Suplemen PA Moria. “Ngaturken Perduiten” Lukas 3 : 11 – 14

Suplemen PA Moria 31 Mei 06 Juni 2015

Tema : “Mengaturkan Keuangan (Ngaturken Perduiten)”
Bacaan : Lukas 3 : 11 – 14

Shalom
Sebelum memulai PA Moria kita hari ini mari kita bersama bernyanyi lagu sekolah minggu pada zaman saya yang cukup populer yaitu tentang uang :

Apa yang dicari orang … uang
Apa yang di cari orang pagi, siang, sore, malam
Uang … uang …uang

“Uang” memanglah sangat akrab dengan kehidupan kita sehari-hari, sehingga uang kadang menjadi tujuan utama dalam hidup :

  • Setiap hari kita pasti memikirkan, menggunakan, atau membicarakan tentang uang. Kalau kita membaca surat kabar hari ini, pasti ada berita-berita yang berkaitan dengan uang, entah itu tentang naiknya harga-harga, nilai tukar Rupiah, tingkat suku bunga, korupsi, penipuan, atau perampokan.
  • Sejak manusia mengenal uang maka kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari uang, bahkan sepertinya terkesan uang adalah pusat dan hidup dan setelah memiliki uang seseorang selalu dipenuhi dengan rasa takut akan kehilangan uangnya, di ambil atau dicuri orang sehingga seseorang berusaha sekali menjaganya dengan segala cara.
  • Uang juga telah melahirkan sifat persaingan dan gengsi dengan orang lain dan demi persaingan dan memuaskan “gengsi” umumnya banyak orang melakukan cara – cara yang tidak baik untuk mendapatkan uang dan mengeluarkan uang untuk hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu perlu.
  • Demi uang manusia rela bekerja keras membanting tulang, dan demi uang manusia juga rela menjual prinsip kebenaran dan harga dirinya, bahkan saat mencari pasangan hidup pun seseorang pun pasti akan mempertimbangkan tentang keadaan ekonomi pasangannya. Padahal uang hanyalah sebagai alat tukar – menukar untuk mempermudah hidup manusia, jadi seharusnya manusialah yang mengontrol uang dan bukanlah uang yang mengontrol kehidupan manusia. Dunia memang semakin menganut paham konsumerisme sehingga “memaksa” manusia untuk mempunyai uang yang banyak sehingga dapat hidup layak dan keberadaannya diakui oleh orang lain. Kemudian manusia membuat sistem ekonomi yang sedemikian rupa yang membuat manusia tidak dapat hidup tanpa uang. Jadi uang yang seharusnya membuat hidup manusia semakin mudah malah mempersulit manusia, bahkan justru menghancurkan hidup manusia. Manusia menjadi budak uang. Bukankah ini berarti manusia menjadikan dirinya sendiri budak dari “ciptaan”nya sendiri. Jadi manakah sebenarnya yang lebih penting dalam kehidupan kita, manusia atau uang ?

Bahan PA kita hari ini Luk 3 : 11 – 14, Yohanes Pembabtis mengatakan kepada orang Israel : bagaimana seharusnya seseorang mendapatkan uang dan bagaimana juga seseorang mempergunakan uang dalam kehidupannya.

Yohanes mengingatkan, hendaklah seseorang mengalami pertobatan sebab kerajaan Allah telah dekat dimana pertobatan itu menghasilkan sebuah kehidupan baru yang akan nampak dalam kasih dan melakukan keadilan dalam segala sendi kehidupan.

Seseorang yang memiliki lebih mampu berbagi dengan orang yang tidak memiliki dan mendapatkan uang dengan kejujuran tanpa memeras, menipu dan merampas hak orang lain, artinya Yohanes disini mengajarkan sebuah gaya kehidupan yang dikehendaki Allah dan seharusnya juga seseorang yang telah menerima Kristus dalam kehidupannya akan melakukan cara kehidupan yang demikian.

Kalau kita melihat uraian sebelumnya di atas, mungkin kita akan berkata, “Semua hal buruk yang terjadi dalam hidup kita adalah karena uang”. Sebenarnya tidaklah demikian, uang hanyalah pemicu dan bukan merupakan sebab yang paling utama sebab dibalik semua itu kita terlalu mencintai diri sendiri lebih dari segalanya.

Dalam pengalaman kehidupan mungkin sejak kecil lingkungan mengajarkan kepada kita betapa pentingnya uang dalam kehidupan kita diajarkan bahwa kalau kita mempunyai uang maka banyak hal bisa dipermudah dan banyak masalah dapat dihindari. Dalam pengalaman pribadi terkadang saya memikirkan, “kenapa saya harus menghindari masalah dalam kehidupan ? Kenapa harus peduli dengan apa yang dikatakan orang, kalau saya miskin? Apakah diri saya dinilai dari berapa banyak uang yang saya miliki? Apakah diri saya dinilai dari sejauh mana kesuksesan yang dapat saya raih dalam dunia ini?” Bukankah salah besar menilai diri sendiri dengan uang yang ada pada diri ?

Jikalau demikian apakah kita sebagai orang Kristen tidak boleh menggunakan uang? Tidak juga. Tentu saja kita boleh mempunyai uang dan memakainya, namun kita harus bertanggung jawab dalam mengelola uang. Kita harus menyisihkan uang untuk perpuluhan terlebih dahulu sebelum mengatur uang untuk hal-hal lain. Kita tidak perlu membeli barang-barang mahal yang tidak terlalu kita perlukan, misalnya membeli sebuah tas yang harganya puluhan juta Rupiah, padahal kalau tas itu tidak ada pun tidak apa-apa, karena kita masih bisa membeli tas lain yang lebih murah dan berfungsi sama baiknya. Dan alangkah mulianya Tuhan dalam kehidupan seseorang jika uang yang di hemat dengan tidak membeli barang – barang mewah memungkinkan kita untuk mendukung pekerjaan Tuhan lebih banyak lagi, oleh itu juga pada saat ini dingatkan kepada kita untuk mengembalikan uang ke posisinya yang semula, yaitu sebagai alat dan menggunakan alat itu untuk mencapai tujuan kita yang utama, yaitu memuliakan Tuhan.

Mari belajar bersyukur kepada Tuhan. Berapa banyak pun uang yang kita miliki, kita harus bersyukur karena Tuhan telah mempercayakan bagian itu kepada kita dan kita harus bertanggung jawab atas bagian itu.

Latihlah diri agar selalu merasa “Cukup” bukan “Puas”. Tuhan adalah Tuhan yang adil, bila Dia memberi lebih kepada kita, Dia juga akan menuntut lebih sesuai dengan apa yang dipercayakannya kepada kita.

Pikirkan ulang konsep tentang uang yang selama ini telah meracuni pikiran dan kehidupan kita. Dalam Matius 6:26 dikatakan, “Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?”

Pada akhirnya, saya akan bertanya kepada kita yang hadir pada saat ini dan kita hanya mempunyai dua pilihan, yaitu “cinta uang” atau “cinta Tuhan”.

Amin. Pekanbaru 03 Juni 2015.