Inspirasi : PUJI DAHULU 15 DETIK ! (Ajahn Brahm)

PUJI DAHULU 15 DETIK !
Oleh : Ven. Ajahn Brahm

(Saya tertarik dengan tulisan seorang bikshu yang sangat dihormati ini karena memang pengajaran kehidupan yang diajarkanya juga sangat menginspirasi dan saya sendiri memang penggemar buku – bukunya Ajahn Brahm. Sahabat FB saya share tulisan dari Ajahn Brahm dan semoga dapat menginspirasi dan meberi pencerahan bagi kita dan salam bagi kita semua, Tuhan memberkati.)

Saya membaca sebuah artikel dengan ulasan psikologi. Sedikit ilmu psikologi mengajarkan bahwa jika kita hendak mengkritik seseorang, kita harus memuji-muji mereka terlebih dahulu. Sanjunglah mereka. Inilah nasehat hebat bagaimana cara menghadapi bos, pasangan Anda atau teman-teman Anda.

Pertama, Anda harus memuji – muji mereka terlebih dulu, sebab pujian itu bagaikan suatu pijatan yang nikmat bagi ego mereka. Setelahnya, Anda bisa mengkritik mereka, dan luar biasanya mereka akan mendengarkan, sebab Anda telah mengakui kepintaran dan kesadaran identitas mereka. “Kamu sahabat saya yang benar – benar hebat dengan segudang prestasi, tapi…..”

Inilah hal-hal kecil yang bisa sedikit menyentil orang-orang yang keras kepala dengan keegoaan mereka yang tinggi, namun bisa membuat mereka menerima kritik itu. Cobalah sendiri sebelum Anda mengkritik anak, istri, bos atau siapa pun juga. Jika Anda benar-benar baik kepada mereka, memusatkan perhatian pada sisi baik dan kehebatan mereka, bagian dari mereka yang benar-benar bisa dihargai, sungguh luar biasa bila kritik Anda bisa masuk ke batin mereka.

Sama pula, Anda pun akan menerimanya. Namun jika seseorang mendatangi Anda dan langsung berkata, “Kamu jelek, tolol , payah!” tentu saja kita tidak akan menerima perkataan itu. Kita akan menolaknya dan tidak akan mau bertemu dengannya lagi. Kita tidak akan mau merenungkannya sama sekali, karena ini adalah serangan terhadap identitas atau harga diri kita.

Yang kedua, ada psikologi yang mengatakan bahwa jika Anda memuji seseorang dengan mengatakan “Kamu gadis yang mengagumkan, kita sebut saja ‘Jenny.” dikarenakan pengkondisian batin kita semua, pujian itu tidak akan masuk.

Anda harus memuji selama 15 detik. Hanya 15 detik, barulah pujian itu diterima. Jadi sebaiknya Anda mengatakan kepada istri Anda, “Aku sungguh beruntung memilikimu. Kamu adalah seorang istri yang sangat cantik. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan tanpa dirimu. Kamu selalu ada di sisiku. Kamu orang yang menakjubkan, koki yang hebat, hangat dan ramah. Aku sangat-sangat mencintaimu. Aku mengagumi kerohanian dan kebaikanmu. Kamu begitu mempersona, kamu begitu sempurna bagi ku…”Ya, 15 detik saja!” Jika tidak, pujian itu tidak akan masuk. Anda tidak harus melihat jam sih…., tapi setidaknya Anda harus menyampaikan pujian itu dengan kental.

Akan tetapi, di lain pihak, cercaan, kritikan, akan masuk ke hati orang dalam hitungan detik!. “Kamu perempuan bodoh!” langsung akan menancap masuk ke dalam batin perempuan itu. Kita tidak perlu mengulanginya sama sekali. Orang itu bahkan tak akan pernah membiarkan kita melupakan kritik kita itu kepadanya.

Begitulah sifat manusia, jadi, mengapa kita tidak bisa melakukan sebaliknya? Lagi pula, cukup sering, kritik yang diberikan kepada kita tidaklah berdasar. Mereka tidak tahu apa yang Anda kerjakan dan bagaimana Anda melakukannya.

Mereka tidak tahu kesulitan dan tekanan dalam diri Anda, kerumitan yang Anda hadapi. Kita semua pernah melakukan kesalahan dan sebagian besar kritik sama sekali tidak berdasar. Terhadap kritik semacam itu, kita tak perlu terlalu memikirkannya, dan tetap memusatkan diri pada hal yang positif.

Co – Pas dari Budha Darma.  PKU 16 Sept 2016.

“KATOLIK DULU DAN SEKARANG, BERBEDA”

 

“KATOLIK DULU DAN SEKARANG, BERBEDA”
(Salut buat ketegasan Paus Fansiskus, tegas dan berani dengan suara kenabiannya)

Pope_Francis_South_Korea_2014Mungkin kita pernah membaca atau mendengar bagaimana Paus Fransiskus berbicara dengan sangat tegas sekali dan secara pribadi saya juga sangat suka dengan ketegasan Paus Fansiskus ketika ia menyinggung soal uang yang di persembahkan/diberikan ke gereja.

Paus Fansiskus kembali menyatakan jati diri gereja yang sesungguhnya, dia tidak mau gereja kehilangan jati dirinya sebagai gereja, ia menyuarakan suara kenabian itu kembali dengan tegas.

Dari Vatikan Paus Fransiskus meminta agar Gereja Katolik membakar uang kotor yang dihasilkan bukan dari hasil jerih – payah manusia secara manusiawi, dia berkata :

“Saya berikan peringatan kepada para dermawan gereja yang memberikan persembahan kepada Gereja yang dihasilkan dari jerih payah orang – orang yang teraniaya, diperbudak dan pekerja dengan bayaran yang sangat rendah”.

“Saya katakan kepada mereka : ‘Silakan, ambil kembali uang Anda dan bakar’. Jemaat Tuhan, gereja, tidak membutuhkan uang kotor,”

Pemimpin gereja asal Argentina tersebut sudah berulang kali mengecam orang-orang yang memperoleh keuntungan dari perbudakan, korupsi atau eksploitasi termasuk kecaman terhadap mafia mulai dari Italia hingga Meksiko.

Dan pada thn 2014, Paus mengusir semua anggota mafia dari Gereja Katolik dan mengutuk mereka agar disiksa di neraka.

Wah, hebat sekali Paus Fansiskus, dia berani bicara seperti itu …. Salut sekali dengan ketegasan dan pengertian yang baru yang diutrakan oleh Paus Fansiskus ini. Makanya saya berani berkata katolik dulu dan sekarang sudah kauh berbeda dan saya mau berkata jangan samakan Katolik dulu dan Katolik yang sekarang, sudah beda, malah lebih jauh berbeda dari gereja yang ada – ada saja … hehehe.

Salam, Selamat sore. PKU 17/03/2016.

 

John Sung, Sang Obor Asia

John Sung, Sang Obor Asia    

John Simagesung, 1901-1944, adalah anak keenam dari seorang Pendeta Gereja Methodist di China. Sseorang yang pandai dan sifatnya keras. Umur 23 tahun, John Sung telah bergelar Doktor dan menerima banyak penghargaan dalam bidang ilmu pengetahuan. Kemudian ia belajar Sekolah Theologia. Sebelum mendarat di Shanghai setelah tujuh setengah tahun belajar di Amerika Serikat, doktor Sung melempar semua ijazah dan piagam penghargaanNya ke dalam laut supaya semua itu tidak menggodanya untuk mencari penghargaan manusia. Ia mau melayani Tuhan dengan sepenuh hati, ia hanya menyimpan gelar doktor untuk diperlihatkan kepada ayahnya.

Hidup dan pelayanan doktor John Sung terjadi dalam waktu yang sangat penting bukan hanya dinegaranya tapi juga di Negara lain. Perang dunia kedua pecah sebelum John Sung meninggal, pendudukan Jepang terhadap negara-negara lain terjadi di Asia. Tuhan memakai John Sung untuk mempersiapkan orang-orang Kristen menghadapi masa penderitaan itu. Ia mengajar Firman Tuhan tanpa mempedulikan dirinya sendiri. Selama kunjungannya terakhir di Indonesia, ia dalam kondisi yang sangat lemah dan hanya dpat berkhotbah sambil duduk tapi berkat pelayanan Jogn Sung masih sangat terasa sampai sekarang. Banyak gereja dibangungkan, pekabaran injil diperbaharui dan banyak jiwa dijamah.

Tanggal 27 September 1901, John Sung lahir di desa Hong Chek Propinsi Fu Jian, China. Diberi nama Yu Un artinya berlimpah anugerah.Tahun 1909, Roh Kudus mengubah hidupnya melalui KKR tentang peristiwa Yudas Iskariot di taman Getsemani. Mulai saat itu ia sering menolong Ayahnya untuk tugas-tugas Gereja dan meggantikan Ayahnya untuk berkhotbah sehingga mendapat julukan baru si Pendeta kecil lebih baik dari yang sebelumnya yaitu si kepala besar.   Tahun 1920, berangkat ke  Amerika kuliah di Universitas Weshley dan bermimpi mendapat visi dari Tuhan bahwa ia harus pergi memberitakan injil karena hanya melalui Salib Yesus semua orang dapat selamat.

Tahun 1923, John Sung lulus dari Universitas dengan hasil yang memuaskan dan mendapat gelar doktor. Pada saat itu ada seorang Pendeta yang dipakai Tuhan mengatakan bahwa John Sung lebih mirip seorang Pendeta daripada menjadi seorang ahli ilmu alam, kemudian ia masuk sekolah Alkitab dan masuk rumah sakit jiwa selama 139 hari. Disitulah ia berkesempatan membaca Alkitab dari Kejadian sampai Wahyu sampai 40 hari.

Tahun 1927, John Sung kembali ke Shanghai dan menyatakan pada keluarganya bahwa ia sudah menyerahkan diri dan hidupnya untuk memberitakan injil.        Tahun 1930, John Sung memulai pelayanan dikampung halamannya dan banyak orang bertobat menerima Tuhan Yesus.

Tahun 1933, Ia mendapat mimpi bahwa Ayahnya pulang ke rumah Bapa dan sang Ayah memberi tahu bahwa John Sung masih ada sisa umur tujuh tahun lagi untuk memberitakan injil. Tahun 1935, John Sung melayani di Filipina dan Singapura. Tahun 1936, John Sung melayani di Asia Tenggara walaupun sakit paru-paru dan kesehatannya semakin menurun, tapi itu tidak menghalanginya tetap melayani Tuhan.

Tahun 1939, Doktor Sung dating menuju Surabaya (Jawa Timur, Indonesia) dan mengadakan KKR dua puluh satu kali dalam seminggu. Pada saat itu ia mendapat kabar bahwa anak laki-laki satu-satunya bernama Josua pulang ke rumah Bapa. John Sung sangat sedih tapi secara iman dia bersukacita karena anaknya hidup didalam genggaman tangan Tuhan dan sekarang sudah bersamaNya. Tahun 1944, John Sung pulang ke rumah Bapa di Beijing didampingi istrinya yang setia.

Kisah John Sung ini, sepertinya memang sudah dirancangkannya dari sebelum dilahirkan dan sewaktu masih dalam kandungan sampai lahir dan sampai pada akhir hayatnya. Semua terjadi nyata dan sudah digariskan oleh Tuhan. John Sung tinggal menjalankan dan harus melakukan serta mewujud nyatakan kehendak Tuhan dalam kehidupan pelayanannya.

Sampai saat ini, banyak orang yang masih menantikan kabar sukacita yaitu injil keselamatan dan Tuhan Yesus meminta kita untuk berdoa memohon supaya Tuhan mengutus pekerja-pekerja dan ketika kita sedang berdoa siapa tahu mungkin kitalah yang dipanggil dan diutus oleh Tuhan.

sumber : Nafiri Kasih

Sadhu Sundar Singh “Misionaris Dengan Kaki Yang Berdarah”

Sadhu Sundar Singh “Misionaris Dengan Kaki Yang Berdarah”

Di sebelah India Utara, wilayah Bernala Patiala, pada bulan September 1889 lahir seorang anak dalam sebuah keluarga Sikh. Ia dinamai Sundar. Keluarga yang hidup berkecukupan, punya rumah bagus, makanan melimpah. Beda dengan kebanyakan tetangganya. Ibu Sundar memiliki gelar “Sikh Bakhta” yakni orang yang dianggap suci dalam agamanya. Ibunya membantunya mempelajari isi kitab suci mereka,  jadi pada umur 7 tahun Sundar sudah hafal kitab sucinya.

Sundar berusaha menjadi anak saleh, selain menghafalkan kitab sucinya dia juga mempelajari buku dari bermacam agama lain, karena agamanya mengizinkan hal itu. Dia juga belajar Yoga. Kemudian Sundar masuk ke sekolah yang dikelola misionaris Inggris. Di sanalah Sundar pertama kalinya mengenal Alkitab, meskipun dia tidak tertarik pada isinya. Namun kehidupan Sundar berubah sejak ibunya meninggal. Diceritakan waktu Sundar berusia sekitar 14 tahun. Ia jadi membenci agama Kristen dan Yesus. Ia menganggap ajaran Yesus salah. Sundar merobek Alkitab dan membakarnya, meskipun ayahnya mengingatkan bahwa ibunya dulu berkata Alkitab adalah buku yang baik.

Sundar melempari para pengkhotbah dengan batu, menganiaya orang Kristen dan mengajak orang lain melakukan hal sama. Tapi setelah bermacam agama dan ajaran itu dia pelajari, ternyata hatinya kosong.  Tetapi setelah melampiaskan kebenciannya pada kekristenan, dia juga tidak menemukan kedamaian yang diinginkannya. Sundar mulai tak nyaman dan takut. Dia merasa sedih sehingga memutuskan untuk menabrakkan diri pada kereta yang akan lewat. Tapi sebelumnya, Sundar berdoa dulu kepada Tuhan dan memohon agar Tuhan menjawabnya, pada dinihari itu Tuhan menjawab doa Sundar dengan menampakkan diriNya dalam sinar yang sangat terang dan berkata akan menyelamatkan Sundar dan mengatakan kepada Sundar supaya ia mengikuti jalanNya. Ada rasa damai luarbiasa yang dialami Sundar pada waktu itu dan tetap terasa sesudah sinar menghilang. Dan setelah penampakan itu Sundar minta dibaptis pada umur 16 (tahun 1905) di gereja Inggris di Simla. Dia memutuskan jadi Sadhu Kristen yang hidup untuk Tuhan. “Sadhu” adalah guru agama di India, mengajar dari suatu tempat ke tempat lainnya. Para Sadhu biasanya memakai jubah kuning, tidak mempunyai tempat tinggal dan harta, tidak menikah dan makanannya hanya dari orang yang memiliki belas kasihan.

Sundar ingin mengabdi pada Tuhan dan dia berpendapat inilah jalan terbaik memperkenalkan Yesus kepada pengikutnya. Saat dia menjadi orang Kristen yang taat, keluarganya tidak suka lagi kepadanya dan meminta Sundar untuk memikirkan lagi keputusannya menjadi orang kristen. Mereka menawarkan uang kepada Sundar tetapi  Sundar menolaknya dan akhir dari penolakannya itu akhirnya ayah Sundar membuat pesta perpisahan dan mengusirnya. Begitulah Sundar  tidak lagi memiliki keluarga yang menyenangkan dan makanan yang melimpah, ia menjadi terasing karena keluarga memang memang mengasingkannya dan dengan bertelanjang kaki Sundar pergi kesana – kemari mengabdikan hidup pada Yesus.

Tahun 1906, pertama kalinya dia pergi ke Tibet. Negara itu menarik perhatiannya, meskipun di sana bakal ada tentangan kuat dan hukumannya berat. Sundar berpikir bahwa di sana dia bisa punya banyak kesempatan untuk bertemu Tuhan dan mempelajari Alkitab. Sundar memulai perjalanan memberitakan firman Tuhan. Pada saat memberitakan firman ada banyak orang – orang yang ingin membunuh dan mencelakainya, ada badai salju dahsyat, padahal Sundar hanya bertelanjang kaki atau bersandal tipis amat sederhana. Ada ancaman macan tutul dan Himalaya yang sulit ditempuh, juga penganiayaan dari penduduk Tibet namun  Sundar tidak pernah membalas, tetapi malah menyanyikan atau menceritakan kasih Tuhan. Dia bersaksi, “Kehadiran Yesus selalu membawa kedamaian yang mengherankan di dalam situasi seburuk apa pun yang pernah kualami. Dia mengubah penjara menjadi surga dan beban menjadi berkah”.

Sundar jadi salah satu tokoh agama paling dikenal di India. Ia pernah bertemu Stoker seorang misionaris dan sempat belajar 2 tahun di St John School of Theology di Lahore, dan pernah berkotbah di beberapa negara sebelum melanjutkan misinya. Namun suatu kali Sundar ditangkap di Nepal dan dimasukkan ke dalam sumur tua, dengan keadaan tangan yang patah sumur dikunci. Setelah 2 – 3 hari, tiba-tiba seseorang membuka kunci sumur dan menjulurkan tali ke dalamnya dan dia pergi setelah Sundar keluar. Waktu orang yang menangkap Sundar melihat Sundar bebas dari sumur tersebut, mereka menangkap Sundar lagi dan menanyakan siapa yang mengeluarkan Sundar, karena kunci sumur masih berada di tangan mereka, tetapi kejadian itu membuat yang yang menangkap Sundar ketakutan dan akhirnya melepaskannya serta mengusir Sundar dari Nepal. Tahun 1929, Sadhu Sundar kembali terakhir kalinya ke Tibet dan menyebarluaskan firman Tuhan disana dan menghilang di Tibet, tidak ada yang menemukan jasadnya. Apakah ia jatuh ke jurang, meninggal karena sakit, dicelakakan orang, tidak ada yang tahu.  Itulah Sadhu Sundar Singh, yang dikenal sebagai : “Misionaris dengan Kaki yang Berdarah”, atau: “Jubah Kuning.

Di sadur dari Sumber : Majalah Pelangi.

Pekanbaru 21 maret 2016.