PENCARI TUHAN BUKAN RATTING NATAL ….

PENCARI TUHAN BUKAN RATTING NATAL ….

Nimbrung menulis soal Natal dan up date status soal Natal di bulan ini …

Di Media Sosial, melihat ada banyak up date status soal Natal, ada banyak berbicara soal Natal, melapor di status ada banyak Natal ini – itu yang dia ikuti, mengumbar seberapa banyak jadwal Natal, bertanya seberapa banyak jadwal Natal, seberapa banyak pendengar, seberapa meriah pesta Natal, seberapa sukses, dsb.

Sekedar mengingatkan saja soal Natal di tulisan kecil ini, semoga Natal, yang penuh dengan acara dan jadwal itu tidak membuat kita hanya mengumpulkan atau mengejar “RATTING NATAL”, lalu mengira itu semua menjadi tolak ukur bahwa Natal tahun ini sangat berkesan, merasa hebat atau wah … dan itu sangat menyenangkan Tuhan.

Jika seperti, maka hal itu sama saja dengan “ORANG FARISI TUKANG HITUNG”. Dalam bukunya Pdt. Eka Darma Putra (MENGUJI ROH) mengatakan ada 7 Jenis “ORANG FARISI” yang saya sebut satu di tulisan ini adalah “ORANG FARISI TUKANG HITUNG” yang menghitung amal kebaikannya, perbuatannya, jadwal berbuat baik, jadwal ibadah yang ia telah lakukan, dan mengira semua itu hebat di mata Tuhan.

Natal itu bukan mencari “RATTING NATAL” maka dari itu ber – Natal – lah dengan hati yang memang rindu akan kehadiran Tuhan, yang mengubahkan hidup, Dia yang kita peringati kehadiranNya di bulan Natal ini adalah memang JURU SELAMAT yang menginginkan pertobatan dari yang menerimaNya sebagai JURU SELAMAT.

Ketahuilah, bahwa manusia dari dulu bahkan sampai saat ini masih sangat membutuhkan JURU SELAMAT oleh itu yang terpenting PERTOBATANNYA bukan “RATTING NATAL “. Selamat Ber – Natal dan mengikuti Natal sebanyak – banyaknya jika memang harus banyak mengikuti acara kegiatan Natal dan semoga dengan Natal yang kita lakoni di tahun ini, benar membuat kita seperti “ORANG MAJUS PENCARI TUHAN” bukan pencari “RATTING NATAL”.

SALAM SELAMAT NATAL
Pekanbaru. Jumat 08 Des 2017.

NATAL ITU TELAH MENJADI AJANG TEBAR PESONA

NATAL ITU TELAH MENJADI AJANG TEBAR PESONA

Hari Natal memang menjadi bulan sangat religius bagi umat kristen, telah mulai berbagai gereja, instansi, atau pribadi – pribadi memperiapkan diri untuk menyambut Natal dan saya juga telah melihat simbol religious itu mulai dipersiapkan untuk dekorasi pada saatnya nanti tiba.

Ada kerisauan dalam hati saya pribadi, dari tahun – ketahun sepertinya simbol religious itu sudah bukan menjadi simbol iman tapi telah menjadi sebagai symbol euforia. Lagu – lagu natal bukan lagi sebagai kidung syahdu untuk mengingat kesederhanaan palungan, tetapi sudah berubah menjadi lagu untuk mengundang orang datang dan hanya sebagai hiburan.

Akan ada banyak panitia natal yang akan mempersiapkan Snack atau makanan Natal, semoga hal itu bukan sebagai lambang umat yang konsumerisme. Ketika kita bisa menjaga simbol religius itu di hati, maka kita memang tidak akan terjebak akan iman baru yaitu konsumerisme.

Natal bukanlah arena tukar kado dan mendapat kado gaya santa claus (Lucky Draw) yang tak jelas maunya kemana. Natal adalah menerima kado Tuhan yang terbesar yakni keselamatan telah hadir. Itu sebabnya Natal harus berfokus pada palungan yang artinya pengorbanan dan kesederhaan bukan kemewahan dan ajang tebar pesona dan semoga saja natal – natal yang kita lakukan bukanlah hanya sebagai tebar pesona.

Substansi awal untuk mengerti kesederhanaan ‘palungan’ adalah bahwa Tuhan melawat umatNya melalui pribadi yang altruist sejati seperti Jusuf dan Maria yang mempersembah dirinya dipakai untuk sebuah prakarsa agung ‘Imannuel’ sudah sangat jauh. Oleh itu saya kira keluarga dari Nazareth, tidak memerlukan simbol religious dalam arti fisik, tebar pesona, karena mereka sudah bertemu dengan substansi Juruslamat secara Agung itu sendiri.

Doa saya tahun ini sama seperti doa – doa tahun yang lalu ketika menyambut Natal, semoga Natal itu memang menjadi sebuah natal yang sesungguhnya. Selamat Menyambut Natal dalam arti yang sesungguhnya.

Pekanbaru Selasa 14 Des 2017

NATAL MASA KINI LEBIH DUNIAWI !

NATAL MASA KINI LEBIH DUNIAWI !
(Beberapa catatanku tenntang Natal masa kini di akhir thn 2015)

Dalam tahun ini aku telah beberapa kali mengikuti Natal maupun sebagai pemimpin ibadah Natal. Dalam ingatanku ada beberapa catatan yang mnimbulkan beberapa pertanyaan, karena jujur aku sendiri merasa terganggu dengan perayan natal masa kini dan bertanya : inikah Natal yang sesungguhnya ?

Beberapa hal tentang pelaksanaan Natal masa kini yang aku perhatikan antara lain :

 Sepertinya Natal sekarang pun dapat dikatakan mencari rating. Tidak ramai yang menghadiri Natal dianggap tidak meriah dan memuaskan. Perhatikanlah kata sambutan yang mengatakan Natal kita ini sungguh meriah karena dihadiri banyak orang. Artinya jumlah kehadiran menjadi tolak ukur Natal itu sukses atu tidak.

 Perayaan Natal ternyata sudah sangat GLAMOUR (suasana Perayaan duniawi) hingga suasana khidmat Natal itu telah kehilangan makna yang sesungguhnya.

 Acara Natal sering juga telat dimulai oleh karena sang tamu kehormatan, pejabat belum hadir di tempat. Hmmm … ternyata Natal itu lebih menghormati Pejabat daripada jemaat yang sudah hadir tepat waktu.

 Wow … Ternyata Natal juga telah dimasuki cara – cara dunia untuk mengumpulkan orang dengan mengadakan LUCKY DRAW dan anehnya hal ini dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan biasa saja, karena LUCKY DRAW dianggap dapat menarik orang untuk datang mengikuti Natal.

 Lagu – lagu natal pun harus lebih menarik dan lebih parah lagi bahwa banyaknya lagu lagu – lagu duniawi yang masuk pada acara Natal, yaitu dengan menggubah lagu duniawi tersebut menjadi lagu rohani, hehehe … Seperti yang aku alami sendiri baru – baru ini saat memimpin sebuah acara Natal. Lagu batak yang cukup terkenal di lapo tuak yang berjudul “ANAK MEDAN” di ubah menjadi “ANAK TUHAN” … kwkwkkw … dan akhirnya aku merasa sangat lucu sekali dengan lagu Natal tersebut dengan mengikuti lagu tersebut dengan lagu “ANAK MEDAN”.

 Tak jurang juga “PENGKHOTBAH” di ingatkan panitia supaya jangan terlalu lama berkhotbah karena padatnya jadwal acara dan juga oleh karena adanya tamu kehormatan yang diundang untuk memberikan kata sambutan sekaligus mencari dana Natal.

 Dalam mendengarkan khotbahpun sebenarnya banyak yang hanya sekedar mencari INFORMASI tentang Tuhan tanpa mengimanai dan mengamini firman yang di dengar. Dan satu lagi sebagai catatan dalam hal ini, ternyata pengkhotbah yang pandai berhumor lebih laris daripada pengkhotbah yang sungguh – sungguh memperdengarkan firman Tuhan.

Hehehe …. Status ini, mungkin aku sendiri yang merasa heboh, tetapi aku rasa ada baiknya aku tuliskan saja untuk mengingatkan dan menjadi perhatian kita yang melakukan Natal pada tahun ini.

Salam Damai natal. Pekanbaru 15 Des 2015

ANTARA IBADAH NATAL DAN PESTA NATAL

ANTARA IBADAH NATAL DAN PESTA NATAL
Pdt. Israel H S Milala. STh.

Tulisan ini bisa jadi tidak enak untuk dibaca karena memang sifatnya menyoal terhadap perayan besar yang sering kita agungkan di bulan Desember. Mungkin sahabat akan berikir saya terlalu banyak berbicara yang bukan – bukan dan mungkin akan menyoal kembali maksud tulisan ini dengan berbagai argumen atau barangkali menyebabkan tidak suka kepada saya atau barangkai tidak mengucapkan lagi selamat natal. Tapi inilah pandangan saya tentang perayaan natal kita. Dan jika Tulisan ini tidak berkenan bagi Tuhan sang pemilik natal, semoga Ia mengampuni saya sebagai hamba-Nya.

PERLUKAH PERAYAAN PESTA SEPERTI INI ?
Natal … Memang sudah tak terasa dan semakin dekat perayannya. Kesibukan akan dimulai panitia natal mulai bekerja, gereja, rumah, mall, pasar – pasar mulai dihiasi pernak – pernik natal dan seperti biasanya pesta natal itu diharapkan dapat terlaksana dengan meriah hingga bahkan bisa saja sangat duniawi.

Terkadang saya berpikir ; Perlukan perayaan dan Pesta natal dimana nuansa duniawinya sangat terasa ?. Kenapa saya berkata Perlukah perayaan seperti ini ? lihatlah sekarang bagaimana gereja – gereja yang hanya mengandalkan ibadah spektakuler yang didalamnya orang – orang kristiani bersorak – sorai memuja hadirat Tuhan, tetapi lihat juga adakah perubahan yang mendalam yang membaharui setelah perayaan natal tersebut ?

MELIHAT NATAL BERSAMA NABI YESAYA.
Mari melihatlah bersama nabi Yesaya, ketika ia berkata dalam pasal 2 tentang : “apa yang terjadi di surga dan yang terjadi di bumi”. Yerusalem beria – ria dengan persembahan domba dan lembu mahal, perayaan – perayaan rutin yang sangat fantastis ? tapi ironis ! melihat semuanya itu. Yesaya mengatakan, Yang Mahakudus mencela karena jijik ; “Aku benci melihatnya! Tanganmu penuh dengan darah!” bahkan Allah bahkan menyetarakan Yehuda dengan manusia Sodom dan Gomora ! “Inilah kesalahan Sodom … kecongkakan, makanan yang berlimpah-limpah dan kesenangan hidup ada padanya dan pada anak-anaknya perempuan, tetapi ia tidak menolong orang-orang sengsara dan miskin” (Yehezkiel 16:49). Yesaya mengatakan Allah tak terkesan dengan ibadah, perayaan atau persembahan memang sangat hebat namun penuh kemunafikan, meski ada kemegahan di dalam tembok rumah ibadah, kesengsaraan dan kemiskinan masih bercokol di luar tembok Yerusalaem.

Dalam hal ini aku hendak mengatakan, lihatlah ! Sekian tahun gereja bertumbuh, bukankah pertumbuhan iman jemaat hanya jalan ditempat, bukankah semakin lama kita bersama di dalam gereja semakin banyak perseteruan, kecongkakan, keangkuhan, yang miskin tetap miskin dan yang kaya semakin kaya dan kondisi orang-orang di jalanan (masyarakat) tak banyak berubah ? Bukankah ini yang dikatakan Yesus tentang “Garam” yang tak lagi asin dan “terang” yang sudah redup nyalanya ? Atau barangkalai dengan sengaja kita melupakan pesan nabi Yesaya dalam setiap perayaan gerejawi, tidakkah kita melihat Tuhan menghardik umat-Nya yang merasa diri tengah baik – baik saja ? Jikalau bisa dan tulisan ini memberi makna kepada kita, mungkin aku juga akan berkata, marilah “Singkirkan perayaan yang penuh kemunafikan itu, mari beribadah dan merayakan natal dengan kesederhanaan, hikmad dan lebih kepada memaknai akan kehadiran Yesus di dunia. Cukup sudah kita kita berbicara tema natal yang sentralnya hanya kepada :

  • Berapa biayanya ?
  • Dari mana sumber dananya ?
  • Dimana tempatnya di hotel atau di gereja?
  • Siapa pengkhotbahnya kelas atas atau kelas bawah ?
  • Siapa artisnya lokal atau ibu kota ?
  • Apa makanannya Prasmanan atau kotak ?
  • Bagaimana dan apa kado natalnya ?
  • Apa hiburannya, band atau keyboard ?
  • Siapa yang di undang Pejabat atau pimpinan gereja ?
  • Siapa yang menjadi sponsor calon Bupati, Gubernur atau caleg ?
  • Dsb … ?

SEDIKIT TENTANG AKU DAN MAKNA NATAL
Kenapa kita sangat menghilangkan makna natal yang sesungguhnya yang berbicara berbicara tentang penebusan, tentang kesederhanaan dan kerendahan hati ? Saya masih mengingat ketika saya dulu diundang beberapa tahun lalu awal pelayanan saya dengan jadwal yang padat sekali bisa sampai 40 X dalam sebulan, tapi itu dulu … hehehe … sekarang jadwalnya semakin sedikit tapi saya senang dan sangat jujur dengan sengaja memang menolak beberapa tawaran berkhotbah yang hanya memuaskan pendengar, karena bagiku menjadi pengkhotbah terkenal bukan lagi sebagai yang utama, tapi bagaimana menyamapaikan kebenaranNya yang sesungguhnya bukan sebagai hanya lelucon. Bagi pengkhotbah begini akan beresiko tidak akan di undang dalam banyak perhelatan …. hehehehe … dan mikirlah jika ada yang mau melakukan itu.

Kembali kepada perayaan natal tadi. Dalam banyak perayaan natal, saya memperhatikan bahwa memang acara natal yang saya hadiri, bahwa perayaan itu lbih banyak kepada nuansa duniawinya, mulai dari acara natal yang penuh dengan entertaiment, spanduk dan sponsor yang beragam, ucapan selamat dari petinggi – petinggi negeri, ada juga pajangan product makanan dan minuman dan lebih heran lagi tata acara ibadah bisa jadi ada 10 lembar tetapi 6 lembar terakhir penuh foto calon – calon pejabat serta iklan … hehehehe.

Terkadang saya juga mendengar, beberapa sanjungan yang dilontarkan oleh panitia natal, majelis jemaat atau jemaat sendiri yang berkata ; “Puji Tuhan, acara Natal kita sangat meriah. Megah, mewah, paduan suaranya mantap, penampilan operanya memukau, pengkhotbahnya luar biasa, dsb”. Sebenarnya, saat mendengar perkataan itu, saya terharu dan tertunduk, jangan – jangan Tuhan malah sedih dan menangis melihat kemewahan dan kemeriahan semuanya ini yang penuh dengan selebrasi. Jangan – jangan semua yang kami lakukan di Natal ini hanya menyenangkan hati kami, bukan untuk Tuhan.

Sahabat kita telah melupakan, bukankah dalam perayaan natal seharusnya kita lebih memikirkan tentang kedatangan-Nya nanti ? karena natal bukanlah lagi berbicara tentang bayi, tentang gembala, tentang palungan. Itu dulu ketika Ia datang menjadi bayi manusia. Dan Sang Bayi Manusia itu segera akan datang lagi. Tapi bukan bayi lagi, tapi dengan segala KemuliaanNya. Mengapakah makna Natal kehilangan maknanya mengingat akan KedatanganNya nanti ? bandingaknlah dengan apa yang dikatakan dalam Matius 24 : 29 – 30 ini : “Segera sesudah siksaan pada masa itu, matahari akan menjadi gelap dan bulan tidak bercahaya dan bintang-bintang akan berjatuhan dari langit dan kuasa-kuasa langit akan goncang. Pada waktu itu akan tampak tanda ANAK MANUSIA di langit dan semua bangsa di bumi akan meratap dan mereka akan melihat ANAK MANUSIA itu datang di atas awan-awan di langit dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya. Dengan firman yang tertulis dalam Matius 24 : 29 – 30 ini, masihkah kita tidak mau merenung untuk mempersiapkan diri menyongsong kedatanganNya nanti ? masihkah dalam masa penantian itu, tetap kita rayakan dengan pesta makan dan minum yang dipenuhi dengan roh konsumerisme ? Saya rasa bukan itu caranya. Roma 14 : 17 mengatakan : “Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus”.

Saya mengingat beberapa hari yang lalu Nora (istriku) berkata, Pa dalam tahun – tahun natal kita tidak pernah lo memajang pohon natal dan menghias rumah kita dengan pernak – pernik natal ? saya hanya berkata kepadanya, mama, mungkin tahun ini, kita juga tidak akan memasang pohon natal dirumah dan pernak – perniknya dan kita pun tidak akan merayakan natal dengan baju baru tapi mari kita bernatal dan merayakannya dengan hati bersyukur.

Entah kenapa memang, beberapa tahun ini, jiwaku gundah gulana dan bertanya – tanya, mengapa orang – orang berlomba sibuk menyukseskan acara natal, sementara Kristus yang dirayakan kelahiranNya itu dilupakan ? Jika boleh sekali lagi saya berkata, bukankah ketika ibadah natal itu dibangun dari kelebihan, pesta mewah, makanan mahal, harta, pakaian, jabatan, dengan acara glamour, dsb, yang ketika dibawa kedalam ibadah bahwa itu telah mencuri kemuliaan Tuhan ?

RENUNGAN MEMAHAMI NATAL YANG SESUNGGUHNYA
Bacalah ini renungan yang saya copy paste dari salah satu gereja tetangngga, yang sangat baik dalam memahami natal, semoga dapat memberikan kesadaran kepada kita yang merayakan natal tahun ini :

Yesus lahir dalam kesederhanaan. Dia adalah Raja, jadi sebenarnya Dia dapat memilih tempat dimana Dia akan dilahirkan. Dia bisa saja memilih istana yang megah dan penuh keindahan, tetapi sebaliknya Dia memilih kandang dengan bau yang mungkin saja menyengat. Dia bisa saja memilih untuk diletakkan di pembaringan yang empuk, tapi Dia justru memilih palungan. Dia bisa saja memilih sutra termahal untuk menyelimuti-Nya – ingat, Dia Raja dan Tuhan – tetapi Dia membiarkan kain lampin yang kasar dan sederhana membungkus-Nya. Saat Dia lahir, bisa saja Dia mengundang pembesar dan golongan bangsawan untuk datang melihat-Nya, tetapi Dia justru memilih para gembala sebagai tamu kehormatan!

Kelahiran Kristus itu sederhana, bahkan sangat sederhana. Namun anehnya Natal sekarang ini sudah identik dengan kemewahan. Kalau tidak mewah, bukan Natal namanya. Jika anggaran dana Natal tidak membengkak sampai berpuluh-puluh juta, Natal yang kita peringati serasa kurang afdol. Dengan dalih rohani, kita selalu berkata bahwa kita sedang menyambut kelahiran Raja di atas segala raja, sehingga segala pemborosan yang kita berikan tidak berarti sama sekali. Memang tidak pantas jika kita membuat perhitungan finansial terhadap Tuhan. Namun, apakah benar semua kemewahan itu untuk Tuhan, ataukah sebaliknya untuk memuaskan keinginan kita sendiri ? Bukankah sejujurnya kita sungkan dengan tamu undangan yang datang dalam acara Natal kita itu, sehingga mau tidak mau kita akan menyiapkan acara itu semewah mungkin ? Padahal bisa saja kita merayakan Natal dalam kesederhanaan tanpa mengurangi esensi Natal itu sendiri.

Seandainya waktu bisa diputar ulang, saya ingin kembali ke Natal yang pertama untuk menyaksikan dan merasakan sendiri bagaimana suasana di Betlehem. Sementara semua penduduk desa kecil itu sudah tertidur pulas, di suatu tempat, tepatnya di sebuah kandang sederhana, terlihat Yusuf dengan Maria yang sedang menggendong Sang Mesias. Serombongan gembala datang dengan ekspresi yang belum pernah terlihat sebelumnya. Suasana di sana begitu hangat, tenang, teduh dan dipenuhi kedamaian yang tak terkatakan. Natal pertama memang diwarnai dengan kedamaian.

Dua puluh abad kemudian, Natal masih diperingati. Kisahnya masih terus diceritakan. Bahkan cerita Natal itu tampaknya tidak pernah usang. Hanya sayang, kedamaian yang menyelimuti Natal pertama berangsur-angsur hilang. Kini kita memperingati Natal, tapi tak pernah merasa damai. Sebaliknya, Natal tidak lebih dari kegiatan tahunan yang membuat kita letih. Bahkan kadang kala kita memperingati dengan kegelisahan dan kegalauan dalam hati. Kehadiran Sang Mesias tidak cukup memberi rasa tenang dan rasa aman. Berita kelahiran Juruselamat tidak sanggup menghembuskan rasa damai di hati kita. Tak heran jika Natal tidak begitu berkesan dalam hidup kita. Sama sekali tidak membekas. Bahkan berlalu begitu saja.

Jika kita mau merenungkan lebih jauh, bukankah benar bahwa makna Natal dalam pengertian yang sebenarnya telah bergeser begitu jauh ? Makna Natal yang sebenarnya diganti dengan hal – hal lahiriah. Digantikan dengan pesta pora, hura-hura, dan kemewahan yang sia-sia. Dilewatkan begitu saja, bahkan sebelum kita bisa mengambil waktu sejenak untuk berefleksi. Alangkah indahnya jika kita bisa kembali ke Natal yang pertama. Merasakan Kristus dalam kesunyian, membuat jiwa kita lebih peka terhadap suara-Nya. Merasakan Kristus dalam kesederhanaan, menggugah empati kita terhadap sesama yang hidup dalam kekurangan, yang dilanda bencana atau yang sedang dirundung kesedihan. Merasakan Kristus dalam embusan damai, mengusir jiwa yang gelisah dan galau.

Amin.
Salam dari saya dan selamat menyambut Natal.
Pekanbaru 17 Nov 2015.