GEREJA TANPA TINDAKAN NYATA Mat 7 : 21 – 27

GEREJA TANPA TINDAKAN NYATA  

Matius 7 : 21 – 27

Gereja bisa berdiri tanpa gedung, tapi Gereja tidak bisa berdiri tanpa diakonia, karena jantung dari Gereja bukanlah doktrin atau ibadahnya, tapi aksi nyatanya sebagai wakil Allah di dunia.

Gereja yang berkenan bagi Allah bukanlah juga Gereja yang jago koar – koar tentang Tuhan. Yesus mengajarkan : “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku : Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga” (Mat. 7 : 21).

Apa yang harus kita lakukan agar masuk ke dalam Kerajaan Sorga itu ? Jawab orang itu : “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Luk. 10:27). Ini adalah hukum yang utama dan terutama (Mat. 22:36). Tapi siapakah sesama kita manusia itu ?  Pertanyaan yang sama diajukan ahli Taurat itu kepada Yesus, tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus : “Dan siapakah sesamaku manusia?” (Luk. 10:29). Masihkah gereja bertanya siapa kah yang harus mendapatkan pelayanan sementara di dalam jemaatnya sendiri masih banyak yang tidak merasakan kehadiran gerejanya sendiri bagi kehidupannya ?

Dalam perumpamaan Yesus tenntang orang Samaria yang baik hati. Kita dapat melihat siapa kah yang di maksudkan Yesus dengan siapakah sesamaku manusia. Dalam perumpamaan ini tidak jelas siapa yang kena musibah perampokan itu. Teks itu tidak bicara banyak tentang identitas korban, seperti agamanya, suku bangsanya, sikap politiknya, dsb. Tetapi orang Samaria itu hanya melihat seorang manusia yang setengah mati (Luk. 10:30), dia hanya melihat manusia itu sebagai sesamanya. Yesus juga tak pernah mempedulikan identitas dan agama, apalagi kepakaran doktrin dan segudang pengakuan, untuk layak masuk surga. Tetapi dalam perumpamaan orang Samaria jelas sekali dikatakan bahwa dalam tradisi Yahudi dan dari segi apa pun mereka tidak layak masuk surga dan memperoleh kehidupan kekal. Tetapi dalam perumpamaan ini, Yesus melegitimasinya bahwa yang memperoleh hidup kekal adalah dia mengasihi sesamanya manusia.

Yesus tidak pernah bangga mendengarkan khotbah tentang kasih yang selalu di perdengarkan oleh para rabbi agama yahudi,  tetapi Ia bangga kepada kasih terpraktek dalam seluruh kehidupanNya. Banyak sekarang ini yang pakar berkhotbah tentang kasih, tapi jika tanpa mempraktekkannya maka mereka adalah sekumpulan orang – orang yang tak pernah dikenal Yesus dan sungguh mengerikan sebenarnya mereka dicap Yesus sebagai pelaku kejahatan  (Mat 7 : 22 Bd. Mat 25 : 31 – 46). Mereka yang melihat penderitaan dan mendiamkannya hanyalah sekelompok kawanan Kambing dihadapan Tahta Penghakiman. Hanya satu tempat bagi kawanan Kambing ini, sebuah tempat dimana ratap dan kertak gigi menjadi melodi kesehariannya (Mat. 25:31-46). Neraka menjadi bagiannya!

Gereja yang mematikan keran diakonia adalah gereja yang tak berguna serta Gereja yang hanya memfokuskan diri pada ritual ibadah hanyalah sekumpulan manusia berpenyakit neurositosis atau berpenyakit gila dalam konsepsi Sigmund Freud pada analisa psikoanalisanya terhadap agama.

Gereja yang tak pernah peduli pada penerapan kasih bukanlah ibadah yang benar, oleh itulah maka Yesus  menegur  dengan keras para teolog dizamanNya, dengan berkata ; tidakkah kamu baca dalam kitab Taurat, bahwa pada hari-hari Sabat, imam-imam melanggar hukum Sabat di dalam Bait Allah, namun tidak bersalah ? Aku berkata kepadamu : Di sini ada yang melebihi Bait Allah. Jika memang kamu mengerti maksud firman ini : Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah (Mat. 12 : 5 – 7).

Yesus memberi julukan pada jemaatnya sebagai garam. “Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang  (Mat. 5:13). Demikian juga Gereja yang sudah tak lagi menunjukkan cinta kasihnya dalam wujud nyata kepada sesama manusia adalah garam yang sudah tawar, Maka dia bukanlah gereja yang sesungguhnya di kehendaki Tuhan keberdannya di dunia.

Pdt. Eka darma Putra, berkata sepertinya gereja sekarang “Spech To Much Litle Too Act” adalah suatu ketagihan berbicara tentang Allah. Dan mungkin itu yang terjadi pada saat ini dengan gereja – gereja dan senadainya kita (gereja menyadari akan hal itu !

Pekanbaru. 04 Feb 2019

SUAMI DAN ISTRI MENURUT PERSPEKTIF KRISTEN

SUAMI DAN ISTRI MENURUT PERSPEKTIF KRISTEN

Pdt. Israel H Sembiring

PENGANTAR

Menjadi suami – istri di hadapan Tuhan adalah suatu perjanjian yang bersifat sangat kudus. Oleh karena itu, di dalamnya ada tanggung jawab yang sangat besar dan serius dimana setiap pihak harus menjaga janji kudus tersebut dan bersikap hormat kepada Tuhan, dengan berusaha untuk hidup berlandaskan prinsip – prinsip kebenaranNya di dalam sebuah ikatan pernikahan. Dan ketika menghadapi berbagai kesulitan, setiap pihak harus berusaha dengan penuh pengharapan kepada Tuhan untuk bisa mengatasinya. Oleh itu sangat pantang bagi orang kristen mengikuti pola hidup anak – anak dunia yang baginya mudah untuk menikah, juga kemudian mudah baginya mencari alasan untuk bercerai dan menikah lagi. Cara sedemikian bukanlah cara hidup keteladanan orang Kristen dalam memahami pernikahan[1].

Tulisan ini tidak memuat fakta dan angka tentang perceraian yang terjadi di jemaat GBKP, karena secara umum gereja kita memang tidak memuat statistik data yang akurat soal angka perceraian yang terjadi di kalangan jemaat GBKP secara Sinodal, tetapi yang pasti bahwa tingginya angka perceraian di kalangan jemaat GBKP juga seharusnya menjadi fokus perhatian kita. Sebagai perbandingan secara umum di dalam masyarakat Indonesia merujuk kepada data yang di keluarkan oleh pemerintah Indonesia bahwa tingkat perceraian keluarga Indonesia dari waktu ke waktu semakin meningkat. Pasca reformasi politik di Indonesia tahun 1998, tingkat perceraian keluarga Indonesia terus mengalami peningkatan. Data tahun 2016 misalnya, angka perceraian mencapai 19,9% dari 1,8 juta peristiwa. Sementara data 2017, angkanya mencapai 18,8% dari 1,9 juta peristiwa. Jika merujuk data 2017, maka ada lebih 357 ribu pasang keluarga yang bercerai dalam setahun. Jumlah yang tidak bisa terbilang sedikit. Apalagi terpapar bukti, perceraian terjadi lebih banyak pada usia perkawinan di bawah 5 tahun. Menurut data banyak kasus perceraian dilakukan oleh pasangan yang berusia di bawah 35 tahun dan selain itu, meningkatnya jumlah pernikahan muda selama sepuluh tahun terakhir berbanding lurus dengan meningkatnya angka perceraian. Dalam hal ini salah satu yang patut kita perhatikan bahwa hilangnya makna dari kesakralan sebuah pernikahan. Dulu pernikahan adalah peristiwa sangat sakral. Dan ini berlaku bagi setiap agama manapun. Saat dua orang melakukan perjanjian atas nama Tuhan. Tapi yang terjadi sekarang terjadi pergeseran nilai dan terjadinyas degradasi dari pemaknan pernikahan yang sakral itu[2].

TUJUAN ALLAH ATAS PERNIKAHAN

Allah berfirman “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia”. Dalam sepanjang sejarah kehidupan manusia inilah kalimat yang pertama sekali Allah mengatakan kalimat“tidak baik”, setelah di dalam Kej 1 : 31a, Allah berkata bahwa semua yang telah Ia ciptakan “Sungguh amat baik”. Pernyataan Allah dengan mengatakan “Tidak baik” tersebut secara fokus mengarah kepada keadaan kehidupan manusia, bahwa keadaan manusia yang hidup sendiri adalah tidak baik. Firman Allah tersebut pada saat ini juga adalah suatu kebenaran, karena ada begitu banyak fakta yang menyatakan bahwa hidup sendiri itu memang tidaklah baik, tetapi sungguhlah amat baik jika seorang laki – laki dan perempuan hidup bersama dalam ikatan pernikahan dan membangun kehidupan keluarga yang diberkati Tuhan. Jadi jelas tujuan Allah atas pernikahan adalah menjawab kebutuhan manusia di dalam kesendirianya dan pernikahan itu sekaligus memenuhi tuntutan firman Allah kepada manusia untuk “Beranak cucu dan bertambah banyak ; lalu memenuhi bumi dan menaklukkannya, yang berkuasa atas ikan – ikan di laut dan burung – burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi”(Kej 1 : 28) [3].

PERNIKAHAN ADALAH RENCANA ALLAH

Pernikahan itu sendiri adalah rencana Allah dan melembagakannya sebagai suatu penyatuan yang kudus (Kej 2 : 22). Penyatuan itu menjadi sejarah yang pertama dimana Allah mengumumkan penyatuan antara laki – laki dan perempuan dalam hubungan suami dan istri  serta menjadi prinsip dasar dari sebuah ikatan pernikahan. Adam yang tercipta merasakan bahwa ada yang tidak lengkap dalam dirinya sendiri, Allah mengetahui itu dan oleh itu Allah menciptakan Hawa sebagai pelengkap di dalam kehidupan Adam dan penciptaan Hawa juga adalah sekaligus menggenapkan kemampuan persahabatan manusiawi (Kej 2 : 18 – 22 Bd. Mat 19 : 5 – 6 ; Mrk 10 : 7 – 8 ; 19 : 9). Adam yang dipertemukan dengan Hawa akhirnya memiliki persahabatan  manusiawinya dan persahaban tersebut semakin kuat dan menjadi hubungan yang eksklusif di dalam ikatan pernikahan (Kej 2 : 24). Hubungan pernikahan itu juga semakin intim dan itu adalah hubungan yang paling intim dari segala hubungan manusia dimana laki – laki dan perempuan itu menjadi satu daging (kej 2 : 24 ; I Kor 6 : 16) dan oleh itu, tidak boleh ada pesaing yang ditoleransi untuk merusak hubungan tersebut, karena sifat dari hubungan itu sendiri seumur hidup (Mat 19 : 6 : Mrk 10 : 9).[4]

MENJADI SUAMI ISTRI

Suami adalah seorang yang identitasnya bergubungan dengan seorang istri dan Adam adalah prototype seorang suami dari seluruh umat manusia. Alkitab juga memberikan kepada kita contoh seorang suami yang juga patut menjadi teladan bagi setiap suami saat ini. Dalam uraian ini hanya akan dikisahkan tentang dua orang suami yang layak mendapat sebutan sebagai seorang suami yang ideal yaitu Boas dan Yusuf, dalam gambaran suami ideal itu, Boas dilukiskan sebagai seorang suami yang saleh, seorang petani yang makmur, seorang yang lemah lembut, murah hati, sangat menghargai Rut sebagai seorang perempuan yang baik, menjadikan dirinya penebus bagi Rut dengan bertindak tegas melindungi kehormatan Rut dan bertanggungjawab menyediakan segala kebutuhan materi yang dibutuhkann oleh Rut dan ibu mertuanya (Rut 3). Alkitab juga memberikan gambaran yang serupa tentang Yusuf sebagai suami ideal yang menjadi suami Maria ibunya Yesus. Diceritakan Yusuf sangat mengasihi Maria dengan tulus hati, sehingga Yusuf tidak mau mencemarkan nama baik Maria dan dengan tindakan yang sangat bijaksana dan berani, Yusuf mengambil semua perannya sebagai seorang suami untuk menyertai dan mengarungi kehidupan sebagai seorang suami yang bertanggungjawab terhadap istrinya Maria (Mat 1 : 19)[5].

Sama seperti yang di gambarkan Boas dan Yusuf, demikianlah seorang suami harus mengambil perannya sebagai seorang suami yang dilakukan atas ketaatan kepada hukum kasih Tuhan (Mzm 131 ; Ams 8 – 9 ; Yer 2 : 2 ;Yes 66 :13). Adapun peran yang harus ada pada diri seorang suami, maka pada level jasmani,Adam adalah penyedia substansi bagi seluruh kehidupan istrinya Hawa. Di dalam PB hal itu disebut sebagai kesadaran akan komitmen moral sebagai seorang suami untuk memenuhi seluruh yang diperlukan oleh istrinya (Kej 2 : 18 – 24 ; Bd : 1 Kor 7 : 1 – 7 ; 2 Kor 6 : 16 ; Ef 5 : 15 – 19, 25, 33 ; Kol 3 : 18). Peran seorang suami juga digambarkan secara explisit bahwa seorang suami adalah kepala bagi istrinya dan istri harus tunduk dalam segala sesuatu terhadap suaminya (Ef 5 : 23 – 24 ; Bd. 1 Kor 11 : 3 ; 14 : 34 ; Kol 3 : 18 ; 1 Ptr 3 : 1 – 6 ; 1 Tim 2 : 11 – 14). Seorang suami juga harus memperlihatkan kepemimpinanya sebagai seorang pemimpin di dalam peribadahan (1 Kor 14 : 34 – 35). Merawat istri juga adalah kebajikan yang harus dilakukan oleh seorang suami (Bd. Mal 2 : 13 – 16 ; Ef 5 : 29), dengan lemah lembut menyertainya di dalam setiap pencobaan (Kol 3 : 19) dan sebagai suami yang baik seorang suami harus selalu hidup secara bijaksana kepada istrinya sebagai kaum yang lebih lemah, sehingga tidak pernah ada pemakaian otoritas yang berkelebihan (1 Ptr 3 : 7 ).[6]

Alkitab menjelaskan peran yang mendasar dari seorang istri adalah mendampingi dan menemani suaminya sama seperti peran mendasar seorang suami terhadap istrinya dan hal itu yang terlihat di dalam diri Hawa sebagai seorang istri dan peran itu disimpulkan ketika Hawa yang dijadikan dari tulang rusuk Adam (Kej 2 : 21 – 25). Hawa di peruntukkan untuk “seorang penolong yang sepadan” bagi Adam yang membuat Adam sangat senang dan berbahagia, karena Adam sendiri merasakan dirinya memang tidaklah lengkap tanpa kehadiran Hawa, sehingga dengan sangat antusias dalam pernyatannya Adam memberikan pujian kepada Hawa dengan berkata “inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku” dan perkataan itu sekaligus memberikan gambaran kesatuan identitas yang mendasar dari hubungan suami dan istri (Kej 2 ; 20 ; 23 : 23 – 24). Dalam hal lain kesatuan itu  juga menunjuk kepada frasa akan kesatuan sexual (Kej 2 : 24 ; bd. Amsal 5 : 15 – 19). Dalam kaitan ini Paulus juga menyinggungnya dengan berkata bahwa suami – istri harus bertanggungjawab memenuhi kebutuhan sexualnya secara bersama (1 Kor 1 : 16 ; 7 : 1 – 7). Tuhan juga memberikan mandate kepada manusia ciptaanNYa untuk berkuasa atas tatanan yang telah  Ia ditetapkan yaitu untuk menguasai dan memenuhi bumi, maka oleh itu seorang istri juga harus memaknai perannya untuk melahirkann anak – anak bagi di dalam keluarganya (Kej 1 : 26 – 28 ; 3 : 16). Dalam membina kehidupan keluarga seorang istri juga harus memberikan kebajikan di dalam seluruh hidupnya dan kebajikannya itulah yang akan menjadi keuntungan yang nyata bagi suami dan anak – anaknya, karena puncak pujian terbaik bagi seorang istri adalah ketika pujian itu datang dari suami dan anak – anaknya (Amsal 31).[7]

MENJADI SUAMI – ISTRI YANG BERKOMITMENT

Tidak ada gambaran yang lebih indah seperti yang di gambarkan Alkitab tentang hubungan suami – istri, bahkan tidak ada satupun ilmu filsafat atau kebudayaan apapun yang dapat menggambarkan keagungan, kemulian yang diberikan Allah kepada manusia ciptaanNya itu. Oleh itu Allah juga menetapkan perintahnya terhadap manusia bahwa gambar dan teladanNya itu  tersebut harus menjadi reflektor Allah dibumi, termasuk di dalam hubungan antara suami istri[8]. namun di dalam prakteknya ada banyak kegagalan suami – istri dalam membina hubungannya yang kemudian di ikuti dengan perceraian dan perceraian adalah salah satu dari sekian banyak realitas yang terjadi dalam kehidupan pernikahan dan sayangnya hal itu juga telah meracuni kehidupan keluarga – keluarga Kristen. Seharusnya pasangan suami  – istri haruslah menerima fakta pernikahan itu dan membangunnya dengan cinta kasih yang tidak berkesudahan (1 Kor. 13:1 – 13).

Di dalam kekristenan, janji suami – istri di hadapan Tuhan adalah suatu perjanjian yang bersifat sangat kudus dan janji yang mengikat seumur hidup yang di barengi dengan tanggung jawab yang sangat besar dan serius dimana suami – istri harus mengimani janji pernikahannya sebagai sikap hormatnya kepada Tuhan dan bobot dari penekanan ini juga harus mendasari ajaran gereja tentang kesetian di dalam hubungan suami – istri (Mrk 10 : 9 ; Bd. Mat 19 : 6b ; Luk 16 : 18a)[9]. Kitab Hosea menggambarkan hubungan antara Allah dan bangsa Israel ibarat hubungan suami dan istri dan yang menjadi kata kunci dalam hubungan Allah dengan umatNya itu adalah kasih setia. Demikian jugalah hubungan suami – istri harus di ikat dalam kasih dan kesetian (Hos 6 : 4 – 6). Dalam hal ini Paulus menggambarkan hubungan  itu seperti hubungan Kristus dengan jemaat-Nya. Kristus telah mengorbankan diri-Nya dan mengasihi umat-Nya tanpa pamrih, serta berjanji untuk selalu menyertai umat-Nya (Ef 5 : 28 – 30 ; 1 Kor 13 : 4 – 7). Sama seperti Yesus Kristus yang telah mengasihi umat-Nya, maka suami  – istri yang bersatu dengan Kristus adalah satu anggota tubuh Kristus (1 Kor 12 : 27), dan sama seperti komitmen total yang telah Yesus lakukan dalam kehidupan dan kematian-Nya, hendaknya juga diterapkan dalam hubungan suami – istri, yang juga berkomitmen untuk saling mengasihi dan memerhatikan pasangannya apa pun yang terjadi. Selamat berbahagia dan selamat memegang teguh komitment sebagai suami – istri yang takut akan Tuhan.

                                                                                                            Pekanbaru. Senin 04 Feb 2019

Daftar Pustaka :

Alkitab, LAI. Jl Salemba Raya12, Jakarta. Thn 2000

Andik Wijaya.MD.MRep.Med. “Sexual Holiness”. Andik Wijaya  – Yada Institute. Gramedia 2002.

Dr. J.L.Ch Abineneno. “Manusia, Suami Dan Istri”. BPK Jl. Kwitang 22 Jakarta Pusat.

Leland Ryken. James C Wilhoit. Tremper Longmab III “Kamus Gambaran Alkitab”. Momentum ChristianLiterature.

Ruth Schafer & Freshia Aprilyn Ross “Bercerai : Boleh Atau Tidak” (BPK Gunung Mulia. Jl Kwitang 22. cet ke 2 : 2013) hal, 185 – 186.

http://antoniusstevenun.blogspot.com/2013/05/pdt-stephen-tong-bahaya-perceraian.html

https://www.era.id/read/lYUMBL-fakta-di-balik-tingginya-angka-perceraian-di-indonesia

[1]http://antoniusstevenun.blogspot.com/2013/05/pdt-stephen-tong-bahaya-perceraian.html

[2]https://www.era.id/read/lYUMBL-fakta-di-balik-tingginya-angka-perceraian-di-indonesia

[3] Andik Wijaya.MD.MRep.Med. “Sexual Holiness” (Andik Wijaya  – Yada Institute. Gramedia 2002) hal, 3 – 4.

[4] Leland Ryken. James C Wilhoit. Tremper Longmab III “Kamus Gambaran Alkitab” (Momentum ChristianLiterature) Hal, 750 – 751

[5]  ibid, 750 – 751

[6] Leland Ryken. James C Wilhoit. Tremper Longmab III “Kamus Gambaran Alkitab” (Momentum ChristianLiterature) Hal,1.035 – 1.037.

[7] Leland Ryken. James C Wilhoit. Tremper Longmab III “Kamus Gambaran Alkitab” (Momentum ChristianLiterature) Hal, 420 – 433.

[8] Dr. J.L.Ch Abineneno. “Manusia, Suami Dan Istri” (BPK Jl. Kwitang 22 Jakarta Pusat) Hal, 6.

[9] Ruth Schafer & Freshia Aprilyn Ross “Bercerai : Boleh Atau Tidak” (BPK Gunung Mulia. Jl Kwitang 22. cet ke 2 : 2013) hal, 185 – 186.

SAYA BAPA KELUARGA

SAYA BAPA KELUARGA

IMG_20140705_212927 - CopySaya Bapa Keluarga. Itu adalah prinsip yang sangat pegang, mengetahui artinya sebagai Bapa Keluarga dan oleh itu sangat mengemban fungsi dan tanggung jawab sebagai Bapa di dalam keluarga. Dan sangat bersyukur kepada Tuhan karena dianugrahi tiga orang anak yang menjadi kebahagian kami di dalam keluarga, dua putra dan satu putri adalah kebahagaian yang tiada taranya dari kasih yang diberikan Tuhan.

Saya dan istri saya bukan lahir dari keuarga yang kaya, sejak menikah saya tau istri saya tidak memiliki pekerjaan dan tidak memiliki banyak keahlian, dia tidak sepandai wanita lainnya yang hebat berkarya, wanita karir, memiliki pekerjaan atau pandai berkerja menambah pendapatan keuangan keluarga. Tetapi saya sangat menaruh hormat kepadanya dengan segala kekurangannya, terlepas apa kata orang lain tentang dirinya, bagiku dia adalah istri yang baik, dia telah menjadi ibu bagi anak – anak kami, melakukan pekerjaanya sebagai seorang ibu rumah tangga dan tidak banyak banyak menuntut ini –  itu. Dia adalah kebahagian kami memiliki seorang ibu yang baik dan juga mengerti akan kelebihan dan kekurangannya.

Jika berkarta tentang anak – anak. Anak – anak saya juga, tidak begitu luar biasa, mereka juga di didik menjadi menjadi orang yang tau diri dan sangat bersyukur mereka mengetahui keberadaan kami sebagai orang tuanya dan bagi kami mereka putra – putri kami dan harta kami yang sesungguhnya, dan untuk mereka kami akan selalu ada dan akan selalu memberikan yang terbaik bagi mereka.

Saya Bapa Keluarga, selalu merasa berhutang jika tidak dapat membahagiakan keluarga, merasa berhutang jika tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga, oleh itu mencukupi kebutuhan keluarga  bagi saya adalah sebuah tanggungjawab yang tidak bisa di lalaikan. Dan tentunya sebagai orang tua dan bagaimana umumnya orang tua yang memiliki harapan besar terhadap anak – anaknya, demikian jugalah harapan besar kami terhadap putra – putri kami, yang berharap emnjadi orang penuh hikmat dan kebijaksanaan, memiliki pengetahuan dan memiliki masa depan yang baik.

Saya sebagai Bapa keluarga akan melakukan apa saja untuk mencukupi kebutuhan keluarga saya, karena memang tidak mau anak – anak saya menjadi orang yang tidak memiliki masa depan yang baik, tidak memiliki pekerjaan, hidup dengan terlunta – lunta, saya mau mereka kelak dapat hidup baik, oleh itu saya memang kerja keras, ya kerja keras buat mereka dan keluargaku.

Dalam kerja keras saya, memang saya melakukan pekerjaan melayani sebagai tuntutan dari pekerjaan saya dan juga menjadi distributor sebagi side job saya. Apakah itu salah, apakah saya tidak memiliki iman, apakah saya tidak percaya kepada Tuhan ? sehingga harus melakukan side job yang lain.  Jangan bertanya soal itu, saya sangat percaya kepada Tuhan dan juga jika ditanya soal iman ? saya sangat beriman kepada Tuhan. Lalu kenapa saya harus memiliki side job ?

Mungkin saya akan menjawab dengan judul tulisan ini ‘Saya Bapa keluarga’. Saya tahu dan sangat mengetahui apa yang dibutuhkan keluargaku, apa yang harus saya berikan bagi mereka. Lalu apakah tidak percaya akan kasih dan anugrah Tuhan ? saya menjawab sangat mempercayainya, tetapi  saya juga tidak hanya mau memanfaatkan kata beriman sehingga tidak melakukan apa – apa dan juga memang sangat tidak mau mengkomersialisasi pelayanan saya.

Tuhan memberi kita kemampuan dalam hidup dalam berbagai kemampuan diri dan sangat bersyukur, Tuhan memberi saya berbagai kemampuan, oleh itu saya mengembangkan diri  dengan tidak hanya bersyukur dan mensyukuri saja, tetapi juga harus mengembangkan dan memberdayakan diri di dalam segala hal. Saya Bapa Keluarga dan sangat mencintai keluarga saya dan tidak mau mereka hidup dengan kekurangan, karena saya memang bisa mencukupkan keperluan mereka dengan segala kemampuan yang Tuhan berikan kepada saya.

Pekanbaru. 10 Des 2017.

PENCARI TUHAN BUKAN RATTING NATAL ….

PENCARI TUHAN BUKAN RATTING NATAL ….

Nimbrung menulis soal Natal dan up date status soal Natal di bulan ini …

Di Media Sosial, melihat ada banyak up date status soal Natal, ada banyak berbicara soal Natal, melapor di status ada banyak Natal ini – itu yang dia ikuti, mengumbar seberapa banyak jadwal Natal, bertanya seberapa banyak jadwal Natal, seberapa banyak pendengar, seberapa meriah pesta Natal, seberapa sukses, dsb.

Sekedar mengingatkan saja soal Natal di tulisan kecil ini, semoga Natal, yang penuh dengan acara dan jadwal itu tidak membuat kita hanya mengumpulkan atau mengejar “RATTING NATAL”, lalu mengira itu semua menjadi tolak ukur bahwa Natal tahun ini sangat berkesan, merasa hebat atau wah … dan itu sangat menyenangkan Tuhan.

Jika seperti, maka hal itu sama saja dengan “ORANG FARISI TUKANG HITUNG”. Dalam bukunya Pdt. Eka Darma Putra (MENGUJI ROH) mengatakan ada 7 Jenis “ORANG FARISI” yang saya sebut satu di tulisan ini adalah “ORANG FARISI TUKANG HITUNG” yang menghitung amal kebaikannya, perbuatannya, jadwal berbuat baik, jadwal ibadah yang ia telah lakukan, dan mengira semua itu hebat di mata Tuhan.

Natal itu bukan mencari “RATTING NATAL” maka dari itu ber – Natal – lah dengan hati yang memang rindu akan kehadiran Tuhan, yang mengubahkan hidup, Dia yang kita peringati kehadiranNya di bulan Natal ini adalah memang JURU SELAMAT yang menginginkan pertobatan dari yang menerimaNya sebagai JURU SELAMAT.

Ketahuilah, bahwa manusia dari dulu bahkan sampai saat ini masih sangat membutuhkan JURU SELAMAT oleh itu yang terpenting PERTOBATANNYA bukan “RATTING NATAL “. Selamat Ber – Natal dan mengikuti Natal sebanyak – banyaknya jika memang harus banyak mengikuti acara kegiatan Natal dan semoga dengan Natal yang kita lakoni di tahun ini, benar membuat kita seperti “ORANG MAJUS PENCARI TUHAN” bukan pencari “RATTING NATAL”.

SALAM SELAMAT NATAL
Pekanbaru. Jumat 08 Des 2017.

SEMINGGU ERCAKAP – CAKAP KERNA DEWASA

SEMINGGU ERCAKAP – CAKAP KERNA DEWASA

Seminggu  ercakap – cakap kerna “dewasa” ibas erbage – bage tema, alu pengarapen reh dewasana kerina kegeluhenta ibas kai – kai pe. Mbue pengertin ntah pe defenisi kata “dewasa”, saja banci simpulken, kalak sidewasa eme kalak si enggo ndatken kematangen ibas kerina kegeluhen, eme kalak singgeluh alu dem hikmat ras kebijaksanaan ibas kerina prilaku, cara berpikir ras bertindak. Ibas pengertin sibage rupana melala ungkapen kerna “dewasa” digen  rusur ibelasken ibas erbage – bage ungkapen ntah ibas aktifitas kegeluhen, umpamana :

“Selamat ulang tahun ya, semoga panjang umur, sehat dan apa yang kamu cita – citakan tercapai, juga tambah dewasa”

 “Lampas kam mbelin janah tambah dewasa kam ibas kerina kegeluhen”,”Adi enggo mbelin ula nai bage anak – anak”

 “Jong nguda e pe adi iparaken metua ka nge dungna”

Lit piga – piga ukuren kedewasaan, banci iktaken dewasa secara Fhisik, Moral, Sosial ras dewasa secara Spiritual, umpamana, secara hukum Perdata kalak dewasa ikataken adi umurna enggo 21 thn, erkiteken ianggap enggo mampu mpertanggungjawabken kerina perbahanenna i mata hukum,  ibas undang – perkawinen ikataken 18 thn  enggo dewasa dingen banci erjabu erkiteken lanai ibawah kekuasan orang tua ras menurut ilmu Psikologi sekalak ahli si tergelar Hurlock ngatakenca lit 3 tingkaten menuju kedewasaan ntah ikataken sekalak enggo dewasa 3 eme :

Masa dewasa awal / Young adult : Masa dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, priode isolasi sosial, priode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Kisaran umurnya antara 21 tahun sampai 40 tahun.

Masa dewasa Madya / Middle adulthood : Masa dewasa madya ini  berlangsung dari umur empat puluh sampai enam puluh tahun. Ciri – ciri yang menyangkut pribadi dan sosial antara lain; masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri – ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya dan memasuki suatu priode dalam kehidupan dengan ciri – ciri jasmani dan prilaku yang baru. Perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang – kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan social.

Masa usia lanjut / masa tua/older adult : Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai mati, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun. Adapun ciri – ciri yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosialnya adalah sebagai berikut ; perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, peruban kekuatan fisik, perubahan dalam fungsi psikologis, perubahan dalam sistem syaraf, perubahan penampilan.

Jadi menurut pakar Psikologi enda maka lit sada perdalanen si nggedang menuju kedewasaan. Ibas gerejanta ungkapen kedewasaan pe situhuna teridah arah kategorial si lit ibas gerejanta KA –  KR, PERMATA, MORIA – MAMRE ras LANSIA (Zaitun). Tapia min bage gia maka la kita banci terlepas ukuren usia enggo ngatakenca sekalak dewasa sebab lit ungkapen ngatakenca nina “Setiap orang pasti akan tua. Tapi dewasa itu pilihan dan tidak semuanya mampu ke sana” ertina maka kedewasaan sekalak jelma labo iukur arah usia, sebab melala ka kel nge si idah sekalak singuda dengan bertindak ras berprilaku sebage kalak sidewasa.

Pustaka Si Badia pe melala ngerana kerna kata “dewasa” umpmana : Kej 34 : 24, II Taw 15 : 13, Neh 10 : 28, Yoh 9 : 21, Rom 2 : 20, IKor 3 : 1 ;  I Kor 13 : 11,  I Kor 14 : 20, Ef 4 : 13, Ef 4 : 12, Heb 5 : 14, rsd. Alu bage maka Pustaka Si Badia pe ngerana kerna dewasa, erkiteken memang penting kel kedewasaan ibas kerina kegeluhen terlebih – lebih ibas kegeluhen spiritualta.

Sada minggu kita ngerana kerna “dewasa” alu pengarapen kita semakin dewasa ibas kerina kegeluhen  ibas kai – kai pe, seh maka arah kedewasannta tuhu ermulia Tuhan, ija kita semakin dewasa secara rohani (Heb 5 : 11 – 14), dewasa ibas kerina perkataan (I Kor 13 : 11, Kuan – kuanen 16 : 24 ; 17 : 27 – 28), deawasa ibas pengertin, pikirien ras tindaken (I Kor 14 : 20), la merasa lebih hebat asangken kalak sideban (Flp 2 : 3 – 4).

Sulitkah ? labo memang menukah jadi kalak sidewasa, ibas melaskenca memang cukup menukah banci jadi mesera kel ibas mpraktekkenca, tapi ngarap kita ibas kita ercakap – cakap kerna dewasa ibas sada minggu enda semakin mengalami pertumbuhen kedewasanta ibas kai – kai pe sehku tingkat kedewasaan si sempurna ibas Kristus, erkiteken persadanta ras kristus (Kol 1 : 1 8 ; 2 : 7)       .

Selamat menjadi kalak si dewasa ibas kerina kegeluhen, Tuhan simasu – masu. Pekanbaru. Selasa 21 November 2017

HIDUP SENDIRI TAPI BUKAN UNTUK DIRI SENDIRI

HIDUP SENDIRI TAPI BUKAN UNTUK DIRI SENDIRI

Banyak orang sejak kecil sudah beranggapan bahwa menjadi dewasa berarti menjadi suami atau istri dan ayah atau ibu. Akibatnya, mungkin ia menjadi gelisah atau merasa diri kurang ketika ia belum menikah pada usia dewasa. Lalu orangtuanya mulai bingung dan para tante mulai berbisik – bisik menawarkan jasa baik untuk menjadi “emak comblang”.

Apakah menjadi dewasa berarti harus menikah ? Memang menurut kitab Kejadian, ketika Tuhan menciptakan manusia, Ia pun menciptakan lembaga pernikahan. Tuhan memungkinkan dan memberkati pernikahan. Namun sebuah kemungkinan bukan merupakan keharusan dan tidak selalu harus digunakan. Misalnya, Tuhan memberi kemungkinan kepada manusia untuk berenang. Apakah itu berarti bahwa kita semua harus cakap dan gemar berenang ?

Banyak pula orang melihat keadaan hidup membujang hanya dari segi negatifnya saja, misalnya rasa sepi atau ketidakpastian akan hari depan. Tetapi sebetulnya dalam hidup berkeluarga pun rasa sepi dan ketidakpastian itu dapat terjadi.

Jarang orang melihat bahwa hidup membujang pun ada segi positifnya. Hidup membujang dapat berarti lebih banyak waktu, tidak terikat pada kewajiban – kewajiban sebagai anggota keluarga, lebih banyak kesempatan pengembangan diri untuk karier, profesi, pelayanan kepada gereja atau pengabdian kepada masyarakat.

Pakar psikologi perkembangan, Erik Erikson mengatakan bahwa salah satu ciri kedewasaan adalah sifat generativitas. Yang dimaksud bukanlah berproduksi atau berkembang biak secara biologis, melainkan mengembangkan mutu hidup bagi generasi selanjutnya. Orang yang membujang pun bersifat generatif. Sama seperti orang yang berkeluarga, orang yang membujang pun dapat mewariskan atau menyalurkan kecakapan, pengetahuan dan nilai – nilai hidup kepada generasi selanjutnya. Bahkan orang yang membujang mungkin dapat melakukan pewarisan itu dengan lebih ampuh dan dengan jangkauan yang lebih luas.

Dari sudut itu kita melihat peran orang yang hidup membujang yang membaktikan hidupnya untuk kesejahteraan manusia, seperti Tuhan Yesus, Rasul Paulus, Nabi Yeremia, Pascal, Jean d’Arc, Florence Nightingale, Erasmus, Ibu Theresa dan banyak lainnya. Orang-orang itu hidup sendiri, tetapi mereka tidak hidup untuk diri sendiri, melainkan untuk kalangan yang lebih luas. Siapa yang dapat menyangkal besarnya peranan mereka untuk umat manusia.

Segi – segi positif itu diperlihatkan Rasul Paulus ketika ia menulis, “… Orang yang tidak beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya. Orang yang beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan isterinya, dan dengan demikian perhatiannya terbagi-bagi. Perempuan yang tidak bersuami dan anak-anak gadis memusatkan perhatian mereka pada perkara Tuhan, supaya tubuh dan jiwa mereka kudus. Tetapi perempuan yang bersuami memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan suaminya.” (I Korintus 7 : 32 – 34). Bahkan dalam pasal yang sama Paulus mengatakan bahwa hidup membujang adalah karunia dari Tuhan (ayat 7).

Memang kebanyakan orang dewasa menempuh hidup menikah. Tetapi itu bukan berarti bahwa hidup membujang adalah penyimpangan. Sebagaimana masyarakat mempunyai ruang untuk mereka yang menempuh hidup nikah, demikian juga masyarakat perlu menyediakan ruang bagi mereka yang hidup membujang. Salah satu sifat kemajemukan berlaku di sini: masyarakat kita terdiri dari orang yang menikah dan orang yang membujang. Kehadiran orang membujang perlu diperhitungkan, misalnya dalam liturgi responsive janganlah jemaat dikategorikan sebagai suami atau ayah melainkan pria, sebab tidak semua pria adalah suami atau ayah.

Baik hidup menikah maupun membujang adalah hidup yang utuh, penuh dan wajar. Karena itu orang yang hidup perlu mendapat perlakuan yang wajar. Mereka tidak perlu dikasihani, tetapi tidak perlu pula dikagumi. Mereka tidak usah ditanya mengapa mereka tidak menikah. Hidup membujang bukan tanda hina dan bukan juga tanda mulia. Arti hidup manusia bukan diukur dengan hal menikah atau tidak.

Di Matius 19 : 12, Tuhan Yesus bersabda, “… Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga.”

Dari buku Pdt. DR. Andar Ismail “SELAMAT RIBUT RUKUN”.

PKU. Kamis 09 Feb 2017.

 

GEREJA YANG BERDIAKONIA

GEREJA YANG BERDIAKONIA

(Tulisan ini lahir dari kongkow di warung kopi dan saya pikir ada baiknya dituliskan, mana tau ada sebab akibat yang diakibatkan setelah tulisan ini dibaca oleh yang berminat … hehehe … selamat membaca)

Di dalam konsep Diakonia, gereja seharusnya lebih melibatkan diri dalam bentuk pelayanan kasih kepada dan untuk kesejahteraan manusia yang diwujudnyatakan melalui tindakan nyata, dengan melakukan pembebasan terutama bagi mereka yang miskin dan tertindas sebagai wujud nyata kepatuhannya kepada firman dan cinta terhadap  sesama manusia (Bd. Luk 4 : 14 – 21). Dan memang sudah seharusnyalah gereja mengambil sikap dalam menyikapi masalah – masalah sosial masyarkat (jasmani) umpamanya peduli kepada orang yang tidak cukup makan – minum, peduli kepada yang tidak dapat membayar biaya kesehatan, kepada yang tidak dapat membayar biaya pendidikan anak-anak mereka, atau menciptakan lapangan kerja bagi mereka yang tidak memilki pekerjaan, dsb.

Oleh itu adalah sangat baik jika gereja lebih menggiatkan pelayanan diakonianya serta berlahan – lahan mengurangi pengeluaranya yang hanya sebatas pesta kemeriahan gerejawi yang hanya bersifat sementara, menghabiskan dana yang cukup banyak dan mulailah meninggalkan cara pelayanan diakonia yang hanya sebatas pelayanan seremonial. Gereja haruslah membuka matanya lebih lebar untuk melihat bahwa masih banyak anggota jemaatnya yang hidup di dalam kemiskinan, yang tidak memiliki harta benda, hidup serba kekurangan oleh karena rendahnya penghasilan mereka untuk mencukupi keperluannya.

Gereja adalah manifestasi keberadaan Allah di dunia artinya selain melakukan persekutuan untuk memuliakan Tuhan Allah, gereja juga adalah sebagai perpanjangan tangan Tuhan Allah untuk mewujudkan tujuanNya untuk datang kedua dunia yaitu melakukan pelayanan kemanusian sampai Ia datang kedua kali. Dalam Lukas 4 : 14 – 21 jelas sekali tanpa penafsiran yang rumit, kita mengetahui Yesus berbicara tentang kehidupan jasmani manusia, ketika Ia mengatakan ; Roh Tuhan ada pada-Ku oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin ; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang”. Bukan kah perkataan Yesus ini seharusnya teraplikasi dengan baik di dalam kehidupan gereja dan bukankah seharusnya gereja lebih  mengedepankan pelayanan tersebut serta menyelesaikan masalah – masalah jasmani kehidupan manusia tersebut ?

Secara harafiah, Diakonia dalam bahasa Ibrani disebut dengan “syeret” yang berarti memberikan pertolongan atau pelayanan. Dalam terjemahan bahasa Yunani, kata diakonia disebutkan diakonia (pelayanan), diakonein (melayani), dan diakonos (pelayan). Dan secara luas pada zaman Perjanjian Baru diartikan menyiapkan makanan sebagai korban kepada dewa-dewi  dan pada masa itu kata ini memang tidak memiliki arti yang “terhormat” karena digunakan hanya untuk para pelayan dan para hamba namun pada perkembangannya diakonia lebih diartikan melayani dalam arti umum untuk melayani kebutuhan jemaat.

Dalam praktek pelayanannya gereja memang telah melakukan pelayanan diakoninya yang di kenal dengan Diakonia karitatif  yaitu pelayanan diakonia dengan pelaksanaan memberi langsung kepada mereka yang membutuhkan dan lebih bersifat tanggap – darurat, dan dalam sisi baiknya diakonia ini dibutuhkan dalam pelayanan tertentu. Dalam perjalan waktu pelayanan diakonia mengalami pererkembangan pemahaman yang disebut dengan Diakonia Reformatif  sifat dari pelayanan diakonia sebenarnya masih hampir sama dengan diakonia karikatif oleh karena pelayanan diakonia reformatif ini pun tidak merubah pondasi dasar pelayanan diakoni karena tetap saja dilakukan atas dasar belas kasihan. Akhir – akhir ini istilah diakonia kemudian lebih berkembang dengan sebutan diakonia transformatif dalam pengertiannya sifat dari pelayanan ini lebih mendekati dengan apa yang dimaksudkan Yesus dalam Lukas 4 : 14 – 21 Roh Tuhan ada pada-Ku oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin ; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang”. Bukan kah itu yang dimaksudkan Allah ketika ketika kita merujuk kembali ke PL ketika Tuhan Allah melepaskan bangsa Israel dari penindasan di Mesir dan menempatkan bangsa Israel di Tanah Kanaan yang sangat subur atau yang dimaksudkan Yesus ketika Ia berkata dalam mat 6 : 25 – 34 dimana Yesus menginginkan agar seluruh umat manusia terlepas dari rasa khawatirnya setiap saat (hari) tentang apa yang akan dia makan dan minum serta apa yang akan ia pakai ?

Lalu kapankah diakonia transformatif itu dapat terrealisasi dengan baik dan benar ? hal itu kembali tergantung kepada gerejanya. Jika gereja hanya masih ingin menghibur dirinya, menyibukkan diri dengan kesenangannya sendiri, maka hal tersebut akan sulit tercapai, terlebih – lebih jika mimbar gereja tidak lagi dipakai bagaimana seharusnya dalam mengkomunikasikan firman Allah dengan maksud Allah yang sesungguhnya.

Gereja seharusnya sadar dengan pemahaman teologinya dan memang harus membuka mata lebih lebar, melihat bahwa di dalam jemaatnya atau di kehidupan sosial masyarakat yaitu peduli kepada orang miskin yang tetap miskin dari dulu bahkan menjadi jemaat yang warisan jemaat yang miskin turun – temurun ? Johanes Calvin pernah berkata firman tidak hanya boleh berada diatas mimbar atau dengan kata lain diakonia tidaklah hanya boleh sekedar berada di altar, namun firman harus menyentuh kehidupan manusia dalam pelayanan gereja, sehingga firman tidak lagi hanya sebatas pemuasan nafsu kerohanian belaka. Haruskah nantinya gereja nmendapat kritikan dari Yesus sama seperti Yesus mengkritik orang farisi pada zamanNya yang hanya mementingkan aspek kerohanian tapi tidak mempraktekkan kasih kepada sesamanya.

Gereja adalah manifestasi keberadaan Allah dan gereja adalah refrensentasi tubuh Kristus yang merasakan penderitaan orng lain dan harus menjadi perpanjangan tangan Tuhan Allah untuk mewujudkan tujuan Tuhan Allah berada di dunia untuk melakukan pelayanan kemanusian dan jika gereja masih tidak meyadari itu maka sia – sialah ia sebagai gereja.

Pekanbaru 16 Feb 2016. Pdt. Israel H Sembiring.

AKU DAN NABI ELIA

AKU DAN NABI ELIA

Esok hari aku akan menyampaikan firman dan sedang mempersiapkan diri dalam doa dan kajian Teologia sederhanaku.

Dalam pengkajian akan I Raja – raja 18 : 36 – 56, aku mendapati Elia adalah seorang nabi yang di kenal dengan nabi api dan bersifat seperti api dalam melayani Tuhan.

Dengan berani ia menantang 450 orang nabi – nabi Baal, ya sebuah pertarungan yang luar biasa karena 1 orang nabi yang takut akan Tuhan melawan 450 nabi – nabi palsu.

Elia berani, mengkritik, membongkar, memberikan pencerahan tentang kebenaran firman Tuhan kepada Ahab dan seluruh bangsa Israel, agar mereka bertobat dari segala dosa dan mengakui bahwa Tuhanlah yang maha kuasa, penguasa dari segala penguasa yang ada.

Elia memang luar biasa, ia berani menentang raja Ahap dan sangat dengan berani memperlihatkan bahwa Allah adalah Allah yang berkuasa dan sekaligus mengatakan bahwa Ia juga adalah Allah yang penuh kasih serta memperlihatkan bahwa Ia juga adalah Allah yang menghanguskan. Apakah bukti itu semua ? dengan kasihNya Allah mendengar doa Elia, memperlihatkan kuasaNya dengan membakar persembahan yang berada di altar persembahan, sehingga orang – orang yang melihatnya berkata benar, bahwa Allah yang di sembah Elia adalah Allah yang benar berkuasa dan mengalahkan segala kuasa kegelapan.

Dalam hal ini, aku berkesimpulan bahwa Allah adalah memang Allah yang penuh kasih tetapi Ia juga adalah Allah yang seperti api yang membakar dan menghanguskan (bd. Ibr 12 : 29 “Sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan”). Dalam hal ini kita melihat kesaksian firman Allah di dalam 1 Raja – raja 18 ini bahwa Allah mengizinkan Elia menyembelih nabi – nabi Baal di sungai Kison. Allah mengizinkan Elia melenyapkan semua nabi – nabi palsu tersebut yaitu nabi yang memberikan nubuat palsu dan yang menyenangkan dalam kepalsuan.

Lalu apa hubungannya Elia dengan aku … Hehehe ? aku sih tidak berharap seperti Elia yang luar biasa dikenal dengan nabi api dan dengan api semangatnya akan kebenaran Tuhan melayani seperti api yang membakar dan menghanguskan segala dosa.

Dan jujur, aku memang tidak berani seberani Elia yang berani dalam segala hal. Tetapi paling tidak firman ini menjadi renungan tersendiri bagiku, semoga aku tidak menjadi pemberita palsu dan menyenangkan dalam kepalsuan firman dan berharap semoga Tuhan selalu memberkati setiap firman yang kusampaikan dari mimbarNya.

PKU. Sabtu 09 Juli 2016.

JIKA TUHAN MAU SEMBUNYI

JIKA TUHAN MAU SEMBUNYI

Suatu ketika Tuhan bertanya kepada para malaikat-Nya, “Jika Aku mau bersembunyi, apakah kalian tahu dimana tempat yang paling aman untuk bersembunyi agar tidak terlihat manusia ? “

Malaikat pertama menjawab : Tuhan aku rasa tempat yang tidak terlihat manusia adalah di dalam lautan terdalam.

Jawab Tuhan kepada Malaikat pertama : Bukan ! Manusia akan dapat menemukan – Ku jika aku berada di tempat itu. Dengan akal pikirannya mereka dapat menciptakan kapal selam canggih yang dapat memetakan seluruh isi laut.

Malaikat kedua menjawab : Tuhan aku rasa, Engkau boleh bersembunyi di puncak gunung Himalaya.

Jawab Tuhan kepada Malaikat ke dua : Bukan ! Tanpa teknologi pun manusia dapat menjangkau tempat puncak Himalaya.

Malaikat ketiga menjawab : ya Tuhan, aku kira tempat paling baik bagi – Mu bersembunyi adalah di bintang atau planet yang paling jauh dari bumi.

Jawab Tuhan kepada Malaikat ketiga : Bukan ! Tidak usah pergi – pergi jauh ke bintang atau planet terjauh karena manusia sekarang sudah mampu mengintipnya dengan teleskop paling canggih mereka.

Setelah tidak ada jawaban dari para malaikat -Nya, Tuhan pun memberikan jawaban :

“Jika Aku tidak ingin terlihat, Aku lebih suka bersembunyi di dalam hati manusia karena manusia tidak akan tau bahwa Aku ada di hati mereka – Tetapi Aku berkata berbahagialah manusia yang dapat mengetahui dan melihat Tuhan yang bersemayam hatinya”.

Matius 5 : 8 “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah”.

PKU 16 Juli 2016.

MOHON MAAF …

 

2016-05-15 19.30.52MOHON MAAF …

Mohon maaf saya sebagai admin blog ini, kepada seluruh pengunjung setia blog ini. Karena tidak dapat membagikan Suplemen Pekan Doa kita. Berhubung karena kami sedang berduka cita. Orang tua kami tercinta (Ibunda Nora) menghadap kepada Tuhan Allah kita. Dan mungkin akan aktif kembali setelah kami melewati dukacita kami, Terimakasih atas pengertian para sahabat seluruh pengunjung setia blog kami.

Tuhan memberkati kita semua.