SUAMI DAN ISTRI MENURUT PERSPEKTIF KRISTEN

SUAMI DAN ISTRI MENURUT PERSPEKTIF KRISTEN

Pdt. Israel H Sembiring

PENGANTAR

Menjadi suami – istri di hadapan Tuhan adalah suatu perjanjian yang bersifat sangat kudus. Oleh karena itu, di dalamnya ada tanggung jawab yang sangat besar dan serius dimana setiap pihak harus menjaga janji kudus tersebut dan bersikap hormat kepada Tuhan, dengan berusaha untuk hidup berlandaskan prinsip – prinsip kebenaranNya di dalam sebuah ikatan pernikahan. Dan ketika menghadapi berbagai kesulitan, setiap pihak harus berusaha dengan penuh pengharapan kepada Tuhan untuk bisa mengatasinya. Oleh itu sangat pantang bagi orang kristen mengikuti pola hidup anak – anak dunia yang baginya mudah untuk menikah, juga kemudian mudah baginya mencari alasan untuk bercerai dan menikah lagi. Cara sedemikian bukanlah cara hidup keteladanan orang Kristen dalam memahami pernikahan[1].

Tulisan ini tidak memuat fakta dan angka tentang perceraian yang terjadi di jemaat GBKP, karena secara umum gereja kita memang tidak memuat statistik data yang akurat soal angka perceraian yang terjadi di kalangan jemaat GBKP secara Sinodal, tetapi yang pasti bahwa tingginya angka perceraian di kalangan jemaat GBKP juga seharusnya menjadi fokus perhatian kita. Sebagai perbandingan secara umum di dalam masyarakat Indonesia merujuk kepada data yang di keluarkan oleh pemerintah Indonesia bahwa tingkat perceraian keluarga Indonesia dari waktu ke waktu semakin meningkat. Pasca reformasi politik di Indonesia tahun 1998, tingkat perceraian keluarga Indonesia terus mengalami peningkatan. Data tahun 2016 misalnya, angka perceraian mencapai 19,9% dari 1,8 juta peristiwa. Sementara data 2017, angkanya mencapai 18,8% dari 1,9 juta peristiwa. Jika merujuk data 2017, maka ada lebih 357 ribu pasang keluarga yang bercerai dalam setahun. Jumlah yang tidak bisa terbilang sedikit. Apalagi terpapar bukti, perceraian terjadi lebih banyak pada usia perkawinan di bawah 5 tahun. Menurut data banyak kasus perceraian dilakukan oleh pasangan yang berusia di bawah 35 tahun dan selain itu, meningkatnya jumlah pernikahan muda selama sepuluh tahun terakhir berbanding lurus dengan meningkatnya angka perceraian. Dalam hal ini salah satu yang patut kita perhatikan bahwa hilangnya makna dari kesakralan sebuah pernikahan. Dulu pernikahan adalah peristiwa sangat sakral. Dan ini berlaku bagi setiap agama manapun. Saat dua orang melakukan perjanjian atas nama Tuhan. Tapi yang terjadi sekarang terjadi pergeseran nilai dan terjadinyas degradasi dari pemaknan pernikahan yang sakral itu[2].

TUJUAN ALLAH ATAS PERNIKAHAN

Allah berfirman “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia”. Dalam sepanjang sejarah kehidupan manusia inilah kalimat yang pertama sekali Allah mengatakan kalimat“tidak baik”, setelah di dalam Kej 1 : 31a, Allah berkata bahwa semua yang telah Ia ciptakan “Sungguh amat baik”. Pernyataan Allah dengan mengatakan “Tidak baik” tersebut secara fokus mengarah kepada keadaan kehidupan manusia, bahwa keadaan manusia yang hidup sendiri adalah tidak baik. Firman Allah tersebut pada saat ini juga adalah suatu kebenaran, karena ada begitu banyak fakta yang menyatakan bahwa hidup sendiri itu memang tidaklah baik, tetapi sungguhlah amat baik jika seorang laki – laki dan perempuan hidup bersama dalam ikatan pernikahan dan membangun kehidupan keluarga yang diberkati Tuhan. Jadi jelas tujuan Allah atas pernikahan adalah menjawab kebutuhan manusia di dalam kesendirianya dan pernikahan itu sekaligus memenuhi tuntutan firman Allah kepada manusia untuk “Beranak cucu dan bertambah banyak ; lalu memenuhi bumi dan menaklukkannya, yang berkuasa atas ikan – ikan di laut dan burung – burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi”(Kej 1 : 28) [3].

PERNIKAHAN ADALAH RENCANA ALLAH

Pernikahan itu sendiri adalah rencana Allah dan melembagakannya sebagai suatu penyatuan yang kudus (Kej 2 : 22). Penyatuan itu menjadi sejarah yang pertama dimana Allah mengumumkan penyatuan antara laki – laki dan perempuan dalam hubungan suami dan istri  serta menjadi prinsip dasar dari sebuah ikatan pernikahan. Adam yang tercipta merasakan bahwa ada yang tidak lengkap dalam dirinya sendiri, Allah mengetahui itu dan oleh itu Allah menciptakan Hawa sebagai pelengkap di dalam kehidupan Adam dan penciptaan Hawa juga adalah sekaligus menggenapkan kemampuan persahabatan manusiawi (Kej 2 : 18 – 22 Bd. Mat 19 : 5 – 6 ; Mrk 10 : 7 – 8 ; 19 : 9). Adam yang dipertemukan dengan Hawa akhirnya memiliki persahabatan  manusiawinya dan persahaban tersebut semakin kuat dan menjadi hubungan yang eksklusif di dalam ikatan pernikahan (Kej 2 : 24). Hubungan pernikahan itu juga semakin intim dan itu adalah hubungan yang paling intim dari segala hubungan manusia dimana laki – laki dan perempuan itu menjadi satu daging (kej 2 : 24 ; I Kor 6 : 16) dan oleh itu, tidak boleh ada pesaing yang ditoleransi untuk merusak hubungan tersebut, karena sifat dari hubungan itu sendiri seumur hidup (Mat 19 : 6 : Mrk 10 : 9).[4]

MENJADI SUAMI ISTRI

Suami adalah seorang yang identitasnya bergubungan dengan seorang istri dan Adam adalah prototype seorang suami dari seluruh umat manusia. Alkitab juga memberikan kepada kita contoh seorang suami yang juga patut menjadi teladan bagi setiap suami saat ini. Dalam uraian ini hanya akan dikisahkan tentang dua orang suami yang layak mendapat sebutan sebagai seorang suami yang ideal yaitu Boas dan Yusuf, dalam gambaran suami ideal itu, Boas dilukiskan sebagai seorang suami yang saleh, seorang petani yang makmur, seorang yang lemah lembut, murah hati, sangat menghargai Rut sebagai seorang perempuan yang baik, menjadikan dirinya penebus bagi Rut dengan bertindak tegas melindungi kehormatan Rut dan bertanggungjawab menyediakan segala kebutuhan materi yang dibutuhkann oleh Rut dan ibu mertuanya (Rut 3). Alkitab juga memberikan gambaran yang serupa tentang Yusuf sebagai suami ideal yang menjadi suami Maria ibunya Yesus. Diceritakan Yusuf sangat mengasihi Maria dengan tulus hati, sehingga Yusuf tidak mau mencemarkan nama baik Maria dan dengan tindakan yang sangat bijaksana dan berani, Yusuf mengambil semua perannya sebagai seorang suami untuk menyertai dan mengarungi kehidupan sebagai seorang suami yang bertanggungjawab terhadap istrinya Maria (Mat 1 : 19)[5].

Sama seperti yang di gambarkan Boas dan Yusuf, demikianlah seorang suami harus mengambil perannya sebagai seorang suami yang dilakukan atas ketaatan kepada hukum kasih Tuhan (Mzm 131 ; Ams 8 – 9 ; Yer 2 : 2 ;Yes 66 :13). Adapun peran yang harus ada pada diri seorang suami, maka pada level jasmani,Adam adalah penyedia substansi bagi seluruh kehidupan istrinya Hawa. Di dalam PB hal itu disebut sebagai kesadaran akan komitmen moral sebagai seorang suami untuk memenuhi seluruh yang diperlukan oleh istrinya (Kej 2 : 18 – 24 ; Bd : 1 Kor 7 : 1 – 7 ; 2 Kor 6 : 16 ; Ef 5 : 15 – 19, 25, 33 ; Kol 3 : 18). Peran seorang suami juga digambarkan secara explisit bahwa seorang suami adalah kepala bagi istrinya dan istri harus tunduk dalam segala sesuatu terhadap suaminya (Ef 5 : 23 – 24 ; Bd. 1 Kor 11 : 3 ; 14 : 34 ; Kol 3 : 18 ; 1 Ptr 3 : 1 – 6 ; 1 Tim 2 : 11 – 14). Seorang suami juga harus memperlihatkan kepemimpinanya sebagai seorang pemimpin di dalam peribadahan (1 Kor 14 : 34 – 35). Merawat istri juga adalah kebajikan yang harus dilakukan oleh seorang suami (Bd. Mal 2 : 13 – 16 ; Ef 5 : 29), dengan lemah lembut menyertainya di dalam setiap pencobaan (Kol 3 : 19) dan sebagai suami yang baik seorang suami harus selalu hidup secara bijaksana kepada istrinya sebagai kaum yang lebih lemah, sehingga tidak pernah ada pemakaian otoritas yang berkelebihan (1 Ptr 3 : 7 ).[6]

Alkitab menjelaskan peran yang mendasar dari seorang istri adalah mendampingi dan menemani suaminya sama seperti peran mendasar seorang suami terhadap istrinya dan hal itu yang terlihat di dalam diri Hawa sebagai seorang istri dan peran itu disimpulkan ketika Hawa yang dijadikan dari tulang rusuk Adam (Kej 2 : 21 – 25). Hawa di peruntukkan untuk “seorang penolong yang sepadan” bagi Adam yang membuat Adam sangat senang dan berbahagia, karena Adam sendiri merasakan dirinya memang tidaklah lengkap tanpa kehadiran Hawa, sehingga dengan sangat antusias dalam pernyatannya Adam memberikan pujian kepada Hawa dengan berkata “inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku” dan perkataan itu sekaligus memberikan gambaran kesatuan identitas yang mendasar dari hubungan suami dan istri (Kej 2 ; 20 ; 23 : 23 – 24). Dalam hal lain kesatuan itu  juga menunjuk kepada frasa akan kesatuan sexual (Kej 2 : 24 ; bd. Amsal 5 : 15 – 19). Dalam kaitan ini Paulus juga menyinggungnya dengan berkata bahwa suami – istri harus bertanggungjawab memenuhi kebutuhan sexualnya secara bersama (1 Kor 1 : 16 ; 7 : 1 – 7). Tuhan juga memberikan mandate kepada manusia ciptaanNYa untuk berkuasa atas tatanan yang telah  Ia ditetapkan yaitu untuk menguasai dan memenuhi bumi, maka oleh itu seorang istri juga harus memaknai perannya untuk melahirkann anak – anak bagi di dalam keluarganya (Kej 1 : 26 – 28 ; 3 : 16). Dalam membina kehidupan keluarga seorang istri juga harus memberikan kebajikan di dalam seluruh hidupnya dan kebajikannya itulah yang akan menjadi keuntungan yang nyata bagi suami dan anak – anaknya, karena puncak pujian terbaik bagi seorang istri adalah ketika pujian itu datang dari suami dan anak – anaknya (Amsal 31).[7]

MENJADI SUAMI – ISTRI YANG BERKOMITMENT

Tidak ada gambaran yang lebih indah seperti yang di gambarkan Alkitab tentang hubungan suami – istri, bahkan tidak ada satupun ilmu filsafat atau kebudayaan apapun yang dapat menggambarkan keagungan, kemulian yang diberikan Allah kepada manusia ciptaanNya itu. Oleh itu Allah juga menetapkan perintahnya terhadap manusia bahwa gambar dan teladanNya itu  tersebut harus menjadi reflektor Allah dibumi, termasuk di dalam hubungan antara suami istri[8]. namun di dalam prakteknya ada banyak kegagalan suami – istri dalam membina hubungannya yang kemudian di ikuti dengan perceraian dan perceraian adalah salah satu dari sekian banyak realitas yang terjadi dalam kehidupan pernikahan dan sayangnya hal itu juga telah meracuni kehidupan keluarga – keluarga Kristen. Seharusnya pasangan suami  – istri haruslah menerima fakta pernikahan itu dan membangunnya dengan cinta kasih yang tidak berkesudahan (1 Kor. 13:1 – 13).

Di dalam kekristenan, janji suami – istri di hadapan Tuhan adalah suatu perjanjian yang bersifat sangat kudus dan janji yang mengikat seumur hidup yang di barengi dengan tanggung jawab yang sangat besar dan serius dimana suami – istri harus mengimani janji pernikahannya sebagai sikap hormatnya kepada Tuhan dan bobot dari penekanan ini juga harus mendasari ajaran gereja tentang kesetian di dalam hubungan suami – istri (Mrk 10 : 9 ; Bd. Mat 19 : 6b ; Luk 16 : 18a)[9]. Kitab Hosea menggambarkan hubungan antara Allah dan bangsa Israel ibarat hubungan suami dan istri dan yang menjadi kata kunci dalam hubungan Allah dengan umatNya itu adalah kasih setia. Demikian jugalah hubungan suami – istri harus di ikat dalam kasih dan kesetian (Hos 6 : 4 – 6). Dalam hal ini Paulus menggambarkan hubungan  itu seperti hubungan Kristus dengan jemaat-Nya. Kristus telah mengorbankan diri-Nya dan mengasihi umat-Nya tanpa pamrih, serta berjanji untuk selalu menyertai umat-Nya (Ef 5 : 28 – 30 ; 1 Kor 13 : 4 – 7). Sama seperti Yesus Kristus yang telah mengasihi umat-Nya, maka suami  – istri yang bersatu dengan Kristus adalah satu anggota tubuh Kristus (1 Kor 12 : 27), dan sama seperti komitmen total yang telah Yesus lakukan dalam kehidupan dan kematian-Nya, hendaknya juga diterapkan dalam hubungan suami – istri, yang juga berkomitmen untuk saling mengasihi dan memerhatikan pasangannya apa pun yang terjadi. Selamat berbahagia dan selamat memegang teguh komitment sebagai suami – istri yang takut akan Tuhan.

                                                                                                            Pekanbaru. Senin 04 Feb 2019

Daftar Pustaka :

Alkitab, LAI. Jl Salemba Raya12, Jakarta. Thn 2000

Andik Wijaya.MD.MRep.Med. “Sexual Holiness”. Andik Wijaya  – Yada Institute. Gramedia 2002.

Dr. J.L.Ch Abineneno. “Manusia, Suami Dan Istri”. BPK Jl. Kwitang 22 Jakarta Pusat.

Leland Ryken. James C Wilhoit. Tremper Longmab III “Kamus Gambaran Alkitab”. Momentum ChristianLiterature.

Ruth Schafer & Freshia Aprilyn Ross “Bercerai : Boleh Atau Tidak” (BPK Gunung Mulia. Jl Kwitang 22. cet ke 2 : 2013) hal, 185 – 186.

http://antoniusstevenun.blogspot.com/2013/05/pdt-stephen-tong-bahaya-perceraian.html

https://www.era.id/read/lYUMBL-fakta-di-balik-tingginya-angka-perceraian-di-indonesia

[1]http://antoniusstevenun.blogspot.com/2013/05/pdt-stephen-tong-bahaya-perceraian.html

[2]https://www.era.id/read/lYUMBL-fakta-di-balik-tingginya-angka-perceraian-di-indonesia

[3] Andik Wijaya.MD.MRep.Med. “Sexual Holiness” (Andik Wijaya  – Yada Institute. Gramedia 2002) hal, 3 – 4.

[4] Leland Ryken. James C Wilhoit. Tremper Longmab III “Kamus Gambaran Alkitab” (Momentum ChristianLiterature) Hal, 750 – 751

[5]  ibid, 750 – 751

[6] Leland Ryken. James C Wilhoit. Tremper Longmab III “Kamus Gambaran Alkitab” (Momentum ChristianLiterature) Hal,1.035 – 1.037.

[7] Leland Ryken. James C Wilhoit. Tremper Longmab III “Kamus Gambaran Alkitab” (Momentum ChristianLiterature) Hal, 420 – 433.

[8] Dr. J.L.Ch Abineneno. “Manusia, Suami Dan Istri” (BPK Jl. Kwitang 22 Jakarta Pusat) Hal, 6.

[9] Ruth Schafer & Freshia Aprilyn Ross “Bercerai : Boleh Atau Tidak” (BPK Gunung Mulia. Jl Kwitang 22. cet ke 2 : 2013) hal, 185 – 186.

BERAGAMA YANG MEMBAHAGIAKAN TUHAN

BERAGAMA YANG MEMBAHAGIAKAN TUHAN

(Tulisan ini hanya sekedar bahan pemikiran saya, melihat bagaimana orang Indonesia beragama saat ini, tidak bernuansa politik hanya sebagai kaum awam hanya menuliskan yang terpikir olehnya)

“Negara besar harus berhati besar”, tidak dipungkiri bahwa Indonesia memang adalah Negara yang besar namun sayang sekali bahwa jiwa kebesaran itu tidak bertumbuh pada orang – orang ya502f2e3e91f24ng memeluk agama di Indonesia. Gus Dur seorang tokoh demokrasi Indonesia dan sebagai bapanya “Pluralis” Indonesia  pernah berkata bahwa “Keberagaman yang ada di Indonesia harus disykurui sebagai rahmat yang diberikan oleh Tuhan dan jika menolak keberagaman sama dengan menolak pemberian Ilahi”. Artinya Gus Dur sangat menghargai bahwa perbedaan itu adalah sebua “kodrat” yang harus di terima bangsa Indonesia. Disisi lain Gus Dur juga sangat mendambakan terciptanya “Komunitas Merdeka” dalam masyarakat etnoreligius Indonesia yang heterogen.

Melihat geliat perpolitikan Indonesia saat ini, dan khususnya fenomena Ahok yang baru – baru ini disebut sebagai penista agama dan bahkan mungkin dulu banyak yang telah disebut sebagai penista agama, saya melihat bahwa apa yang dulu di cita – citakan Presiden RI ke 6, Alm. Gus Dur, dengan apa yang sebut “Komunitas Merdeka” ternyata masih sangat jauh dari yang di harapkan. Lagi – lagi agama masih menjadi komsumsi “bisnis “ politik bangsa ini, dan sangat menyedihkan bahwa kaum – kaum beragama memanfaatkan agama sebagai kekuatan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Ya, memang menyedihkan dimana segelintir orang  yang masih kurang memahami makna dari pengertian agama. Melihat geliat perpolitikan Indonesia saat ini seperti yang saya sebutkan diatas hanya karena fenomena Ahok dan banyaknya keributan atas nama agama, ada beberapa pemikiran yang muncul di dalam pikiran saya dan mungkin ini adalah pemikiran yang boleh dikatakan “miring” karena saya sendiri sebagai seorang Pendeta tentu memahami pemahaman teologia dan memegang prinsip – prinsip kepercayaan yang saya pahami.

Dalam tulisan ini saya sendiri ingin melepaskan “ke – egoisan” saya tentang Tuhan, sehingga saya sendiri tidak mau dikung – kung oleh pemikiran “ke – egoisan ber  – Tuhan”, adapun beberapa pikiran saya hendak saya tuliskan antara lain :

  • Tidakkah bisa kita berkat, memahami bersama dan menjadikan Tuhan itu menjadi “Tuhan Bersama” ? Sehingga kita tidak perlu ribut  soal “Tuhan”, klaim – mengkalim bahwa agama kita adalah pemilik Tuhan yang sah ? Bukankah Tuhan yang kita bicarakan itu adalah Tuhan sebagai pemilik alam semesta, penguasa jagat raya, Tuhan segala mahluk hidup termasuk manusia tanpa melihat latar belakang agama dan suku – bangsa ? di dalam pemahaman kita bahwa kita selalu diajarkan dan menyebut Tuhan itu “pencipta dari segala yang ada, maha kuasa, maha  benar, maha adil dan maha kasih”. Jika itu yang diajarkan dan yang kita pahami, maka seharusnya kita sebagai umat bergama menyadari bahwa Tuhan akan nanti, saat ini dan kelak akan melakukan kebenaranNya, keadilanNya serta akan memberikan kasihNya dengan kebenaranNya, keadilanNya dengan kasihNya yang jauh dari pemikiran orang beragama, bahkan bisa jadi Ia Tuhan, mungkin akan berlaku hal yang sama sama kepada orang yang tidak beragama sekalipun, karena Ia memang maha benar, maha adil dan maha kasih, dan saya mulai yakin bahwa Tuhan akan berlaku demikian karena Ia memang Tuhan.
  • Melihat keadaan sekarang dimana masih banyak persoalan kemanusian di negeri ini oleh karena mengatasnamakan agama, apakah kita masih perlu beragama ? bukankah yang kita perlukan adalah Tuhan sebagai sumber dari hikmat dan bijaksana kita ?. Saya meyakini Kristus adalah Tuhan, tetapi saya meyakini bahwa Ia tidak beragama Kristen dan saya mulai berpikir jangan – janga juga orang Kristen hanya berpikir bahwa Tuhan yang disebut dengan Kristus itu adalah miliknya sendiri. Sehingga orang Kristen juga mati – matian membela Tuhannya ? adakah Tuhan perlu dibela umat manusia, saya rasa kita tidak perlu membela Tuhan. Kita memerlukan Tuhan sebagai guru dan teladan kita di dalam kemanusian kita dan jika bicara soal neraka dan surga biarlah semua itu kita serahkan saja kepada Tuhan dan yang penting bagi kita adalah bagaimana kita dapat hidup bersama dengan damai di bumi diciptaan Tuhan.
  • Kita juga harus menyadari bahwa di dunia ini ada ratusan juta dan bahan milyaran manusia yang tidak mengenal “agama formal”. Ada ratusan juta pengikut ateisme, agnotisisme atau “sekularisme”. Perhatikanlah bahwa ratusan juta manusia itu bisa hidup dengan baik “sehat walafiat”, bahkan banyak sekali manusia yang tidak beragama di dunia ini tetapi hidupnya sungguh mulia dengan mulia dengan mendarmakan dirinya untuk umat manusia dan kemanusiaan tanpa harus ada embel – embel agama. Jika kita menyadari hal tersebut, kenapa kita yang beragama dan yang mengetahui tentang Tuhan masih suka rebut hanya oleh karena yang namanya agama ?
  • Apalah artinya beragama dan mengaku – aku sebagai “manusia agamis”, kalau ternyata perilaku individual dan social kita tidak baik, yang terkadang sangat jauh dari norma – norma dan nilai – nilai kemanusiaan, berlaku bengis, “tidak agamis” dan tidak manusiawi. Oleh itu hendaknya umat beragama menyadari bahwa beragama itu seharusnya mampu mengantarkan pemeluknya menjadi “manusia sejati” yang ramah – toleran dengan sesama umat manusia dan alam semesta. Agama hadir, untuk membantu umat manusia agar menjadi individu – individu yang sempurna atau “manusia sejati”. Apalah artinya beragama, jika hanya menurunkan derajat dan kualitas diri kita dari “manusia penuh” menjadi “setengah manusia”.

Sebagai penutup saya ingin berkata, marilah beragama untuk membahagiakan kehidupan kita bersama, seperti pengertian agama itu sendiri “tidak – kacau”. Watak agama itu “antroposentris” (berpusat pada manusia) bukan “teosentris” (berpusat pada Tuhan). Dengan kata lain, manusialah, bukan Tuhan, yang menjadi sasaran dan tujuan utama sebuah agama karena jelas Tuhan tidak membutuhkan agama. Karena manusialah, agama itu ada atau diadakan, agama hadir atau dihadirkan di bumi untuk menata kehidupan manusia supaya tidak kacau, dan sekali lagi semoga Tuhan berbahagia dengan cara kita beragama dan semoga damaiNya Tuhan mendiami seluruh umat manusia, terciptanya “Komunitas Merdeka” di bumi tercinta Indonsesia oleh karena bangsa kita adalah bangsa yang besar dan berjiwa besar. Semoga Tuhan berbahagia dengan agama kita dan dengan cara kita beragama.

Salam Damai Indonesiaku.

Pekanbaru. Minggu 16 Oktober 2016.

 

 

TUHAN TIDAK HAUS PUJIAN !

TUHAN TIDAK HAUS PUJIAN !

“TUHAN TIDAK HAUS PUJIAN” benarkah ? dari kesaksian Alkitab, ya dan benar sekali, “TUHAN TIDAK HAUS PUJIAN”. Oleh itu sebenarnya, tidak harus dan tidak perlu juga memaksa diri memuji – muji Tuhan dengan histeris dan sampai kelelahan seperti yang dilakukan mereka – mereka yang suka histeris bernyanyi yang katanya memuji Tuhan.

Alkitab menyaksikan, Tuhan Allah – lah yang selalu berinisiatif menjumpai umatNya pada waktu dan tempat yang ditunjuk oleh Tuhan sendiri. Oleh itu perjumpaan atau pertemuan antara Tuhan Allah dengan umat selalu merupakan prakarsa atau inisiatif Tuhan sendiri. Dialah yang mengundang umatNya mendekat kepadaNya. Oleh itu dalam sebuah ibadah Tuhan yang tetap menjadi tuan rumah dan umat tetaplah tamu bukan sebaliknya. Oleh itu dalam ibadah Tuhan mau berbicara dan ketika Tuhan berbicara sebaiknyalah umat berhenti berkata – kata, membuka telinga dan hatinya untuk firman. Lalu apakah Tuhan tidak suka mendengar suara kita ? Tentu, Tuhan sangat suka mendengar suara kita, bahkan Ia sangat suka Tuhan mendengar yaitu mendengar umatNya berbicara dan menyampaikan isi hatinya dari lubuk yang paling dalam.

Lalu apa hubungan ya dengan judul diatas “TUHAN TIDAK HAUS PUJIAN” ? bukankah bernyanyi juga juga berbicara pada Tuhan ? Bukankah dalam bernyanyi kita memuji Tuhan ? Bukankah dalam Alkitab kita membaca di katakan Pujilah Tuhan dengan segala alat musik yang ada ? ahhh … yang benar saja, masa Tuhan tidak boleh di puji, kalau begitu untuk apa nyanyian pujian ? tidak usah bernyanyi lebih baik, datang, duduk, diam dengar firman, kami ini punya talenta lho dalam bernyanyi dan kami yakin Tuhan itu pasti senang dengan pujian kami … ahhhh, ada – ada saja ! judul tulisan ini … hehehe.

Benar sekali menyanyi dalam ibadah sangat penting dan bahkan harus ada. Alkitab juga mengatakan segala makhluk dipanggil untuk memuji dan memuliakan nama Tuhan (Mzm 150:1-6). Orang-orang percaya dipanggil untuk memuliakan nama Tuhan salah satunya melalui pujian atau nyanyian. Di dalam Alkitab, kita dapat melihat beberapa istilah menunjuk pada tindakan memuji nama Tuhan seperti: halal/hallelu (Ibr) yang artinya: Puji Tuhan; yadah (Ibr) yang artinya: bersyukur, menyanjung, menyembah ; tehillah (Ibr) yang artinya: memuliakan, memuji, nyanyian pujian; epainos (Yun) yang artinya pujian, penghargaan; aineo (Yun) yang artinya : berkata-kata dalam bentuk pujian; humneo (Yun) yang artinya menyanyi, menyanjung dan memuji dengan sikap khidmat.

Tapi kan ada tapinya …. hehehe. Tujuan utama nyanyian dalam ibadah memang memuliakan Tuhan (glorification), dimana melalui nyanyian dan pujian jemaat mengalami perjumpaan dengan Tuhan, sehingga diharapkan terjadi transformasi dalam hidup jemaat yang beribadah. Oleh itu sangatlah penting diketahui bahwa di dalam setiap ibadah, Tuhanlah yang menjadi pusat perhatian, bukan figur pendeta, liturgis atau penyanyi (song leader/whorship leader) artinya ibadah bukanlah sebuah entertaiment rohani dan panggung kaum rohaniawan mempertontonkan ibadahnya.

Musik dan nyanyian juga memang salah satu mata rantai dalam liturgi yang tidak bisa di pisahkan dari keseluruhan rangkaian ibadah. Tetapi suatu ibadah akan terganggu apabila musik / nyanyian berjalan tidak sebagaimana mestinya. Benar sekali musik dan nyanyian akan memberi bobot / mempertajam pengungkapan makna iman dan perasaan, karena bisa jadi pengungkapan isi hati tidak cukup bila hanya diungkapkan dengan kata-kata. Benar sekali melalui puji – pujian akan tercipta ruang spiritual dan kesadaran tentang kebesaran, kuasa kasih Tuhan dan benar sekali dengan penghayatan tertentu musik dan nyanyian pujian dapat menyegarkan, memperbaharui, bahkan mengubah sikap hidup seseorang (bdk.1 Samuel 16 : 16, 23).

Tapi apakah memang seperti itu sekarang fungsi musik dan nyayian pujian dalam ibadah jemaat saat ini ? belum tentu dan bisa jadi tidak ! terkadang music dan nyayian pujian itu telah mengambil fungsi lain yaitu entertaiment rohani. Dalam Alkitab dikatakan paduan suara memang sudah ada sejak dari jaman Perjanjian Lama. Dalam 1 Tawarikh 6 : 31 – 32 ; 1 Tawarikh 23 : 5 ; 25 : 1 – 8 terdapat kelompok penyanyi menjalankan tugas pujian untuk disampaikan menjadi bagian dalam peribadatan di rumah Tuhan. Bahkan menempati kedudukan khusus dalam ibadat (1 Taw 6:31, 2 Taw 5:11-13). Kelompok paduan suara ini pun memperisapkan dirinya dengan dangat baik sehingga nyanyian pujian yang mereka kumandangkan memang benar memuliakan Tuhan, bukan sekedar keindahan, bukan untuk menggembirakan dan memuaskan kebutuhan spiritual, bukan konser, bukan aktor atau artis ( bd.1 Taw 16:23).

Saya kira kita dapat belajar dari gereja HKBP dimana “Paduan Suara / Koor / Vocal Group” mereka bukanlah sentral dari sebuah ibadah tetpi tetap sebagai pujian dan sebagai sarana pemberitaan firman. Adakah di gereja mereka Song leadaer ya ada, tapi itu pun di tempatkan hanya sebagai penopang dan pemandu, karena sampai saat ini mereka masih menempatkan nyanyian jemaat dari seluruh umat sebagai yang utama bukan sekelompok orang. Dalam hal lain kebiasan dari HKBP jika ada “Paduan suara/ Koor / Vocal Group” yang ingin mempersembahkan nyanyian pujian, maka “Paduan suara / Koor / Vocal Group” itu tetap berdiri di tempatnya menghadap altar, dengan alasan “Paduan suara / Koor / Vocal Group” itu hanya sebagai wakil  dari keseluruhan jemaat menyampaikan pujian khusus kepada Tuhan dan bukan sebagai wakil Tuhan untuk menghibur jemaat. Dan oleh pemahaman itulah mereka tidak mengharuskan ada pujian khusus di setiap ibadah, yang ada adalah nyanyian jemaat secara keseluruhan dan catatan penting dari ibadah mereka bahwa tidak ada kelompok “Paduan suara/ Koor / Vocal Group” yang berani meninggalkan kebaktian setelah mereka selesai menaikkan pujian khusus mereka sebelum semua ibadah berakhir, karena mereka memang memahami “TUHAN TIDAK HAUS PUJIAN”.

Pekanbaru 15 Maret 2016. Pdt. Israel HS Milala.

Teologia Persembahen Persepuluhen

“TEOLOGI PERSEMBAHEN PERSEPULUHEN”

(Labo Guna I Perdebatken Tapi Guna I dalanken)

Ngerana kerna persembahen persepuluhen tetap jadi hal simenarik i cakapken terlebih ibas kegeluhen gerejanta. Sebab lit rusur turah penungkunen kerna persembahen Persepuluhen, umpamana : wajip nge igalari persembaBlogs.J-Vacancy.com_Berkat_Perpuluanhen persepuluhen ras adi wajib apakah harus 1/10 si harus si isehken ku gereja ?. Lit ka pe anggapen persepuluhen e sebage perintah si harus igalari, emaka adi lit kalak si la nggalari persepuluhenna ikataken muat bagin sekerajangen Dibata, payo nge pemahamen si bage rupana ?. Ibas pemahamen sideban, lit anggapen maka adi ibereken pe persepuluhen tapi adi la 1/10 asa penghasilen si idat si  ipersembahken, ikataken kalak sibage nipu ia alu persembahenna ntah la jujur man Dibata, rsd. Pengakap ras Pemahamen sienda me si mekatep ikembangken ras ijadiken alasen guna la nehken persembahen persepuluhen, ntah gia mawen sie pe hanya sebage alasen saja.

Ibas kurangna keseragamen pemahamen kerna persepuluhen, lit ka piga – piga gereja erbahan kebijaken mengganti istilah persepuluhen alu gelar “bagin perpuluhen”, tanpa  isadari maka penggantian ras perubahen gelar e situhuna enggo menggser makna ras pengertin persepuluhen e sendiri. Adi si gar – gari mbue denga banci si idah contoh – contoh kasus kerna pemahamen persembahen persepuluhen si kurang pas ibas praktek ras pelaksananna i gereja. Guna banci lebih jelasna man banta kerna pemahamen “Teologi Persembahen Persepuluhen” terlebih gelah banci simaknai alu payo ibas kegeluhenta selaku kalak si erkiniteken. Piga – piga hal si banci isehken man banta guna banci si pahami kerna “Teologi Persembahen Persepuluhen” eme :

  • Dunia kuno iluar agama Jahudi ras naduh ope denga kekristenen enggo memahamai litna persembahen persepuluhen si imengerti sebage sepersepuluh (1/10) ibas kerina hasil si idat sekalak jelma, jabu ntah kelompok. Sepersepuluh e i hitung ibas kerina hasil juma, ternak ntah pe keuntungen dagang. Janah umumna ibas dunia kuno, sepersepuluh arah hasil juma, ternak ntah keuntungen dagang, ipersembahken man pemerintah duniawi sebage “upeti” ras pe si persembahken guna keagamaan dingen ibas pelaksananna sekalak si atena sinehken persepuluhenna (upeti) arus isehkenna alu sikap simehuli ras teratur.
  • Ibas kitab PL pelaksanaan kerna persembahen persepuluhen sipemena isingetken ilakoken Abraham eme tupung Abraham naluken Kedorlaomer ibas atena mulahi Lot ibas tabanen kalak Sodom, dingen kenca kemenangenna, Abraham mereken sepersepuluh ibas hasil kemenangen man Melkisedek (Kej 14 : 17 – 24). Bagepe ituriken enggo ilakoken Jakup, eme tupung ia erpadan man Dibata, maka isehkenna me persembahen persepuluhen ibas kerina hasil si enggo ibereken Dibata man bana (Kej 28 : 22).
  • Ibas kegeluhen bangsa Israel penetapen persembahen persepuluhen i lakoken menaken ibas zaman Musa (Bil 18 : 24) dingen persembahen e ibereken secara khusus man kaum Lewi si la ndatken bagin taneh ibas taneh perpadanen Dibata, erkiteken kalak Lewi i khususken guna melayani ibas bidang keagamaan (Ibr 9 : 7).

Umumna kalak Israel patuh kel nandangi hukum persepuluhen, bagepe kerna kualitas persembahen si isehken eme arus simehulina. Engkai maka Israel patuh kel ibas nehken persembahen persepuluhen ? piga – piga hal si mendasari kalak e nehken persembahen eme erkiteken :

  • Ibas pemahamen spiritual kalak Israel, nehken persembahen persepuluhen eme hal si wajib ilakoken erkiteken man kalak Israel, persembahen e isehken sebage salah bentuk pengataken bujur man Dibata ras sebage kesaksian pribadi nandangi kalak sideban (Im 27 : 30 ; Mal 3 : 10).
  • Sebage kalak si ersembah kempak Dibata. Maka adi lit kalak Israel si la nehken persembahen persepuluhen, maka kalak e ianggap sebage kalak si la meteh ngataken bujur kempak Dibata. Ertina secara secara spiritual kalak Israel tuhu enggejapken, adi Dibata enggo mereken pasu – pasuNa, maka sie arus ijawab alu nehken pengataken bujur (Bd. Im. 27 : 30 – 34 ; Ul 8 : 10 – 20 ; Mal 3 : 8 – 10. Am 3 : 8 – 10 ; bd.Mat 23 : 23 ; Rom 4 : 12 ; Ibr 7 : 6 – 10 ; I Kor 9 : 7 – 14 ; I Tim 6 : 17 – 18).
  • Lit pe penggunaan persembahen persepuluhen ibas kegeluhen kalak Israel eme i pakeken guna kepentingen : kalak Lewi (Bil 18 : 21 – 24, 26 ; Neh 10 : 37 ; 12 : 44), guna nampati kegeluhen kalak musil, kalak pertandang, janda – janda ras anak yatim bagepe guna pendanaan rumah pertoton (Ul 14 : 21 – 27 ; Mal 3 : 10).
  • Persembahen si isehken pe arus memenuhi kwalitas (simehulina) sebab arah kwalitas persembahen e teridah me sikap pusuh si nehken persembahen e. Ertina lit penggejapen ibas kalak Israel Dibata pe memang ngenehen sikap pusuh kalak sinehken persembahenna (Bdk. Persembahen Kain ras habil ; persembahen Kain i tolak Dibata erkiteken sikap pusuhna ibas nehken persembahen e la mehuli tapi persembahen Habil ialkoken Dibata erkiteken sikap pusuhna memang kin tuhu – tuhu mehuli ibas ia nehken persembahenna. Kej 4 : 3 – 10).
  • Alu bage maka nehken persembahen persepuluhen merupaken hukum kegeluhen agama kalak Israel si arus ilakoken alu dem kiniteken ras sebage lambang kepatuhen nandangi kerina perentah – perentah Tuhan (bd. Mat 23 : 23, 10 : 10 ; Luk 11 : 42. 16 : 16 ; Mat 5 : 20 ; Luk 18 : 11 – 12).

Gerejanta GBKP ibas Sidang Sinode si pe 33 tgl 10 – 17 April 2005 i Suka Makmur, enggo memutusken persembahen persepuluhen merupaken salah sada kekuaten utama ibas ngelitken sumber dana gerejanta, ertina ; keputusen guna mengembangken persembahen persepuluhen e, labo hanya sekedar gelah erkiteken ikut – ikuten ngidah keberhasilen gereja – gereja sideban, tapi keputusen e ibahan erkiteken gerejanta pe memahami, nehken persembahen persepuluhen merupaken sada bentuk persembahen si sangat Alkitabiah dingen la menyalahi secara teologis, sebab adi si nen pe kubas kontek kegeluhen Yesus, maka Yesus ras ajar – ajarNa pe nggalari persembahen persepuluhenna bagi umumna kalak Jahudi nehken persepuluhenna ku rumah pertoton. Bagepe ibas zaman kekristenen mula – mula, nehken persepuluhen  jadi tradisi ibas kegeluhen kekristenen (I Kor 9 : 7 – 14 ; II Kor 8 : 1 – 15 ; Gal 6 : 6 ; I Tim 5 : 17 – 1 : 8 ; Ibr 7). Memang Yesus pernah mandang kalak Farisi sinehken persembahen persepuluhenna erkiteken tupung e kakak Farisi nehken persembahenna alu kemunafiken, lebih mementingken aturen persembahen persepuluhen tapi mengesampingken kegeluhen ibas ndalanken keadilen ras kebujuren, alu la mpraktekken kegeluhen erkeleng ate (bd. Luk 11 : 24 ; 18 : 12).

Ibas kedewasaan kinitekenta sebage kalak kristen, tentu kita pe enggo memahami, nehken persembahen persepuluhen enggo jadi sada kearusenta man Dibata alu penggejapen Tuhan enggo masu – masu geluhta. Banci jadi memang lit pergumulenta ibas nehken persembahen persepuluhen e, umpamana :  Katawari nge si isehken persembahen perpuluhen e ? arah setiap hasil penghasilenta nge kerina ?, wajibkah sepersepuluh i persembahken, rsd. Situhuna sie kerina lanai jadi penungkunenta erkiteken kedewasaan kinitekenta. Ibas bentuk ras waktu pe lanai perlu si persoalken. Kalak Israel nehken persembahen persepuluhenna secara tahunen, erkiteken kalak Israel memang mayoritas perjuma ras ndatken penghasilenna secara tahunen ras eme maka persembahen e isehken ibas setiap tahun sebage bukti dirina kalak si erkiniteken man Dibata ras nggejapken kai pe si lit erkiteken pasu – pasu Dibata. Persembahen e sifatna sekaligus jadi kesaksin ibas kegeluhen erkiniteken. Ibas praktek kegeluhen gerejanta genduari persembahen persepuluhen e, i sehken alu bulanen erkiteken memang kin hasil pendapatennta lanai sekali setahun ngenca tapi pe enggo sialoken alu bulanen ntah tiap paksa, emaka labo salah adi persembahen persepuluhenta ibas tiap bulanna ntah setiap minggu ras labo situhuna lit salahna adi kin setahun sekali maka sisehken, saja si pentingna ibas sie kerina sehkenlah alu pusuh si dem pengataken bujur man Dibata alu penggejapen Ia kap simada kerina sinasa lit ras simasu – masu kegeluhenta.

Pekanbaru 08 Maret 2016.

RUANG KONSITORI

 RUANG KONSITORI

Biasanya jemaat-jemaat Protestan memahami konsistori adalah sebuah ruang “kecil” dan terletak di pojok bagian belakang gereja. Ruang tersebut nampaknya berfungsi imagessebagai tempat Majelis Jemaat berdoa bersama para petugas ibadah pada sebelum dan setelah perayaan ibadah. Pemahaman tersebut tidak salah, tetapi hanya kurang lengkap. Kata konsistori berasal dari consistory (Ing.), tertulis artinya rapat dewan gereja. Informasi tersebut belum memadai menurut tradisi. Uraian berikut malah membuktikan bahwa konsistori sama sekali tidak ada hubungannya dengan kegiatan doa untuk ibadah.

Menurut sejarahnya, yang dimaksud dengan konsistori adalah rapat. Ruang rapat itu disebut consistorium (Lat.), artinya balai, kamar, atau ruangan. Keberadaan konsistorium berasal dari kebiasaan Kaisar mengadakan pengadilan di kamar yang terletak di depan istana. Tradisi konsistorium dari kekaisaran Romawi inilah yang kemudian diadopsi dan diadaptasi ke dalam gereja baik Katolik maupun Protestan. Dalam kamus bahasa Belanda dan kamus sejarah gereja, consistorie berarti rapat pengurus. Dalam tradisi Katolik Roma, konsistori adalah rapat para Uskup Agung atau Kardinal yang dipimpin oleh Paus. Paus memiliki beberapa jenjang konsistori para Kardinal menurut kepentingan dan kegunaannya. Berbeda dengan tradisi Katolik di mana konsistori adalah rapat para klerus, dalam tradisi Protestan konsistori adalah rapat Majelis Jemaat.

Menurut tradisinya, konsistori adalah sidang atau rapat pimpinan gereja untuk memutuskan dan mengatur kehidupan bergereja. Dalam tradisi Katolik Roma yang hierarkis, di mana keputusan ada di tangan Paus, maka konsistorium tidak begitu kentara di Paroki-paroki. Demikian pula di Gereja-gereja Pantekostal, di mana Pendeta Jemaat lebih dominan dalam pengambilan keputusan, konsistorium juga tidak ada. Dalam tradisi Reformasi, di mana ada Dewan Majelis di setiap Jemaat, sangat kentara letak dan fungsi konsistori dan konsistorium.

Jadi, konsistori bukan sekadar ruang, namun sistem kepemimpinan dan pengambilan keputusan gereja. GKI memakai sistem konsistori, yakni bahwa keputusan tertinggi dalam gereja berada pada Persidangan Majelis Jemaat. Kepemimpinan dalam tradisi Reformasi memposisikan anggota jemaat sebagai Majelis Jemaat. Itulah sebabnya, konsistori dalam tradisi Protestan adalah bukan rapat para Kardinal dan konsistorium terdapat di semua gereja Jemaat, melainkan Persidangan Majelis Jemaat.

Keberadaan dan fungsi konsistori dan konsistorium seringkali disalah mengerti. Hingga kini, GKI menggunakan kata “konsistorium” untuk tim kerja pengatur pertukaran pengkhotbah Jemaat-jemaat se-Jakarta. Biasanya yang duduk di konsistorium memang Majelis-majelis Jemaat, namun tidak mengambil keputusan strategis sebagaimana halnya Persidangan Majelis Jemaat. Konsistori juga seringkali dipahami sebagai ruang persiapan liturgi pada sebelum dan setelah ibadah, namun jauh dari kesan aktivitas rapat Majelis. Saya tidak pernah mendengar jemaat GKI menyebut rapat Majelis sebagai konsistori, dan terdengar salah kalau menyebut ruang Majelis itu sebagai konsistorium. Jemaat umumnya mengonotasikan konsistori sebagai ruang di belakang yang sebenarnya lebih tepat disebut konsistorium.

Di Sinode GKI atau di Klasis-klasis tidak ada konsistorium, karena wujud fisik Sinode GKI adalah kantor, bukan gereja. Konsistorium di Jemaat-jemaat GKI umumnya terletak di belakang ruang ibadah. Ada yang satu lantai dengan ruang ibadah, ada pula yang beda lantai. Hanya beberapa Jemaat menempatkan konsistorium di depan atau di samping ruang ibadah. Sebenarnya tidak ada ketentuan letak konsistorium di satu Jemaat. Peran dan fungsi konsistori jauh lebih penting daripada letak konsistorium. Bahwasanya dengan konsistori yang terdiri dari umat merupakan jiwa teologis Gereja-gereja Reformasi bahwa umat berperan aktif dalam kehidupan dan pembangunan Jemaat.

Copas, Blog GKI.

GEREJA YANG BERDIAKONIA ?

2016-02-18 07.41.37GEREJA YANG BERDIAKONIA ?

(Tulisan ini lahir dari kongkow di warung kopi dan saya pikir ada baiknya dituliskan, mana tau ada sebab akibat yang diakibatkan setelah tulisan ini dibaca oleh yang berminat … hehehe … selamat membaca)

Di dalam konsep Diakonia, gereja seharusnya lebih melibatkan diri dalam bentuk pelayanan kasih kepada dan untuk kesejahteraan manusia yang diwujudnyatakan melalui tindakan nyata, dengan melakukan pembebasan terutama bagi mereka yang miskin dan tertindas sebagai wujud nyata kepatuhannya kepada firman dan cinta terhadap  sesama manusia. Dan memang sudah seharusnyalah gereja mengambil sikap dalam menyikapi masalah – masalah sosial masyarkat (jasmani) umpamanya peduli kepada orang yang tidak cukup makan – minum, peduli kepada yang tidak dapat membayar biaya kesehatan, kepada yang tidak dapat membayar biaya pendidikan anak-anak mereka, atau menciptakan lapangan kerja bagi mereka yang tidak memilki pekerjaan, dsb.

Oleh itu adalah sangat baik jika gereja lebih menggiatkan pelayanan diakonianya serta berlahan – lahan mengurangi pengeluaranya yang hanya sebatas pesta kemeriahan gerejawi yang hanya bersifat sementara, menghabiskan dana yang cukup banyak dan mulailah meninggalkan cara pelayanan diakonia yang hanya sebatas pelayanan seremonial. Gereja haruslah membuka matanya lebih lebar untuk melihat bahwa masih banyak anggota jemaatnya yang hidup di dalam kemiskinan, yang tidak memiliki harta benda, hidup serba kekurangan oleh karena rendahnya penghasilan mereka untuk mencukupi keperluannya.

Gereja adalah manifestasi keberadaan Allah di dunia artinya selain melakukan persekutuan untuk memuliakan Tuhan Allah, gereja juga adalah sebagai perpanjangan tangan Tuhan Allah untuk mewujudkan tujuanNya untuk datang kedua dunia yaitu melakukan pelayanan kemanusian sampai Ia datang kedua kali. Dalam Lukas 4 : 14 – 21 jelas sekali tanpa penafsiran yang rumit, kita mengetahui Yesus berbicara tentang kehidupan jasmani manusia, ketika Ia mengatakan ; “Roh Tuhan ada pada-Ku oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin ; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang”. Bukan kah perkataan Yesus ini seharusnya teraplikasi dengan baik di dalam kehidupan gereja dan bukankah seharusnya gereja lebih  mengedepankan pelayanan tersebut serta menyelesaikan masalah – masalah jasmani kehidupan manusia tersebut ?

Secara harafiah, Diakonia dalam bahasa Ibrani disebut dengan “syeret” yang berarti memberikan pertolongan atau pelayanan. Dalam terjemahan bahasa Yunani, kata diakonia disebutkan diakonia (pelayanan), diakonein (melayani), dan diakonos (pelayan). Dan secara luas pada zaman Perjanjian Baru diartikan menyiapkan makanan sebagai korban kepada dewa-dewi  dan pada masa itu kata ini memang tidak memiliki arti yang “terhormat” karena digunakan hanya untuk para pelayan dan para hamba namun pada perkembangannya diakonia lebih diartikan melayani dalam arti umum untuk melayani kebutuhan jemaat.

Dalam praktek pelayanannya gereja memang telah melakukan pelayanan diakoninya yang di kenal dengan Diakonia karitatif  yaitu pelayanan diakonia dengan pelaksanaan memberi langsung kepada mereka yang membutuhkan dan lebih bersifat tanggap – darurat, dan dalam sisi baiknya diakonia ini dibutuhkan dalam pelayanan tertentu. Dalam perjalan waktu pelayanan diakonia mengalami pererkembangan pemahaman yang disebut dengan Diakonia Reformatif  sifat dari pelayanan diakonia sebenarnya masih hampir sama dengan diakonia karikatif oleh karena pelayanan diakonia reformatif ini pun tidak merubah pondasi dasar pelayanan diakoni karena tetap saja dilakukan atas dasar belas kasihan. Akhir – akhir ini istilah diakonia kemudian lebih berkembang dengan sebutan diakonia transformatif dalam pengertiannya sifat dari pelayanan ini lebih mendekati dengan apa yang dimaksudkan Yesus dalam Luk 4 : 14 – 21. Bukankah itu yang dimaksudkan Allah ketika ketika kita merujuk kembali ke PL ketika Tuhan Allah melepaskan bangsa Israel dari penindasan di Mesir dan menempatkan bangsa Israel di Tanah Kanaan yang sangat subur atau yang dimaksudkan Yesus ketika Ia berkata dalam mat 6 : 25 – 34 dimana Yesus menginginkan agar seluruh umat manusia terlepas dari rasa khawatirnya setiap saat (hari) tentang apa yang akan dia makan dan minum serta apa yang akan ia pakai ?

Lalu kapankah diakonia transformatif itu dapat terrealisasi dengan baik dan benar ? hal itu kembali tergantung kepada gerejanya. Jika gereja hanya masih ingin menghibur dirinya, menyibukkan diri dengan kesenangannya sendiri, maka hal tersebut akan sulit tercapai, terlebih – lebih jika mimbar gereja tidak lagi dipakai bagaimana seharusnya dalam mengkomunikasikan firman Allah dengan maksud Allah yang sesungguhnya.

Gereja seharusnya sadar dengan pemahaman teologinya dan memang harus membuka mata lebih lebar, melihat bahwa di dalam jemaatnya atau di kehidupan sosial masyarakat yaitu peduli kepada orang miskin yang tetap miskin dari dulu bahkan menjadi jemaat yang warisan jemaat yang miskin turun – temurun ? Johanes Calvin pernah berkata firman tidak hanya boleh berada diatas mimbar atau dengan kata lain diakonia tidaklah hanya boleh sekedar berada di altar, namun firman harus menyentuh kehidupan manusia dalam pelayanan gereja, sehingga firman tidak lagi hanya sebatas pemuasan nafsu kerohanian belaka. Haruskah nantinya gereja nmendapat kritikan dari Yesus sama seperti Yesus mengkritik orang farisi pada zamanNya yang hanya mementingkan aspek kerohanian tapi tidak mempraktekkan kasih kepada sesamanya.

Gereja adalah manifestasi keberadaan Allah dan gereja adalah refrensentasi tubuh Kristus yang merasakan penderitaan orng lain dan harus menjadi perpanjangan tangan Tuhan Allah untuk mewujudkan tujuan Tuhan Allah berada di dunia untuk melakukan pelayanan kemanusian dan jika gereja masih tidak meyadari itu maka sia – sialah ia sebagai gereja.

Pekanbaru 16 Feb 2016. Pdt. Israel H Sembiring.

FIRMAN ALLAH KEKURANGAN KUASA-NYA !

JANGAN – JANGAN FIRMAN ALLAH KEKURANGAN KUASA-NYA !

C. E. B. Cranfield “The First of Epistle of Peter” 1950. Sesuatu yang menyedihkan bagi kehidupan gereja zaman ini adalah masih banyak jemaat yang menuntut khotbah yang lebih pendek dan lebih ringan serta menyenangkan dan tidak sedikit dari mereka yang berdiri di mimbar yang siap mengikuti dan memenuhi permintaan jemaat ini. Ini merupakan suatu lingkaran setan : jemaat yang dangkal menciptakan pendeta yang dangkal dan pendeta yang dangkal membuat jemaat menjadi dangkal. “Pendapat Cranfield masih relevan hingga hari ini” (Copy Paste dari status FB, Pdt. Andreas Pranata Milala. 22 – 09 – 2015)

Bagiku secara pribadi status ini sangat menarik untuk dikaji, dan sedikit pandangan saya tentang status diatas :

1) Meningat status diatas saya mengingat kembali khotbah saya beberapa minggu yang lalu tetapnya 13 – 09 – 2015. Dengan brerkata :
SEANDAINYA SAJA !

  • Seandainya saja gereja tidak sibuk bermain gereja – gerejaan
  • Seandainya saja tidak ada nubuat – nubuatan
  • Seandainya saja tidak ada penglihatan kontemporer situasional
  • Seandainya saja tidak doa – doan
  • Seandainya saja tidak ada urap – urapan
  • Seandainya saja tidak ada Khotbah – khobahan
  • Seandainya saja tidak ada bisnis nabi – nabian
  • Seandainya saja tidak ada bisnis minyak urapan
  • Seandainya saja tidak ada bisnis air baptisan
  • Seandainya saja tidak ada bisnis Wisata – wisataan
  • Kalau di daftar tentu banyak lagi … !
  • Seandainya semua “FOKUS PADA KRISTUS” dan seandainya saja terjadi
  • gereja dan umatNya pasti akan bersinar, bagaikan kota yang terletak di atas gunung !

2) Dalam hal “PENGAJARAN”. Dalam hal perkataan dan pengajaran Yesus dalam kitab – kitab Injil, saya kira kita sangat perlu memahanminya secara arif dan bijaksana. Kalu kita memperhatikan pengajaran Yesus jelas Ia, meng – counter cara hidup legalistik dan normatif orang – orang Yahudi yg kental semasa hidup – Nya. Jadi sebenarnya, Yesus menyampaikan kebanyakan pengajaran – Nya itu sebagai pernyataan sikap terhadap kondisi keberagamaan saat itu. Bukan hendak menegakkan aturan moralitas baru atau sekedar menyenangkan pengikutNya !. Dalam sisi lain kita melihat, Yesus justru memperlihatkan bahwa yang namanya supremasi agama itu sama sekali nggak penting. Yesus, melalui pengajaran dan pelayanan-Nya selalu memberi ketegasan bahwa yg jauh lebih penting dari tegaknya agama adalah terwujudnya Kerajaan Allah (the reign of God).

Jika pertanyaannya masih relevenkah ? saya kira sangat masih relevan dan saran saya seharusnya gereja kembali menempatkan “PEMBERITAAN FIRMAN SEBAGAI SENTRAL” dalam setiap ibadah. Dalam hal ini tentu kita sangat memerlukan kesadaran gereja dan gembalanya. Jika gereja dan gembalanya tetap mengikuti permintaan jemaat maka tentu hal seperti diatas akan terjadi. Tetapi bila gereja/gembala mengkaji ulang apa yang ia telah lakukan selama ini maka mungkin kedepannya akan terjadi perubahan di dalam diri gereja dan jemaatnya. Oleh itu saran saya : Janganlah menempatkan acecoris ibadah, melebihi dari firman. Khotbah tetaplah menjadi central dalam ibadah dan itulah yang dilakukan Yesus. Setujukah kita ? pertanyannya memang kembali MAU DIBAWA KEMANA GEREJA DAN UMATNYA ? Dan pertanyaan saya kembali, Apakah dulunya Yesus atau para Rasul berkhotbah di dahului oleh “ACECORIS PEMANASAN” sehingga URAPAN SURGAWI TURUN? atau “JANGAN – JANGAN FIRMAN ALLAH TELAH KEHILANGAN KUASANYA”

Selamat Merenungkannya.

Pekanbaru 02 Feb 2016

SEDIKIT CATATAN, SETAHUN PELAYANAN PENATUA DAN DIAKEN GBKP PRIODE 2014 – 2019

SEDIKIT CATATAN, SETAHUN PELAYANAN
PENATUA DAN DIAKEN GBKP PRIODE 2014 – 2019
Tulisan ini bukan bermaksud memberikan kritikan terhadap kinerja Pentua dan Diaken tetapi lebih kepada perenungan, setelah kurang lebih setahun Penatua dan Diaken GBKP memenuhi panggilannya sebagai hamba Tuhan di prioode 2014 – 2019 dan tentunya juga tulisan ini sekaligus sebagai introspeksi diri sendiri bagi penulis atau pelayan lainnya.

Shalom.
Kita patut bersyukur kepada Tuhan, karena gereja kita GBKP di dalam perkembangannya tidaklah hanya bertumbuh pada pertumbuhan fisik saja, tapi juga mengalami peningkatan secara kuantitas dan kualitasnya, terlebih setelah beberapa tahun melaksanakan program tahunannya dan dengan program Tahunannya itu juga kedepannya GBKP diharapkan semakin mampu menumbuh kembangkan GBKP sebagai gereja yang dewasa dalam menghadirkan dirinya sebagai gereja yang melambang kehadiran Kerajaan Allah di dunia dan khususnya bagi seluruh jemaat GBKP sendiri.

Dalam upaya menumbuh kembangkan gereja itulah GBKP tetap memperlengkapi gereja dengan pelayan – pelayannya yang berkualitas dan dengan tujuan itulah GBKP melakukan mekanisme pemilihan (dauran) yang diadakan 5 tahun sekali, yaitu khusus untuk mendapatkan pelayan (Penatua dan Diaken) yang berkualitas. Namun terkadang hasil pemilihan tersebut tidak seperti yang diharapkan atau sedikit memberikan rasa kecewa bagi jemaat (gereja) dan dalam hal ini pula, suka atau tidak suka jemaat (gereja) harus menerima yang terpilih dengan legawa. Artinya bahwa tidak semua memang sosok Penatua dan Diaken terpilih itu sesuai dengan harapan semua warga Jemaat, bahkan dalam kenyataan, ada Penatua dan Diaken yang kurang bisa diterima di PJJ Sektor atau wilayahnya sendiri pun bisa terpilih kembali oleh dukungan dari sektor lain atau juga yang terjadi sebaliknya. Padahal melalui proses pemilihan (dauran) tersebut, besar sekali harapan akan adanya perubahan pelayanan yang lebih baik dari pelayan yang terpilih.

Kurang lebih setahun sudah berjalan proses pemilihan (dauran) Penatua dan Diaken Priode 2014 – 2019 dan tentunya sangat besar harapan jemaat bahwa hasil pemilihan (dauran) tersebut bukan hanya sekedar terjadinya “dauran” atau “penyegaran” saja, tetapi lebih dari itu sangat diharapkan munculnya pelayan – pelayan gereja yang berkualitas, yang memiliki semangat baru, gagasan baru dan paradigma baru di dalam pengembangan pelayanan gereja, sehingga dapat menggerakkan dan memotivasi jemaat secara aktif di seluruh kegiatan gerejawi.

Kurang lebih telah setahun telah terpilih Penatua dan Diaken priode 2014 – 2019, tentunya juga jemaat sangat berharap Penatua dan Diaken, mengimani panggillannya sebagai orang yang terpilih. Dalam hal ini jemaat memang mengakui ada kelemahan dan kekurang sempurnaan diri seorang Penatua dan Diaken yang terpilih. Tetapi itu bukanlah alasan bagi seorang pelayan, justru jika hal tersebut dijadikan sebuah alasan, maka hal tersebut akan selalu melahirkan sorotan tajam dari jemaat ataupun hanya berbentuk ungkapan negatif. Dalam hal ini sebaiknyalah sang pelayan, tidak perlu membela diri dengan berbagai alasan yang terkadang menyakitkan hati jemaat. Tetapi sebaiknya dan alangkah indahnya jika Penatua dan Diaken bersikap legawa, terbuka dan dengan ketulusan hati, menerima penilaian (evaluasi) apa pun itu dari jemaat serta menjadikannya sebagai bagian dari proses pendewasaan dan pembelajaran diri.

Kurang lebih setahun perjalanan pelayanan Penatua dan Diaken priode 2014 – 2019, ada baiknya juga setahun perjalanan itu, dijadikan moment penilaian diri dengan bijaksana serta meperhadapkan semua pertanggungjawapan pelayanannya kepada Tuhan dan dengan harapan melalui penilaian diri tersebut kedepannya ada kesadaran diri dari seorang Penatua dan Diaken sehingga lebih mau dan memampukan diri meningkatkan kualitas dirinya sebagai pelayan.

Setahun pelayanan Penatua dan Diaken priode 2014 – 2019, adalah waktu yang cukup sebagai waktu yang cukup bagi seorang Penatua dan Diaken menilai diri, apakah ia mampu menjadi panutan dalam iman, moral dan sosialnya dalam kehidupan berjemaat dan bermasyarakat ? karena keberhasilan dan penilaian seorang Penatua dan Diaken GBKP sangat ditentukan oleh cara laku, cara ucap, cara pandang, cara bincang, cara tanggap dalam setiap kehidupan pelayanannya apakah ia memiliki hati yang bersih dan visi yang jernih untuk melayani Tuhan.

Oleh semua penilaian tersebut, maka kedepannya memang sangat diharapakan Penatua dan Diaken GBKP priode 2014 – 2019, semakin mengenal dirinya sebagai pelayan, semakin mau serta memampukan dirinya untuk bertumbuh dan berkembang di dalam pelayanannya. Selamat melayani dan melayanilah 4 tahun kedepan dengan sungguh – sungguh serta penuh dengan tanggup jawab kepada Tuhan kita Yesus Kristus kepala gereja, seperti pesan Paulus kepada seluruh pelayan gereja ; “apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia” (Kolose 3 : 23).

Pekanbaru 17 Sept 2015.

HUKUM PARETO DALAM BISNIS DAN KEPEMIMPINAN

HUKUM PARETO DALAM BISNIS DAN KEPEMIMPINAN

Pada suatu hari, tiga bos dari perusahaan sambil beristirahat mengobrol, berbicara tentang masalah keterampilan kepemimpinan. Salah seorang boss mengatakan permintaannya terhadap stafnya sangat tinggi dan sangat ketat, tetapi seiring waktu, dia menemukan bahwa para stafnya menjadi sangat pasif, dan semangat kerja hanya bertahan sebentar, ketika dia sedikit lengah, semuanya telah bermalas-malas, sehingga ia mengeluh stafnya tidak ada yang profesionalisme, harus selalu diawasi baru melakukan pekerjaan.

Bos yang lain beranggapan semua karyawannya adalah orang dewasa, benar-benar tidak harus seperti mendisiplinkan anak untuk mendidik mereka, sehingga dia lebih “melepaskan” mereka untuk bekerja mandiri, mendorong karyawan untuk melakukan dengan baik bagian dari pekerjaan mereka sendiri, tidak harus dikendali dan diawasi terus menerus oleh Boss, bahkan dia jarang ke kantor kecuali ada meeting penting. Tetapi kemudian dia menemukan bahwa karyawannya semakin lama para karyawan semakin tidak disiplin, seperti pasir yang berantakan, jadi dia mengeluh, dia begitu fleksibel dan tidak menekan terhadap karyawannya, tetapi mereka tidak tahu untuk menghargainya dan bekerja seenaknya.

Sedangkan bos yang ketiga didalam perusahaannya semua staffnya sangat profesional, hal tersebut telah disaksikan oleh semua orang, lalu dua bos yang lain meminta nasehat dan rahasia keberhasilan perusahaannya. Dia mengatakan saat ini sangat populer “Hukum Pareto 28” (aturan 80-20), yang berarti: dalam sebuah kelompok, seringkali 20% orang melakukan 80% pekerjaan; sebaliknya bisa juga terjadi 80% orang melakukan 20% pekerjaan.

Prinsip 80/20 atau yang lebih dikenal dengan Prinsip Pareto, adalah salah satu prinsip paling penting bagi manajemen waktu dan produktifitas.
Prinsip Pareto ditemukan oleh Vilfredo Pareto, seorang Ekonom terkenal Italia, yang menemukan bahwa orang-orang di lingkungannya, secara alamiah terbagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok “Penting yang sedikit” yang berisi 20 persen orang teratas dalam bidang keuangan serta pengaruh dan kelompok “sepele yang banyak” yang berisi 80 persen orang terendah.

Di kemudian hari, Vilfredo Pareto menemukan ternyata prinsip 80/20 ini berlaku pada seluruh kegiatan ekonomi dan kehidupan..
20 persen dari pekerjaan kita menentukan 80 persen dari hasil yang kita peroleh.
20 persen pelanggan kita menentukan 80 persen dari total penjualan Kita.
20 persen produk kita menentukan 80 persen dari total Keuntungan Kita.
Berdasarkan Prinsip Pareto ini, bisa kita simpulkan bahwa dari 10 pekerjaan yang harus kita kerjakan, ada 2 pekerjaan yang nilainya lima bahkan sepuluh kali lipat atau lebih dibandingkan 8 pekerjaan yang lain.

Pada 20 persen pekerjaan terpenting itulah, kita harus memusatkan tenaga dan pikiran kita, bukan pada 80 persen yang tidak penting. Bagaimana mengapikasikannya dalam dunia usaha ? Bagi pelaku usaha, berikut ini ada dua cara, bagaimana cara mengaplikasikan ke usaha:

Pertama bagi pelaku retail, mereka mempunyai banyak produk yang dijual di tokonya. Secara umum untuk retailer, dari Prinsip Pareto, bahwa 20% jenis produk yang dijual, menyumbang 80% total penjualan yang terjadi. Sedangkan 80% produk sisanya menyumbangkan 20% total penjualan.

Bagaimana cara meningkatkannya? apabila Anda retailer, olah data penjualan Anda, urutkan jenis produk yang terjual paling besar sampai dengan yang paling kecil (bisa berdasarkan kuantitas produk maupun rupiah). Kemudian ambil 20% jenis produk dari teratas bandingkan dengan total penjualannya, apakah 80%.
Setelah diketahui jenis produk apa saja yang 20% teratas, Anda sebagai retailer, pasti tidak mau kehilangan penjualan. Sehingga cara meningkatkan penjualan tersebut, pastikan jenis produk-produk tersebut selalu ada, jangan sampai out of stock (habis).

Kedua bagi pelaku usaha yang mempunyai sedikit jenis produk dan banyak pelanggan tetap, biasanya usaha yang bergerak dibidang jasa, atau usaha manufaktur yang mempunyai jenis produk sedikit.

Urutkan penjualan Anda mulai dari yang tertinggi sampai terbawah terhadap pelanggan-pelanggan tetap Anda (klien ataudistributor), pengurutan tersebut bisa dilakukan berdasarkan dari jumlah transaksi atau dari total besar penjualan. Dari hasil urutan tersebut, ambil 20% teratas, apakah benar dari data 20% tersebut, menyumbang 80% penjualan Anda.

Kemudian dari pola data tersebut, dari 20% pelanggan teratas Anda, berikan pelayanan yang memuaskan, agar pelanggan Anda tidak berpaling ke kompetitor, selain itu dengan level kepuasan yang tinggi, pelanggan bisa melakukan order lebih banyak lagi yang bisa menaikkan penjualan Anda.

Intinya dalam berbisnis, 20% aktivitas prioritas tinggi menghasilkan 80% produktivitas bahkan dengan waktu yang sangat singkat. Inilah penghematan yang luar biasa besar, baik dari sisi waktu maupun uang.

Sementara penerapan hukum pareto pada aspek kepemimpinan disebut “Keterampilan Kepemimpinan Hukum Pareto.” Dia menjelaskan: Kebanyakan orang berpikir keterampilan kepemimpinan adalah berdasarkan antara tegas dan moderat, tetapi antara tegas dan moderat bukan berarti separuh tegas dan separuh moderat, seharusnya 80% moderat dan 20 % tegas.

Karena ketika orang-orang mengikuti keinginan sendiri untuk melakukan sesuatu, mereka akan merasakan sukacita dari pekerjaannya, dengan demikian mereka lebih bersedia untuk menggunakan otak mereka untuk berpikir tentang masalah yang timbul, sehingga efisiensi pekerjaan akan meningkat secara alami.

Seseorang tidak bisa dipaksa untuk melakukan sesuatu bila tidak timbul dari hatinya. Tetapi terlalu santai juga akan berantakan, maka 80% moderat, 20% tegas, karyawan tidak akan kehilangan inisiatif, namun mereka juga tidak akan menjadi malas.

Tulisan ini Copas dari satu Blog yg aku lupa dimana. Bagi penulis saya ucapkan terimaksih karena sangat berguna menambah wawasan saya. Salam Kebersamaan dalam pembangunan SDM.

Pengertian Unsur-Unsur Liturgi

Pengertian Unsur-Unsur Liturgi
Unsu-Unsur Liturgi Ibas Alkitab
Ras Kinatana Ibas Gerejanta

A. Kata penaruh
Gereja la pernah terlepas arah ibadah. Erkiteken si e, perlu kal setiap pelayan memahami kerina aspek si ilakoken ibas rangka ibadah. Tulisen enda ibahan ibas rangka nampati para pelayan guna memahami unsur-unsur si lit ibas gerejanta, gelah makna ibadah banci terang ibas pelaksananna.

Perlu pe si bedaken antara unsur-unsur dasar (prinsip dasar ) liturgi, unsur tambahen bagepe aspek kemasan liturgi. Unsur / prisnip dasar eme benang merah libadah sijadi pondasi setiap liturgi. Janah kerina unsur tambahen ras aspek kemasen banci reh raturna adi unsur dasarna enggo iletakken alu payo.

Kinilangasupen membedaken usur dasar, tambahen ras aspek kemasen megati mabai gereja kubas penyusunen liturgi si lepak. Piah usur terjadi penyusunen liturgi si bobotna hanya sebagai tertib acara. Erkiteken sie, isehken kami segelintir informasi sibanci nampati kita ibas erbahan ras ndalanken liturgi alu mehuli.

1. Unsur Dasar Liturgi
Unsur dasar eme bagin si menjadi inti kebaktin si emiliki aspek etika ras pastoral ibas perjumpa ras Dibata. Unsur enda me simenuntun kita kubas tata krama / kehormaten sipayo ibas perjumpan ras Dibata gelah kebaktin e merekan ulih si si terarah. Unsur dasar berula-ulang ituduhken secara tersirat arah cerita Alkitab. Salah sada contohna ema Yesaya 6:1-8. Benang merahna, eme:
– Kesadaren nandangi kemulian, kebadian, kuasa ras keleng ate Dibata
– Kesadaren diri nandangi isi kin kita ilebe-lebe Dibata (pengakun diri, pengakun dosa, pengakun kinilatunggunen, pengakun kelemahen, rsd.
– Pengalemi dosa (penebusan, pendamaian)
– Kata dibata
– Respons; Pengakun kiniteken
– Tekad / pengendesen
– Pengutusen
– Pasu-pasu / Berkat

2. Unsur Tambahan Ibas Sejarah / situasi Gereja\
Unsur tambahen enda la sijumpai ibas Alkitab, tapi rikutken pergumulen gereja kedungenna itambahken guna nambahi kedalamen makna.
– Votum, Salam Introitus (iadopsi ibas tradisi kerajaan ras dunia pengadilen)
– Pengakun kiniteken
– Momo + Syafaat

3. Kemasen unsur-Unsur Liturgi
Aspek kemasen unsur liturgi cukup fariatif ibas masing masing gereja rikutken jaman / situasina gereja. Aspek kemasen enda iperluken guna proses internalisasi rikutken kecibal perpulungen gelah setiap unsur baci icerna, iantusi / ihidupi lebih mendalam.
– Bahasa / komunikasi; pengogen naratif, Responsoria, antiphonal, Puisi (aspek Audio)
– Drama, prosessi (aspek Audio-Visual)
– Musik / ende-enden (aspek audio-kinestetik)
– Simbol / gambar / ruang (aspek Visual / custic)
– Gerak / gesture (aspek Kinestetik)
– Khotbah (aspek audio, Digital)

B. Penjelasen Unsur-Unsur Liturgi
1. Introitus
Introitus ertina jalan masuk. Ibas praktekna, introitus eme “ende-enden masuk” / “nyanyian masuk” si endeken perpulungen ope denga Votum – Salam. Ende-enden enda merupaken puji-pujin. Biasana i endeken alu bentuk gloria (bnd. Lagu “Hormat Bagi Allah Bapa). Ende-enden enda banci ibenaken alu ngoge pustaka, banci ka pe tanpa pengogen. Ibas gereja kuni, Introitus i endeken janah perpulungen bengket ku ruang kebaktin dingen i iringi paduan suara.

Erkiteken proses sejarah, bagin enda kedungenna icibalken gereja kenca Votum – Salam ibas bentuk pengogen si berhubungen ras thema kebaktin. Ibas gerejanta, Introitus enda ibahan jadi teks pembuka si berhubungen ras thema kebaktin.

2. Votum
Kata votum ertina dasar. Ijenda Votus berati sada pernyatan entah pe ungkapen kiniteken si jadi palas kebaktin. Selaku pernyataan / ungkapen kiniteken, maka Votum i ogeken alu hikmat. Erkiteken si e, Votum labo pertoton. Ema perpulungen labo perlu tungkuk ras tutup mata /pipit sanga pembacan Votum

3. Salam
Salam eme sebuah “sapaan”. Salam labo pertoton entah pe pasu-pasu, erkiteken si e, perpulungen labo perlu ibahan ibas sikab ertoto; tungkuk ras tutup tupung Salam iogeken. Simbabai kebaktin pe labo perlu ngangkat tan (bagi nehken pasu-pasu)

Lit piga-piga bentuk salam. Salam banci ibas bentuk responsoria entah pe ialoi alu melasken kata “amin”, entah pe i ngendeken “amin”.

Erkiteken salam eme bentuk tegur sapa, emaka perlu kal kita hati-hati ibas memodifikasi Votum ras Salam gelah fungsina ula berobah jadi pengogen informatoris, entah pe salam si “la gayung bersambut” bagi siterjadi ibas piga-piga bentuk liturgi si ibahan kita ibas natal, tah pe kebaktin-kebaktin sidebanna.

4. Pengakun Dosa
Pengakun dosa eme ulih kesadaren diri / pengenalen diri erkiteken kita jumpa ras Dibata si badia, si enggo nepa kita seri ras tempasna, si nepa kita guna tujun khusus. Pengakun dosa eme pertoton si palasken kubas kinilangasupenta ibas nggeluhken geluhta sue ras tempas Dibata, kinilangasupenta ndalanken sura-sura dibata.

Pengakun dosa enda banci ibahan ibas bentuk pertoton pribadi entah pe bersama, ende-enden entah pe responsoris.

Pengakun dosa ibenaken sada pengkondisian si mabai kita kubas kesadaren maka kita enda terbatas, erdosa, kurang tutus, rsd. Pengkondisin enda banci ibahan ibas erbage-bage metode, umpamana bentuk ogen / narasi refleksif, penungkunen refleksif, puisi, rsd.

5. Berita Pengalemi dosa
Kenca pengakun dosa, maka tuhan erkelang-kelangken serayanNa nehken berita pengalemi Dosa si umputi alu berita / pendilo geleh nggeluh ibas kegeluhen si mbaru. Ertina, kenca manusia i alemi Dibata, manusia arus nuduhken penyesalenna ras perobahen geluhna alu nadalanken kegeluhen si mbaru ibas kegeluhen si teptep wari.

Berita pengalemi dosa enda me si naruhken perpulungen kubas kengasupen megi kata Dibata / berkomunikasi ras Dibata. Sebab kalak si la i alemi / la erdame ras Dibata labo ngasup megiken kata Dibata ras ndalanken kata Dibata (Bnd. Jesaya 6:8).

6. Pengogen Pustaka Sipemena
 Gereja mula-mula ngogeken Pustaka arah Padan Simbaru ras Padan si Ndekah guna nuduhken kiniersadan duana bagin enda man perpulungen. Pengogen enda idungi alu melasken kata Pustaka; “Ketuahen kalak si megiken Kata Dibata dingen sindalankensa ibas geluhna, Haleluya”. Kata enda i aloi perpulunge alu ngendeken Haleluya (Terpuji¬lah Tuhan).
 Ibas minggu-minggu Advent ras minggu Passion;Haleluya iganti alu Hosiana (Tuhan selamatken min kami).
 Perlu si catat, maka “gloria” labo pernah itempatken sejarah gereja kenca dung pengogen sipemena, sebab fungsina eme nuduhken kehamaten man Dibata sijadi palas kebaktin (Bnd. Gloria = Hormat bagi Allah Bapa).

7. Khotbah
 Kenca pengogen si pemena, i umputi alu khotbah, erkiteken duana memiliki hubungen si erat. Ibas tradisi gereja, la semal i tamaken unsur tambahen kelang-kelang pengogen ras khotbah, umpana koor, vocal group, deklamasi, rsd. Pengalamenta piga-piga tahun belakangen enda, megati kal hubungen ogen si pemena ras khotbah terganggu alu koor-koor si temana pe la ka sendalanen ras pengogen tah pe khotbah. Idealna, labo perlu unsur tambahen kelang-kelang pengogen ras khotbah.
 Kotbah merupakan penjelasan Kata Dibata, emaka bahasana perlu merakyat, ilmiah tapi sederhana, menyentuh pengalamen kegeluhen, pengalamen emosional, gelah maba perobahen.

8. Pengakun Kiniteken
 Pengakun kiniteken pada dasarna ema jawaken kiniteken kalak kristen nandangi Dibata / Kata Dibata
 Piga-piga situasi sejarah pernah mempengaruhi dasar penggunan Pengakun kiniteken ibas kebaktin.
 Pengakun kiniteken bena-benana ipake guna nangkis ajaren “gnostik” si menyangkal “ketritunggalan Dibata”.
 Ibas gereja kuno; pengakun kiniteken = Credo; ertina Aku Tek …….. Tupung si e, gereja-gereja kuno menaken pengakun kiniteken alu kata Yesus eme Tuhan (bnd. Sahadat). Ibas paksa si e, kaisar menganggab dirina selaku dibata. Ise la nembah kaisar, banci i ukum mate. Emaka, pengakun kiniteken eme subuah sahadat si mempertaruhken nyawa. Labo sekedar penyangkalen nandangi ajaren gnostik.
 Ibas piga-piga denominasi, ingan pengakun kiniteken berbeda-beda, tergantung kubas konsep teologiana nandangi unsur-unsur liturgi.
 Ibas pengkun kiniteken, sikab perpulungen arusna tedis tegak, labo ertoto.
 Pengakun kiniteken banci ibelasken, banci ka pe i endeken ras-ras.

9. Persembahen
 Persembahen eme tanda pengataken bujur / meriah ukur ibas perbahanen / keleng ate Dibata. Bentukna cukup bervariasi; lit ibahan ibas bentuk sen, ulih juma, rsd.
 Cibal persembahen enda cukup bervariasi ibas piga-piga gereja; lit si ndalankensa ope khotbah, lit ka kenca khotbah.
 Kata penaruh kubas persembahen berbentuk bimbingen ras ajaken man perpulungen gelah mere alu pengertin si payo dingen ukur meriah. Ibas Alkitab, bimbingen enda isesuaiken rikut situasi pendahin perpulungen. Emaka banci saja idarami teks Alkitab si tepat ras imodifikasi bahasana alu payo menurut pengertin inti teks (umpamana 2 Korintus 9 : 7; Tawarikh 29: 14; Kisah Rasul 20: 35; Ibrani 13: 15 – 16; Mazmur 96: 8; rsd).
 Pertoton persembahen la perlu panjang lebar entah pe jadi syafaat.

10. Doa Syafaat
 Ibas tradisi gereja, syafaat eme notoken kalak sideban / mindo penampat man Dibata guna kalak sideban. Pertoton guna keperlun pribadi itempatken ibas bagi si deban si iumputi alu ende-enden Kyrie= Tuhan kelengilah. Tapi ibas praktekna syafaat pe megati ipake guna notoken diri sendiri.
 Cibat pertoton enda ibas liturgi cukup erbage-bage; lit si namakensa ope denga pengogen, entah pe ope khotbah. Janah lit si nempatkensa kenca khotbah. Ibas gerejanta ibahan kenca dung kolekte. Erkiteken fungsina notoken kalak si deban, maka syafaat lebih baik itempatken kenca khotbah erkiteken pembaharuan kinitekenta arah kata Dibata nampati kita guna ngukurken simehuli guna kalak sideban bagepeman dirinta sendiri.
 Ibas tradisi gereja, Pertoton Tuhan pe termasuk ibas golongen doa syafaat. Emaka lit piga-piga gereja nempatken Pertoton Tuhan ope denga khotbah, lit ka pe kenca khotbah, tapi la jadi pertoton pendungi kebaktin.

11. Tekad – Pengendesen diri (Commitment –Dedication)
– Tekad eme respons perpulungen ndangi kata ras pendilo Dibata. Pendilo Dibata menuntut respons. Bagin enda malala masap ibas liturgi-liturgi gereja.
– Tekad enda banci ikemas ibas bentuk responsoria, pertoton, ende-enden, rsd.

12. Pengutusen
– Pengutusen eme bagin si cukup penting ibas unsur liturgi (Misseo), sebab perjumpan manusia ras Dibata selalu ibarengi oleh sebuah missi ”jadi sira ras terang” man doni enda. Pengutusen enda me si mendasari berkat / pasu-pasu, sebab kalak si iutus Dibata nge ilengkapina alu pasu-pasuna.
– Ibas gerejanta, kurang kal aspek missi / pengutusen. Si enda teridah arah kata: ..mulihlah alu dame ras mejua-juah, ……..”Seharusna pengutusen ibenai alu kata: lawelah, beritaken ……….. Aku ras kam se ku kedungen jaman (pergilah, beritakan ……… Aku menyertai engkau ……)

13. Pemasu-masun / Berkat
 Pasu-pasu eme pemere Dibata guna ngelengkapi manusia ibas tugas dahin si iendeskenna man manusia (Bnd. Kej. 1:28). Pasu-pasu Dibata lit ibas kata kerja – kalimat perintah. Pasu-pasu eme energi potensian / energi siberfungsi dalam gerak, labo jadi jile-jile apalagi bonus tanpa makna.

C. Penjelasen Kerna Aspek Kemasen / pendukung
Aspek kemasen ibutuhken dalam rangka menyentuh kebutuhen psikologis / tipologi perpulungen si akan memperdalam pemaknaan / pengertiina sehmaka pesan-pesan teologis ibadah banci iseberangken secara lebih efektif (aspek Audio, Visual, Kinestetis, Digital)
1. Aspek Audio muncul ibas kemasen bahasa / komunikasi, informasi informasi si banci ipahami pepulungen alu efektif, si menciptaken perasan terlibat sebagai pemilik ibadah. Umpamana; pengogen naratif, Responsoria, antiphonal, puisi, khotbah, ende-enden, musik instrument, rsd
– Aspek Visual, eme aspek si banci menjangkau pengidah perpulungen, umpamana: Drama, prosessi, simbol, gambar, warna, tata ruang, rsd.
– Aspek Kinestetik, eme aspek si menyangkut gerak si menjembatani expkspresi perpulungen, umpamana; gerak, tedis kundul, salam, landek, erjimpuh, rsd..
– Aspek Digital, eme aspek si menyentuk pengembangan akal budi si ikemas ibas alur acara si sitematis, khotbah si sistematis, informasi si membuka wacana baru, rsd.

Ende-Enden Jemaat
– Ende-enden jemaat itempatken ras i pilih menurut unsur ras struktur liturgi. Fungsina guna mpegegehi sitiap unsur liturgi. Ibas piga-piga dampar, ende-enden lebih efektif menyeberangken ide entah pe menyentuh pengertin ras perasaan asangken pengogen.
– Secara umum lit 3 kategori ende-enden, eme: Mazmur, Hymne, Nyanyian rohani.
– Fungsina ibas struktur liturgi eme; penyembahen / pengagungan, puji-pujin man Dibata, pengakun dosa / penyesalen, ngataken bujur ibas pengalemi dosa, tekad, pengendessen, kesaksin, pengajaren, pertoton, rsd.
– Gelah ende-enden banci jadi sarane expressi pusuh perpulungen, maka perlu lit wadah guna ngelatih perpulungen gelah rende alu pusuh, ukur ras kula, sebab ende-enden si mehuli reh ibas totalitas dirinta nari.

Paduan Suara Gereja
 Paduan suara berfungsi guna memandu, nampati perpulungen ibas ngungkapken penggejapenna alu payo, janah jiwa lagu muncul alu payo. Umumna lagu-lagu produk Eropah memiliki kekuaten / jiwa lagu ibas kombinasi kata ras harmony. Erkiteken la kerina perpulungen ngasup rende ibas bentuk harmony, maka fungsi Paduan suara eme memunculken jiwa setiap lagu alu mereken harmonisasi si payo. Fungsi enda agak mirip ras fungsi organis.
 Untuk lagu si kekuatenna ibas rhytmic, ibutuhken pemusik si trampil ibas bidang iringen rhitmical.
 Tradisi Calvinis la nandai fungsi entertainmen / hiburen paduan suara apalagi jadi daftar absen ibas kebaktin pemasu-masun. Emaka, ingan paduan suara / pemusik iatur tersendiri gelah la mencuri perhatian jemaat / berobah fungsi jadi arena hiburen.

Pertoton Konsistorium
 Pertoton konsistorium eme pertoton i ruang persikapen; guna menaken kebaktin ras ndungi kebaktin. Fungsi pertoton konsistorium labo seri ras syafaat entah pe pertoton umum.
 Pertoton persikapen eme pengendesen gelah totalitas kebaktin e ipimpin Tuhan, subuk liturgis, pelayan Firman, paduan suara, pemusik, tehnisi, perpulungen, rsd.
 Pertoton penutup i konsistori eme pengataken bujur ibas erdalanna kebaktin alu mehuli, ibas team pelayan ipake Tuhan jadi alatNa guna ngelai perpulungen. Lanai perlu ije pertoton pengakun ras mindo pengalemi dosa, sebab enggo ibahan ibas struktur liturgi.

D. Penutup
Calvin cukup serius njaga struktur liturgi enda. Erpalasken struktur si enggo ituduhken man banta, maka lit piga-piga unsur li la bengket liturgi ibas piga-piga jenis liturginta. Maun-maun la lit unsur kesadaren nandangi kehadiren Dibata, kesadaren diri, pengakun ras pengalemi dosa, perdamen / rekonsiliasi, tekad bage pengutusen.

Banci jadi kebanyaken unsur enda lit bas liturgi tertentu, tapi la lengkap janah la ikemas alu serius. Mbera informasi enda mabai kita kubas pergumulen si lebih serius guna peningkaten kualitas kebaktinta.

Tulisen enda i sehken Pdt. Krismas Imanta Barus ibas seminar kerna ibadah ras liturgi i Retreat Center GBKP.