apa yang telah dan tengah diperbuat Allah dalam Kristus. Kita bersaksi tentang sebuah kebenaran yang bernama Kristus. Kita bukan pemilik kebenaran itu. Kita hanyalah “anekdot” yang mengangkut atau mentransportasi kebenaran itu.

Supaya kebenaran itu tiba di alamat dengan jitu. “anekdot’-nya harus jitu pula. Nasrudin menjadi anekdot yang jitu karena sifatnya yang lugu, yaitu wajar dan apa adanya. Ia tidak dibuat-buat.

Ketika Tuhan Yesus menyapa persoalan tentang sumpah seorang saksi kebenaran, ia menegaskan bahwa yang penting bukanlah sumpahnya, melainkan kebenarannya. Ia berkata, “Jika ya, hendaklah kamu katakan : ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan : tidak …” (Mat. 5:37). Apa faedahnya ber sumpah demi ini atau demi itu, kalau kesaksiannya tidak benar. Yang perlu adalah bahwa kesaksian kita sungguh-sungguh benar. Kristus tidak merasa perlu di perindah, di perbesar dan di perhebat dalam kesaksian kita. Apa adanya saja. Wajar saja. Lugu saja. Justru kesaksian yang lugu bisa menjadi kesaksian yang ampuh.

Keluguan itu pula yang membuat pesan kebenaran Nasrudin menjadi ampuh. Coba simak anekdot ini. Nasrudin sedang berdiri di depan pasar yang ramai dengan orang berlalu-lalang. Temannya bertanya, “Mengapa tidak diatur saja berjalan ke satu arah yang sama ?” Nasrudin menjawab, “Kalau semua orang berjalan ke arah yang sama, dunia ini akan miring dan berat sebelah.” Kebenaran apa yang tersembunyi di balik anekdot ini? Bahwa keselarasan tercipta bukan melalui penyeragaman, melainkan justru melalui kemajemukan.

Anda ingin mendengar lagi cerita Nasrudin ? Tidak mungkin semua diceritakan di sini. Tetapi tambahan satu lagi boleh saja. Ini dia.

Nasrudin sedang duduk di tepi danau. Tiba – tiba ada orang tenggelam dan berteriak, “Tolong, tolong !” Langsung orang-orang berteriak, “Berikan tanganmu !” Tetapi orang itu tidak mau mengulurkan tangannya. Lalu Nasrudin mendekat dan berteriak, “Ambil tanganku !” Ketika itu juga orang tadi meraih dan memegang erat tangan Nasrudin. Semua orang heran dan bertanya, “Nasrudin, mengapa dia tidak mau menanggapi teriakan kami ?” Nasrudin Menjawab, “Orang ini terkenal kikir. Ia tidak mau memberi, Ia hanya mau mengambil.”

Apa ? Anda mau satu lagi? Baiklah. Anggap saja ini bonus. Tetapi ini yang terakhir. Ada seorang pemuda makan sebutir telur rebus di warung. Sesudah makan ia pergi tanpa membayar. Setahun kemudian ia kembali lagi untuk membayar. Tetapi pemilik warung berkata, “Memang uangmu ini pas untuk sebutir telur rebus. Tetapi kamu harus bayar seratus kali lipat, sebab dalam waktu setahun telur itu bisa menetas menjadi ayam dan ayam itu bertelur dan telur itu menjadi ayam lagi!” Pemuda itu tidak bisa menerima alasan tersebut. Dibawalah persoalan ini ke pengadilan. Lalu pengadilan memanggil Nasrudin untuk memberi kesaksian. Lama sekali Nasrudin ditunggu, ia sangat terlambat. Hakimpun menegur, “Nasrudin, mengapa kamu terlambat ?” Nasrudin menjawab, “Maaf, Tuan Hakim, aku terlambat karena aku sedang merebus benih gandum untuk ditanam.” Hakim itu langsung menegur, “Aneh betul, masakan benih gandum yang sudah direbus bisa ditanam dan menghasilkan gandum ?” Nasrudin menjawab, “Memang aneh, sama anehnya dengan sebutir telur yang sudah direbus tapi bisa menetas menjadi ayam.”

Nah, itu cerita yang terakhir. Lain kali diteruskan. Apa? Anda minta ekstra lagi ? Wah, rupanya Anda sudah ketagihan cerita Nasrudin. Kalau begitu baiklah. Tapi ini betul-betul yang terakhir.

Nasrudin melakukan perjalanan bersama dua orang kawan. Ia lapar dan ingin membagi roti satu-satunya yang dimilikinya. Tetapi kedua teman yang belum lapar itu berkata, “Besok sajalah! Malam ini kita langsung tidur. Barangsiapa yang mimpinya paling bagus, dia boleh makan roti ini.” Keesokan harinya seorang teman berkata, “Mimpiku sangat bagus. Aku melihat nabi.” Temannya yang lain berkata, “Mimpiku lebih bagus lagi. Aku melihat Tuhan.” Sekarang giliran Nasrudin, Dengan suara perlahan dan kepala menunduk Nasrudin berkata, “Aku tidak melihat nabi dan juga tidak melihat Tuhan. Yang kulihat adalah Istriku. Ia menyuruh aku memakan roti itu. Lalu aku segera bangun dan langsung memakan roti itu. Sekarang roti itu sudah habis.”

Dari buku, Andar Ismail “Selamat Berkiprah”, semoga bermanfaat bagi kita. Tuhan memberkati

PKU. Selasa 08 Feb 2017.

HIDUP SENDIRI TAPI BUKAN UNTUK DIRI SENDIRI

HIDUP SENDIRI TAPI BUKAN UNTUK DIRI SENDIRI

Banyak orang sejak kecil sudah beranggapan bahwa menjadi dewasa berarti menjadi suami atau istri dan ayah atau ibu. Akibatnya, mungkin ia menjadi gelisah atau merasa diri kurang ketika ia belum menikah pada usia dewasa. Lalu orangtuanya mulai bingung dan para tante mulai berbisik – bisik menawarkan jasa baik untuk menjadi “emak comblang”.

Apakah menjadi dewasa berarti harus menikah ? Memang menurut kitab Kejadian, ketika Tuhan menciptakan manusia, Ia pun menciptakan lembaga pernikahan. Tuhan memungkinkan dan memberkati pernikahan. Namun sebuah kemungkinan bukan merupakan keharusan dan tidak selalu harus digunakan. Misalnya, Tuhan memberi kemungkinan kepada manusia untuk berenang. Apakah itu berarti bahwa kita semua harus cakap dan gemar berenang ?

Banyak pula orang melihat keadaan hidup membujang hanya dari segi negatifnya saja, misalnya rasa sepi atau ketidakpastian akan hari depan. Tetapi sebetulnya dalam hidup berkeluarga pun rasa sepi dan ketidakpastian itu dapat terjadi.

Jarang orang melihat bahwa hidup membujang pun ada segi positifnya. Hidup membujang dapat berarti lebih banyak waktu, tidak terikat pada kewajiban – kewajiban sebagai anggota keluarga, lebih banyak kesempatan pengembangan diri untuk karier, profesi, pelayanan kepada gereja atau pengabdian kepada masyarakat.

Pakar psikologi perkembangan, Erik Erikson mengatakan bahwa salah satu ciri kedewasaan adalah sifat generativitas. Yang dimaksud bukanlah berproduksi atau berkembang biak secara biologis, melainkan mengembangkan mutu hidup bagi generasi selanjutnya. Orang yang membujang pun bersifat generatif. Sama seperti orang yang berkeluarga, orang yang membujang pun dapat mewariskan atau menyalurkan kecakapan, pengetahuan dan nilai – nilai hidup kepada generasi selanjutnya. Bahkan orang yang membujang mungkin dapat melakukan pewarisan itu dengan lebih ampuh dan dengan jangkauan yang lebih luas.

Dari sudut itu kita melihat peran orang yang hidup membujang yang membaktikan hidupnya untuk kesejahteraan manusia, seperti Tuhan Yesus, Rasul Paulus, Nabi Yeremia, Pascal, Jean d’Arc, Florence Nightingale, Erasmus, Ibu Theresa dan banyak lainnya. Orang-orang itu hidup sendiri, tetapi mereka tidak hidup untuk diri sendiri, melainkan untuk kalangan yang lebih luas. Siapa yang dapat menyangkal besarnya peranan mereka untuk umat manusia.

Segi – segi positif itu diperlihatkan Rasul Paulus ketika ia menulis, “… Orang yang tidak beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya. Orang yang beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan isterinya, dan dengan demikian perhatiannya terbagi-bagi. Perempuan yang tidak bersuami dan anak-anak gadis memusatkan perhatian mereka pada perkara Tuhan, supaya tubuh dan jiwa mereka kudus. Tetapi perempuan yang bersuami memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan suaminya.” (I Korintus 7 : 32 – 34). Bahkan dalam pasal yang sama Paulus mengatakan bahwa hidup membujang adalah karunia dari Tuhan (ayat 7).

Memang kebanyakan orang dewasa menempuh hidup menikah. Tetapi itu bukan berarti bahwa hidup membujang adalah penyimpangan. Sebagaimana masyarakat mempunyai ruang untuk mereka yang menempuh hidup nikah, demikian juga masyarakat perlu menyediakan ruang bagi mereka yang hidup membujang. Salah satu sifat kemajemukan berlaku di sini: masyarakat kita terdiri dari orang yang menikah dan orang yang membujang. Kehadiran orang membujang perlu diperhitungkan, misalnya dalam liturgi responsive janganlah jemaat dikategorikan sebagai suami atau ayah melainkan pria, sebab tidak semua pria adalah suami atau ayah.

Baik hidup menikah maupun membujang adalah hidup yang utuh, penuh dan wajar. Karena itu orang yang hidup perlu mendapat perlakuan yang wajar. Mereka tidak perlu dikasihani, tetapi tidak perlu pula dikagumi. Mereka tidak usah ditanya mengapa mereka tidak menikah. Hidup membujang bukan tanda hina dan bukan juga tanda mulia. Arti hidup manusia bukan diukur dengan hal menikah atau tidak.

Di Matius 19 : 12, Tuhan Yesus bersabda, “… Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga.”

Dari buku Pdt. DR. Andar Ismail “SELAMAT RIBUT RUKUN”.

PKU. Kamis 09 Feb 2017.

 

TEOLOGI SUKSES

TEOLOGI SUKSES

Saya tertarik kembali membaca ulang buku Ir. Herlianto. MTh tentang “Teologi Su16650422_1903766159909830_694862259_nkses”. Keinginan membaca kembali buku ini, karena sepertinya “Teologi Sukses” secara pelan dan berangsur memasuki gereja – gereja yang sangat memahami pengajaran tentang “Teologi Sukses”.

Beberapa alasan yang menguatkan pandangan saya itu akan saya sebutkan disini walaupun tidak melalui penelitian yang khusus, tetapi rasanya memang paham “Teologi Sukses” telah sukses mempengaruhi banyak Pelayan Tuhan, Jemaat bahkan gereja sendiri sepertinya tidak mempersoalkan itu antara lain yang dapat saya sebutkan :

  • Dalam beberapa pengalaman saya mejadi seorang pendengar dan mendengarkan khotbah banyak sekali saya mendengar khotbah yang disampaikan Pendeta/Penatua/Diaken, sepertinya pengkhotbah tersebut sangat menekankan aspek “kesuksesan dan kemakmuran.
  • Terprakteknya doa – doa, penyembuhan, doa pelepasan, doa yang kemasukan roh, dsb, dimana doa tersebut lebih menekankan aspek mukjizat.
  • Demikian juga halnya dengan berkembangnya model – model ibadah seperti “kebangunan Rohani” walau dengan istilah yang berbeda, tetapi sepertinya model ibadah itu dilakukan lebih mendekati kepada model ibadah “Teologi Sukses”, aspek – aspek liturgy bukanlah lagi suatu hal yang penting.

Ada beberapa hal yang sangat ditekankan oleh gerakan penganut “Teologi Sukses” antara lain yang saya kutip melalui buku ini, antara lain :

  • “Tuhan ingin kamu kaya”. “Teologi Sukses” menekankan moto ini, “Tuhan menginginkan Anda menjadi orang kaya.” Penekanan ini membuat pendengarnya sangat ingin menjadi kaya. Guna mendukung ajaran Teologi Sukses khususnya untuk mendukung ajaran hidup yang kaya dan berkelimpahan, beberapa ayat favorit digunakan dengan tafsiran salah adalah seperti berikut :“Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yohanes 10:10), “Saudaraku yang kekasih, aku berdoa, semoga engkau baik-baik dan sehat-sehat saja dalam segala sesuatu, sama seperti jiwamu baik-baik saja” (3 Yohanes 2),“Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinannya” (II Korintus 8 : 9). Ayat – ayat di atas diartikan sebagai petunjuk bahwa umat Kristen berhak menjadi kaya, hidup dalam segala kelimpahan materi dan duniawi yang berarti banyak uang, hidup berkelimpahan, dan hidup dengan segala kenikmatan. Jelas sekalai para penganut paham “Teologi Sukses” telah melepas konteks dari ayat Alkitab itu sendiri.
  • Berpikir positif. “Berpikir Positif atau Positive Thinking adalah juga merupakan pengajaran yang sangat ditekankan sebagai salah satu metode yang dipraktekkan di kalangan Teologia Sukses, seperti Norman Vincent Peale, Robert Schuller, Paul Yonggi Cho, dsb. Positive Thinking mengajarkan bahwa pikiran manusia memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menghasilkan apa yang ia inginkan. Pada prinsipnya dalam positive thinking ada anggapan bahwa pikiran kita mempunyai kekuatan dalam diri sendiri, dan kekuatan itu dapat dikembangkan untuk mencapai potensi yang penuh. Di sini kekuatan itu dianggap sudah inheren dalam diri manusia, jadi segala sesuatu bisa terjadi atau tidak terjadi bila kita menggunakan kekuatan pikiran. Dalam positive thinking iman sering diberi pengertian yang berbeda dari arti iman dalam Alkitab. Dalam positive thinking, iman diberi pengertian yang artinya kemampuan mengolah kekuatan pikiran atau kekuatan batin (inner power). Pengajaran ini jelas melupakan apa yang di ingatkan oleh Alkitab bahwa, tidak ada ayat dalam Alkitab yang mengajarkan bahwa berpikir positif akan menghasilkan sesuatu apapun yang diinginkan. Alkitab mengajarkan untuk bersandar kepada Tuhan dan bukan pada pengertian diri kita sendiri “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri” (Amsal 3:5).
  • Hal ini juga hampir seluruhnya diajarkan dalam pemahaman “Teologi Sukses”. Visualisasi adalah suatu pengajaran bahwa jikalau seseorang ingin memperoleh sesuatu ia harus mampu membayangkan apa yang diinginkan. Hal ini dapat diumpamakan dengan pekerjaan seorang arsitektur. Seorang Arsitek harus mampu melihat bahwa dalam mengembangkan gagasan rencananya, dia membuat bayangan visualisasi rencana yang dicita-citakan. Ajaran mengenai kekuatan pikiran dan visualisasi menunjukkan dengan jelas sinkretisme dengan ajaran psikologi baru dan perdukunan atau kebatinan, sebab justru praktek-praktek demikianlah yang banyak dipraktekkan dalam psikologi modern, hipnotisme.
  • Kata-kata sugesti. Kata-kata Sugesti adalah metode ketiga di samping berpikir positif dan visualisasi. Para pelopor ajaran sukses seperti Norman Vincent Peale maupun Robert Schuller seiring dengan ajaran psikologi modern, mempopulerkan bahwa “kata – kata yang kita ucapkan mempunyai kekuatan magis.” Kata – kata maupun kalimat-kalimat tertentu bila diucapkan berulang-ulang akan mendatangkan khasiat tertentu bagi yang mengucapkan.
  • Manipulasi ayat – ayat Alkitab. Lebih parah lagi bahwa pengajaran “Teologi Sukses” juga sangat pandai memanipulasi ayat – ayat Alkitab dan sebenarnya ayat – ayat Alkitab yang dikutip lebih banyak digunakan sebagai slogan yang diartikan secara harfiah dan di luar konteksnya, bahwa sering berlawanan dengan arti sebenarnya yang dimaksudkan oleh konteks ayat itu. Jadi ayat Alkitab dijadikan menjadi pendukung ajaran luar yang dimasukkan ke dalam pengajaran kekristenan demi untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.
  • Mengajaran pengajaran “Tidak ada yang mustahil”. Pengajaran ini selalu didasarkan oleh kutipan ayat Alkitab seperti ; “Adakah sesuatu apapun yang mustahil bagi TUHAN ?” (Kejadian 18 : 14a), “Bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin” (Matius 19 : 26) “Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya” (Markus 9:23b), “Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil” (Lukas 1:37), “Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Allah” (Lukas 18:27),“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan keapadaku” (Filipi 4:13), “Sesungguhnya, Engkaulah yang telah menjadikan langit dan bumi dengan kekuatan-Mu yang besar dan dengan lengan-Mu yang terentang. Tiada suatu yang mustahil untuk-Mu” (Yeremia 32:17), “Sesungguhnya, Akulah TUHAN, Allah segala makluk; adakah sesuatu yang mustahil untuk-Ku” (Yeremiah 32:27). Dalam Markus 9 : 23b, Yesus mengatakan kepada ayah anak yang dirasuk setan, bahwa “Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya,” ini menunjuk pada kuasa Yesus yang akan diterima keluarga itu apabila mereka percaya. Jadi bukan “kepercayaan mereka yang dapat mengusir roh itu, tetapi “kepercayaan” mereka memohon belas kasihan Yesus untuk menyatakan kuasa-Nya.
  • Berilah dan Mintalah. Penganut paham “Teologi Sukses” mendasarkan pengajarannya ini berdasarkan ayat Alkitab, antara lain : “Bawalah seluruh persembahan persepuluhan ituke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumahKu dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan” (Maleakhi 3:10),“Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan tumpah keluar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu” (Lukas 6:38),“Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menua sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga” (2 Korintus 9:6). Ya, ayat – ayat ini dipakai untuk memotivasi orang untuk memberikan persembahan, sebab persembahan berarti investasi supaya nanti memperoleh laba atau berkat yang berlipat-lipat.
  • Ibadah dan penyembahan. Dalam ibadah “Teologi Sukses” juga sangat menekankan “Pujian dan penyembahan kepada Allah”, sehingga penekanan pada pujian penyembahan mengakibatkan sedikit tempat untuk menyelidiki firman Tuhan, pleh itu jangan heran penganut paham ini sangat dangkal dalam memahami firman Tuhan dan memang sudah malas mendengar firman karena sudah kelelahan dalam nyanyian penyembahan, sehingga pelayan Tuhan yang menyampaikan firman bisa dengan santai memberitakan firman tanpa harus menggali Alkitab dengan yang sebenarnya.

Ada banyak hal lain yang di ungkapkan oleh Ir. Herlianto. MTh, dalam bukunya tentang pengajaran “Teologi Sukses” dan saya rasa ada baiknya kita memiliki buku ini, sehingga kita dapat memahami apa, bagaimana sebenarnya “Teologia Sukses” … eh, tapi jangan minta sama saya ya … hehehe, saya juga hanya memiliki satu buku dan semoga tulisan kecil ini bermanfaat bagi kita dan bagi pemahaman kita tentang teologia sesuai dengan tahun kita pada saat ini “Belajar Dan melakukan” sehingga dalam memahami Alkitab kita semakin mampu sesuai dengan kehendakNya, Tuhan yang berfirman dalam kitab – Nya.

Pekanbaru. Kamis 08 Feb 2017.